Puisi Joni Ariadinata: Rajah Mustofa
RAJAH MUSTOFA
Dari Leteh menulis Allah
melukis Allah, menelusuri jejak kaki
menuju Baitullah, —tempat kelahiran
Muhammad Rasulullah.
Mustofa adalah nama,
yang tertera pada tanah, pada air,
pada batu-batu sungai, pada negeriku yang menyimpan
asal-usul leluhur:
mereka
yang dulu menancapkan bendera
di hulu sungai, lalu melayarkan perahu-perahu
memenuhi lautan,
menulisi setiap butir pasir pantai
menjadi pulau kami
Mustofa mengeja alif
pohonan telah menjadi hutan,
bukit dan gunung telah bernama, lautan dan langit
dipenuhi nyanyian yang bergema
dari pulau ke pulau.
Mustofa membaca lam,
langit di atasmu telah dipenuhi warna
selendang kuning amithaba
baju putih om swasti swasti om
jubah merah haleuluya
dan sorban hijau salam takzimmu
pada Muhammad
Mustofa mengucap nun!
ia menjelmakan dirinya menjadi burung perkasa,
yang terbang membawa lampu
bagi semua.
Ia lah pembuat perahu mim,
berlayar mengkhatamkan hamzah dan ya:
Tegak di atas menara,
menjadi tiang
bagi negara.
Yogyakarta, Agustus 2019
***Kagem Simbah Kakung Ahmad Mustofa Bisri, semoga senantiasa diparingi sehat.
(Joni Ariadinata, sastrawan dan budayawan, tinggal di Yogyakarta)
_______________
itulah Puisi Joni Ariadinata: Rajah Mustofa, semoga manfaat dan barokah untuk kita semua, amiiinn..
BONUS ARTIKEL TAMBAHAN Puisi Joni Ariadinata: Rajah Mustofa
Kebaya Itu Busana Muslimah Jawa
Sebelum agama Islam dipeluk oleh masyarakat Nusantara, wanita Jawa hanya menggunakan kain sebagai penutup bagian bawah tubuh. Bagian atasnya terbuka. Dan ini lazim bagi kebiasaan setempat.
Setelah Islam datang dan mulai menertibkan pengembangan syariat bagi pemeluknya, salah satunya ialah menutup aurat.
Sejatinya, menutup aurat bagi wanita Muslimah bukan sekedar syariat melainkan ada aspek lainnya. Yakni fungsi perlindungan, fungsi estetika, dan fungsi identitas.
Maka diciptalah penutup dada bagi wanita Muslimah yang disebut kemben. Akhirnya terbentuklah ciri khas pembeda antara wanita Islam dengan yang bukan Islam.
Fungsi estetika ini diperkuat secara bertahap mulai jaman Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Dibuatlah Kebaya untuk melengkapi penutup bagian bahu dan tangan.
Awalnya dipakai oleh kerabat ulama dan kerajaan, kemudian dipakai juga oleh penduduk wanita secara umum.
Dan seterusnya hingga kemudian dikenallah selendang sebagai pelengkap. Biasanya hanya dipakai oleh kerabat ulama atau saat akan menghadiri pengajian.
Apakah tidak bertentangan dengan syariat Islam? Tentu saja tidak. Syaikh Ibnu Hajar memberi batasan bahwa batas minimal berbusana bagi wanita ialah batas kesopanan di masing-masing wilayah. Karena itulah wanita berkebaya sudah amat sangat sopan, bahkan merupakan pakaian kehormatan.
Imam Nawawi Al Bantani juga mempermudah pemisahan perlakuan terhadap aurat wanita, yakni dibagi 4.
Pertama, ketika sholat maka aurat yang wajib ditutup ialah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
Kedua, aurat yang wajib ditutup ketika bertemu dengan sesama wanita sama dengan aurat pria.
Ketiga, aurat yang wajib ditutup ketika bersama suaminya ialah sama dengan aurat pria.
Keempat, aurat ketika bertemu dengan orang asing non muhrim ialah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, atau batas kesopanan yang berlaku.
Masih menurut Imam Nawawi pula, adapun bagi wanita yang bekerja dan terpaksa membuka auratnya, maka tidak apa-apa. Sebab, mencari nafkah lebih wajib daripada menutup aurat.
Demikian detailnya para fuqoha’ terdahulu telah mengupas habis masalah ini sedemikian apiknya dengan khazanah keilmuan yang luar biasa.
Lalu muncul generasi yang menabrakkan ijma’ para Ulama Nusantara yang nyata-nyata faqihu fiddin, menguasai ‘ulumul qur’an dan ‘ulumul ahadits dengan pendapat orang yang tidak jelas sanad keilmuannya dengan langsung menukil Qur’an Hadits.
Seakan-akan apa yang didhawuhkan para Ulama Terdahulu kita bertentangan dengan Qur’an Hadits. Kita akan mendengar kalimat sakti: Landasan Islam itu Quran Hadits bukan Pendapat Ulama.
Yang benar itu yang ada di Qur’an dan Hadits bukan kebiasaan para Nyai jaman dulu. Lalu menuduh mereka yang ingin kembali ke busana kebaya sebagai usaha pemurtadan terselubung.
Aku lebih percaya Ulama Muktabar daripada mereka yang hanya bisa mencaci maki dan mengkafirkan. Bukankah Kanjeng Nabi Muhammad diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi semesta?
Lalu sesungguhnya, mengikuti siapakah mereka yang suka mengkafirsesatkan orang lain, mencaci maki, menuduh, menfitnah dan sangat kasar ketika bertutur atau menulis?
Selamat berbusana tradisional kembali. Kebaya hanya salah satu khazanah kita, masih ada yang lain semisal baju bodo atau baju kurung.
Berkain juga tidak hanya batik. Masih ada pula jumputan, sasirangan, tenun, cinde, manik, dan lainnya juga.
Arab Saudi sebagai basis “pemurnian Islam” dan pernah beranggapan bahwa busana Islami adalah berhijab lebar dan bercadar, kini mulai menyadari esensinya. Mereka mulai memperkenalkan kembali busana khas masing-masing provinsi.
Semoga ibroh ini bermanfaat bagi mereka yang berakal.
Bangga menjadi Indonesia.
Penulis : Shuniyya Ruhama
_____________________
Semoga artikel Kebaya Itu Busana Muslimah Jawa ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait di sini
kunjungi juga channel youtube kami di sini