KH. Ali Yafie: Pakar Fiqih Sosial yang Disegani

KH. Ali Yafie

Prof. KH. Ali Yafie adalah salah satu tokoh intelektual Muslim Indonesia yang kini sudah sepuh. Puang Ali, panggilan orang-orang dekatnya, lahir, 1 September 1926 dan insya Allah berulang tahun ke-93 tahun, 1 September 2019. Dalam biografinya, Puang Ali adalah kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah. Saya pernah mendengar langsung dari Puang Ali, ia bernenek moyang orang Bugis. Ayahnya, pernah mengajar di Pesantren Sidrap. Istri beliau, Puang Isa adalah berasal dari Jampue, Pinrang.

KH. Ali Yafie adalah Ulama atau pakar Fiqih Sosial yang disegani. Pikiran-pikirannya diterima oleh berbagai kelompok dan golongan ormas Islam. Saya lihat di lemari plakat dan souvenirnya, ada ratusan cinderamata dari berbagai ormas Islam. Buku pertamanya adalah Wacana Baru, 70 Tahun KH. Ali Yafie, Fiqih Sosial, Mizan, 1997. Beliau adalah mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan salah satu tokoh nasional yang diundang oleh pihak Istana Negara menjelang puncak Reformasi, 1998, yang berakhir menurunkan Presiden Soeharto. KH. Ali Yafie lah yang berani mengemukakan tafsir Reformasi ke Pak Harto, “bahwa yang dimaksud Reformasi itu ialah Bapak berhenti menjadi Presiden. KH. Ali Yafie juga adalah kolektor buku-buku umum dan kitab-kitab Kuning, berbahasa Arab-Gundul. Saya pernah dengar pengakuan beliau sebagai pembaca yang memiliki bakat belajar secara autodidak.

Bacaan Lainnya

Saya mengenal Puang Ali di tahun 2000-an, ketika saya kuliah di Universitas Indonesia. Kisahnya berawal ketika saya menghadiri acara akad nikah anak alm Sapri Gurucci, saya mendapat tugas menemani sopir mengantar pulang Puang Ali dari hotel Bidakara, tempat hajatan akad nikah dan resepsi itu. Dalam perjalanan pulang ke rumah Puang Ali, komplek Berdikari, Jalan Pramuka, Rawamangun, saya meminta dan dikasih no telepon rumah beliau dan setelah itu, saya sudah sering berkunjung ke rumahnya. Saya menjadi akrab istri, anak-anak, dan sopirnya, Mahmud. Saya menjadi panitia ketika putra bungsunya menikah, Badru Tamam Ali di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan.

Saya dkk mengedit, menerbitkan, dan meluncurkan buku, 75 Tahun KH. Ali Yafie, Jati Diri Tempaan Fiqh, 2001. Beliau yang memilih judul buku itu karena merasa dirinya adalah orang yang telah lama menggeluti ilmu fiqh, salah satu ilmu tradisional (dasar) Islam. Saya mengumpulkan tulisan-tulisan dan komentar-komenter beliau, misalnya di Harian Umum Republika. Saya temukan juga satu tulisan alm Gus Dur (Abdurrahman Wahid), “KH Ali” di Majalah Tempo, yang telah dimuat ulang di buku Syub’ah Asa dan Ulil Absar-Abdalla, Gus Dur: Melawan Melalui Lelucon. Buku Jati Diri itu kami terbitkan atas nama Penerbit Forum Mahasiswa Pascasarajan Asal Sulsel (FKMPASS) dan luncurkan secara meriah di Hotel Four Season, Kuningan, Jalan Rasuna Said di malam 11 September. Esoknya, berita peluncuran buku itu tertelan oleh berita “black 11 September 2001, penyerangan gedung WTC, Amerika Serikat. Malam itu seusai peluncuran, saya bermalam di hotel Four Season, sekamar putra beliau, Badru Tamam dan esoknya, saya sarapan pagi bersama beliau dan Bapak Arifin Okeng.

Kedekatan dengan Puang Ali membawa berkah dan keberuntungan pada diri dan keluarga saya, saya bahkan oleh sebagian orang Sulawesi Selatan (Sulsel) di Jakarta telah dianggap sebagai anak angkatnya KH. Ali Yafie. Jika ada acara-acara penting, misalnya buka puasa bersama warga dan tokoh Sulsel, misalnya di rumah alm Ahmad Arnold Baramuli di Jalan Imam Bonjol Jakarta Pusat, saya ditugaskan menjemput dan mengantar pulang Puang Ali. Saya pernah menjemput beliau untuk membawakan nasehat dan doa pernikahan ketika teman saya, mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia, yang kini sudah menjadi guru besar, Prof. Dr. Sangkala Rewa di Universitas Hasanuddin Makassar, menikah di Masjid Sunda Kelapa, Menteng. Sayang istrinya, Mba Nita terlalu cepat dipanggil oleh Allah Swt. Saya pernah menemani Puang Ali memberikan tausiyah di pengajian ibu-ibu, saya lupa tempatnya, tapi sepertinya di kawasan perumahan Wisma DPR RI, Kalibata, saya ingat materi yang disampaikan beliau adalah isi, pengertian, dan penjelasan Hadis Nabi Muhammad Saw, “Niat.” Ketika itu, saya terkesan dan tercengang, karena pembahasannya sangat sistematis, rinci, dan jelas tentang Materi Niat itu. Itu adalah Hadis Pertama di Bab Pertama beberapa Kitab Penulis dan Pengumpul Ilmu Hadis. Saya pernah temani ke kampus Universitas Islam Asy-Syafi’iyah, Jatiwaringin, Pondokgede, Bekasi dan kampus PTIQ di Ciputat. Saya beberapa kali mengikuti pertemuan-pertemuan terbatas beliau dkk seperti Pak Try Sutrisno, Suhaeli Kalla, Dr. Achmad Mubarok, dkk di Pengajian Rabuan, malam Kamis di kantor Bapak Bambang Wiwoho, Yayasan Pembangunan, belakang Gedung Republika, Jalan Pejaten Raya. Saya dan Mukhtar Alshodiq pernah masuk tim penyusun dan editor buku beliau, Fiqh Perdagangan Bebas bersama Dr. Mohammad Hidayat dan Dr. Muhammad Syafii Antonio di Gedung Bank Syariah Mandiri, Jalan MH. Thamrin. Saya pernah kunjungi dan pijit kaki ketika beliau dirawat di RS Islam, Yarsi, Cempaka Putih. Saya juga dkk sempat menghadirikan Puang Ali di dua kali pertemuan Mahasiswa Pascasarjana dan tokoh-tokoh asal Sulsel di rumah Bapak Dr. Tanri Abeng, MBA, di Jalan Simprug Golf, yang melahirkan Program Beasiswa Pascasarjana yang dikelola oleh teman saya, Ibrahim.

Buku Fiqh Perdagangan Bebas itu termasuk “Best Seller” karena dicetak berulang kali oleh Penerbit Teraju, Grup Mizan, tempat saya bekerja ketika itu. Buku itu telah diterbitkan bekerjsama: Bank Syariah Mandiri; Bank Muamalat; Ahad Net-Internasional; dan Istana Wakil Presiden RI era Bapak Hamzah Haz, bahkan diluncurkan di kantor Istana Wapres.

Saking dekatnya saya dengan Puang Ali, beliau berkenan turut mengundang di Undangan Pernikahan saya di Masjid Baiturrahman MPR/DPR RI, 31 Maret 2003, kawasan Senayan.

Tentu masih ada beberapa penggalan kisah dan kenangan indah ketika menemani Puang Ali beberapa tahun lampau. Saya sudah lama tidak sowan ke beliau. Saya ikut mendoakan beliau sehat wal’afiat selalu.

Salam hormat saya untuk Puang Ali, murid dan anak angkatnya.

Tanah abang, 18 Agustus 2019

Oleh: M. Saleh Mude

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *