Rahasia Kewalian dan Kealiman Syekh Masduqi Lasem

syeikh mashduqi

Dokumentasi Haul Syaikhina al-Allamah Mashduqie bin Sulaiman al-Lasimiy dan Syaikhina al-Allamah Hakim bin Mashduqie nafa’anallohu bihima.

Syekh Mashduqie, ulama yang selalu ingin mastur namun ilmunya terlalu terang untuk disembunyikan, beliaulah salah satu contoh pepatah yang mengatakan: “Orang alim itu bukan sekedar memiliki ilmu banyak, tapi orang alim adalah orang yang bisa menciptakan generasi murid-muridnya menjadi alim”

Setiap santri yang mulazim kepada beliau, bukan hanya menjadi ulama, malah kecipratan basiroh yang tajam di hatinya, malah semakin berpegang teguh kepada syariat Islam sebab ilmunya. Tidak neko-neko dalam beragama, tidak sembarangan dalam berprinsip kehidupan. Itu santrinya, bagaimana dengan sang guru.

Beliau zuhud, berpenampilan biasa layaknya awam dalam kesehariannya, dan itu sebuah kegagahan yg hanya dimilliki segelintir ulama, namun dalam majlis ilmu, nampaklah kehaibahan surban dan pakaian kebesaran beliau, tidak berhenti disitu, kalimat yang keluar dari lisannya, kejelasan yang muncul dari keterangannya, sangat menunjukkan bahwa beliau memang ahli ilmu dan menguasai berbagai fann, tidak hanya sekedar pakaian tanpa ruh.

Setiap keterangan biasanya menjadi bait-bait nadzam, kalam-kalam hikmah yg tercatat baik oleh santri-santri beliau, itu menunjukkan santri beliau berkualitas, bisa mencatat sebuah syiir yg berbahasa arab, yg ketika dikumpulkan menjadi sebuah kitab yang berjudulkan al-Qawa’id al-Lasimiyah, kaidah-kaidah tentang berkehidupan, berpendidikan, dan berketuhanan. Orang awam kalau membacanya akan tercerahkan hidupnya, dan ketika yang membaca adalah orang alim, mesti ikrar akan malakahnya.

Beliau memiliki ribuan bait keterangan yg beliau lontarkan saat mengajar, bait-bait tersebut mungkin masih banyak menempel di hati beberapa alumni yg sudah sepuh. Siapa alumni Lasem yang tak kenal: “kun ya akhi man thalabas tiqamah – wala takun man thalabal karamah”. Beliau juga menadzamkan Jam’ul Jawami’, kitab rumit tentang ilmu ushul fiqh menjadi lebih simple, dan Jam’ul Jawami’ ini sudah dikuasai oleh putra beliau, Syaikh Hakim Mashduqie, padahal umurnya masih 12 tahun.

Beliau, Syekh Hakim masyhur di kalangan santri qudama’ mengajar Alfiyah di umur 9, mengajar Jam’ul Jawami’ di umur 12, mengarang nadzam aqidah diumur 17 tahun. Maka betapa pendidikan tersebut sangat istimewa, sebab mengajar itu beda dengan sekedar menghafal, yang diajari adalah santri ayah beliau yang notabene sudah berumur, sebab zaman dahulu jarang ada santri cilik seperti sekarang. Kitab-kitab beliau baik nadzam atau tidak juga tak kalah banyaknya dengan sang ayah, malah beliau juga memiliki Ghayatul Maram fi Ahaditsil Ahkam setebal 6 jilid, sekelas Bulughul Maram-nya al-Asqalany. Betapa alimnya, betapa cerdasnya.

Ketika membaca kitab beliau, bahasanya sangat tidak ‘ajamy, padahal beliau di Haramain tidak lama, mesantren-pun terbilang sebentar. Tetapi didikan sang ayah kepada beliau telah menghapus tabir kesantaian dan kelalaiannya, sehingga beliau terlalu akrab dengan kitab dan tidak bisa melepas malakah lughah arabiyahnya.

Namun sepertinya beliau tau, bahwa diatas Sayyidina Abu Hurairah yang memiliki ribuan riwayat hadits, ada Sayyidina Abubakar yg tidak banyak haditsnya namun tidak ada yg mengingkari keafdloliyahan beliau di sisi Allah dan Rasulullah. Ada maqam di atas sekedar memperbanyak ilmu dari Rasulullah, yaitu mewarisi karakter beliau -dan ini hakikat ilmu- sehingga Sayyidina Umar yang notabene bukan al muktsirin fir riwayah, tapi kelas beliau adalah muwafaqatu umar lirobbihi, kesamaan pendapat Umar dengan Tuhannya. Disini hati bermain. Disini nyata mana ilmu yang bermanfaat dan mana yang hanya bergaya-gaya.

Sehingga beliau, Syekh Hakim memilih jalan sangat pendiam di usia sepuhnya. Beliau menjadi tidak memperbanyak keterangan saat mengajar, cukup makna saja. Dan yang beliau tampakkan adalah suluknya, istiqomahnya, tenangnya menghadapi kehidupan, sabarnya, syukurnya, dan ridlonya terhadap takdir dan kepastian Allah, sangat tampak sekali. Bahkan kitab sebanyak itu, yasudah lillahi ta’ala. Inilah yang jika siapapun berangan-angan tentang beliau, insyaallah ujung-ujungnya akan sampai di keyakinan bahwa beliau memang seperti ini.

Beliau berdua, sama-sama ahli ilmu, ahli amal, ahli taqwa, sama-sama memiliki hati yang khosyah, sama-sama meniru Rasulullah dalam: ( كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآن ). Gagah namun tidak sombong. Alim tapi tidak pamer. Zuhud tapi tidak bodoh. Itulah mengapa malaikat diperintah sujud pada Nabi Adam, karena ilmunya.

﴿وَعَلَّمَ ءادَمَ الأَسماءَ كُلَّها ثُمَّ عَرَضَهُم عَلَى المَلٰئِكَةِ..﴾

Padahal derajat malaikat lebih unggul daripada manusia yang ahli ilmu dari sisi musyahadahnya.

﴿شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ وَالمَلٰئِكَةُ وَأُولُوا العِلمِ قائِمًا بِالقِسطِ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ العَزيزُ الحَكيمُ﴾

Sehingga beliau berdua benar-benar mantap bahwa yang memberi manfaat ya Allah, yang memintarkan ya Allah, yang menyelesaikan masalah ya Allah. Semua kembali ke Allah, yang mana disinilah banyak orang walau alim namun salah memahaminya atau gagal mempraktekkannya.

جزاهم الله عن تلامذته خير الجزاء جزاهم الله بما هم أهله

Dan karena beliau sangat menyukai nadzam, maka bait-bait ini saya buat beberapa tahun lalu di setiap haul beliau,

فعسى ان تقرّ به عين الشيخين:

عَلَى بُعْدِ الرِّحَالِ نَوَتْ قُصُوْدُ
وَلَوْ لِيْ عِنْدَكُمْ حَالٌ بَعِيْدُ

بِسُوْدِ الْقَلْبِ جِئْتُكُمُ لِيَجْلُوْ
صَدَاهُ فَإِنَّهُ وَسَخٌ شَدِيْدُ

اَلاَ يَا سَادَتِي غَيْثاً عَمِيْماً
وَغَوْثاً لاَ يَزِيْلُ وَلاَ يَبِيْدُ

فَهَلْ لِي مِنْ فَضَائِلِكُمْ نَصِيْبٌ
وَمِنْ نَفَحَاتِكُمْ كَرَمٌ وَجُوْدُ

أَلَيْسَ الشَّيْخُ يَرْحَمُ طَالِبِيْهِ
وَلَوْ كَانَتْ لَهُمْ حَالٌ جُمُوْدُ

بَلٰى يَا خَيْرَ عُمْدَتِنَا فَأَنْقِذْ
غَرِيْقاً لاَ يَكُوْنُ لَهُ عَمِيْدُ

فَوَجْهُكُمُ تَوَسُّلُنَا جَميْعاً
إِلَى مَنْ فَضْلُهُ جَمٌّ عَدِيْدُ

لِذَا فَادْعُوا لَنَا الْـمَوْلَى رِضَاهُ
فَإِنَّ اللهَ يُعْطِي مَا يُرِيْدُ

اَلاَ يَا شَيْخُ مَصْدُوْقِي وَيَا شَيْـ
ـخُ حَاكِمُ مَنْ بِكُمْ فَخُرَ الْوُجُوْدُ

إِلَيْنَا فَانْظُرُوا وَتَلَطَّفُوا وَارْ
حَمُوا بِعَبِيْدِكُمْ وَارْضَوْا وَجُوْدُوا

Atas jarak yang jauh niatku tertuju, seperti keadaanku yang jauh di sisimu.

Dengan hitamnya hati aku datang padamu kembali, agar bersih karatnya, sungguh ia kotor sekali.

Duhai Saadaty, hujanilah keberkahan yang menyeluruh, berilah pertolongan yang tak tandas dan tak runtuh.

Adakah aku memiliki bagianku dari kemuliaanmu, dari hembusan derma dan kemurahanmu?

Bukankah guru itu mengasihi para muridnya, walau keadaan mereka tetap begitu-begitu saja?

Iya wahai pedoman terbaik kami, maka selamatkanlah orang yang tenggelam itu, yang tak punya pegangan selain dirimu.

Sebab wajahmulah tawassul kami semua, pada Allah yang berwarna dan bermacam-macam karunianya.

Karena itu, doakan kami pada Tuhan agar mendapat ridloNya, karena Allah akan memberi apapun yang diinginkanNya.

Wahai Syeikh Mashduqi, wahai Syaikhina Hakim, yang dibanggakan oleh wujud baik alam ataupun musim.

Pandanglah kami, sayanglah kepada kami, kasihilah kami, ridloilah keadaan kami, berbaiklah dengan kami, pengikutmu yg menuntut ilmumu serta mengabdi.

__
رثاء من قبل سنين…

لَمْ يَبْـدُ لِي شَيْءٌ أَقُـوْلُ مُرَوِّعـاً
لَـمَّا فَقَدْتُ مُرَبِّيـاً مُتَـوَرِّعَــا

وَهَلِ السَّمَا وَجَدَتْ ضِيَاءً بَعْدَهُ
إِذْ بَاتَ دَوْمًا قَائِمًا مُتَرَكِّعَـا

وَالْعِلْمُ هٰذَا الْيَوْمَ رَأْسٌ لَيْسَ لَهْ
تِيْجَانُ عِزٍّ أَوْ فَخَـارٍ لاَمِعَــا

يَا شَيْخَنَا مَا زِلْتَ مَوْجُوْداً لَنَا
بِعُلُوْمِكَ اللاَّتِي ظَلَلْتَ مُوَدِّعَا

فَأَقِرَّنَـا يَا شَيْـخُ مِـنْ طُـلاَّبِكُـمْ
لاَ تَنْسَنَا يَا مَنْ لِطَالِبِهِ وَعَى

يَجْزِيْكَ مِنَّا رَبُّنَـا أَعْلَى الْجَـزَا
حَـلَّاكَ مَـلَّاكَ النّـدَا فَتُـرَفَّعَـا

__

فِي الْخَسْفِ عَنْ تَرَعْرُعِ الْبُرُوْقِ
فَالْخَطْفِ مِنْ عَاتِيَةِ الْخَرُوْقِ
مَنْ يَبْغَ عِتْقاً مِنْ ضَنَى الْحُرُوْقِ
فَلْيَتَّصِلْ بِشَيْخِنَا مَصْدُوْقِي

أَوْ مِنْ دُجَى الْحُمْقِ الْعَمِيْقِ الْعَاقِم
أوْ مِنْ عَمَى الْوَهْمِ الدَّهِيْمِ الْهَائِم
فَالنُّـوْرُ أَبْـرَقُ الضِّيَـاءِ الْـوَاسِم
فِي حَضْرَةِ الشَّيْخِ الْكَرِيْمِ حَاكِم

Dalam ‘gerhana gelap’ sesaat setelah kilat bersemburat,
Lalu mata membuta tersambar petir badai yang menggelegar,
Siapa yang mengharap tertebus dari panasnya api penyiksa itu,
Maka milikilah hubungan dengan Syaikhina Mashduqi

Atau (ingin tertebus) dari pekatnya kedunguan yang melekat bagai sebuah penyakit,
Atau dari dugaan buta yang terkejut layaknya seorang kalang-kabut,
Maka cahaya, guratan sinar paling terang nan cemerlang,
Ada di haribaan yang mulia Syaikhina Hakim

11 Februari 2020 / 17 Jumadil Akhir 1441

Penulis: Muhammad Ismail Al-Ascholy, Bangkalan, alumni Pesantren Sarang Rembang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *