Saat teringat almarhum Prof. Dawam Rahardjo, yang terekam oleh penulis adalah perbincangan seputar Gus Dur, Nahdlatul Ulama (NU) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Bagi Prof. Dawam Rahardjo, satu-satunya organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang masih lantang menyerukan persatuan Indonesia adalah NU.
Dengan budayanya yang selalu menjaga tradisi dan menerima sesuatu baru yang baik, NU berposisi jelas bagi Indonesia, yaitu menjaga NKRI dari kelompok yang berusaha untuk mengganti asas negara.
NU tidak terima terhadap kelompok yang secara tiba-tiba datang ingin mengganti asas negara, karena para pendiri bangsa khususnya pendiri NU ikut serta dalam menentukan dasar negara Indonesia. NU melalui banser atau badan otonom lainnya, ataupun sikapnya para kiai terhadap NKRI adalah menjaganya.
Statemen tersebut disampaikan oleh Prof. Dawam Rahardjo saat penulis bersama-sama kru Majalah Bangkit melakukan wawancara eksklusif di ruang kerjanya Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta pada tahun 2016.
Perbincangan dengan durasi sekitar 60 menit, membicarakan seputar kondisi Indonesia, NU dan kesaksiannya terhadap perjalanan Gus Dur selama di Jakarta. Ia menyampaikan gagasannya dengan kritis. Misalnya ketika ia menyampaikan gagasan hubungan NU dan pemerintah, bagi Prof Dawam Rahardjo, hubungan yang terlalu dekat dengan pemerintah atau terlalu dekat dengan politik juga harus hati-hati.
Baginya politik itu panas, apabila NU terlalu dekat dan terjerumus dalam permainan politik praktis, maka harus berhati-hati. Prof. Dawam walaupun mengunggulkan NU dalam upayanya menjaga NKRI, namun juga mengkritisi gerakan NU. Sebagai seorang akademisi, ia objektif dalam mengkritisi sesuatu, termasuk NU. Bahkan ia juga mengkritisi Muhammadiyah pada perbincangan saat itu.
Keterbukaannya dalam berpikir, ia tunjukkan dalam bersikap, termasuk dalam bacaan-bacaannya. Di sela-sela wawancara, ia meminta kita mencarikan buku ensiklopedia Nahdlatul Ulama, karena sebelumnya ia belum mengetahui bahwa sudah ada ensiklopedia NU.
Walaupun ia seorang tokoh Muhammadiyah, ia dekat dengan NU. Ia bersama Gus Dur mengadakan pertemuan ke pesantren-pesantren. Bahkan ia mengenang saat kerja bersama Gus Dur, walaupun Gus Dur yang mengajak ke Jakarta kerja di LP3ES, justru gajinya Gus Dur gajinya lebih besar 3 kali lipat darinya.
(Penulis: Nur Solikhin, aktivis Gusdurian)