Perbincangan Singkat dengan Tiga Doktor Muda

kyai husein

KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Darut Tauhid Arjawinangun Cirebon

Tadi malam, 21.06.2018, tiga orang Doktor muda : seorang dari Jember dan dua dari Cirebon, putra-putra kiyai, datang ke rumah untuk silaturrahim. Sebut saja namanya : Ali, Agus dan Hodri. Pertemuan itu menciptakan gairah intelektual. Banyak isu yang dibicarakan, termasuk isu Gus Yahya yang heboh itu.

Seorang menyampaikan tentang cara-cara penyebaran agama melalui kekerasan verbal : fitnah, pembunuhan karakter, hoax dan sejenisnya. Cara-cara itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku diri paling mengerti tentang Islam dan selalu meneriakkan jargon-jargon Agama. Dan ini sedang berkembang di negara-negara beragama.

Teman yang lain bicara soal bagaimana cara melawan mereka. Ya mereka yang melakukan kekerasan verbal tersebut. Apakah harus dilakukan dengan cara yang sama?. Artinya : kekerasan dilawan dengan kekerasan.
Tampaknya banyak orang yang menyetujui cara ini. Ia tampaknya juga sedang berkembang.

Yang lain bicara soal metode indoktrinasi yang terus menerus dalam menyebarkan suatu paham keagamaan. “Pokoknya harus begini dan ini, tidak boleh begitu dan jangan itu”. Atau “Inilah yang benar , dan yang lain salah, sesat dan kafir”. Ini belakangan menjadi cara paling efektif dan cepat dalam menarik publik.

Aku merenung sejenak sambil membayangkan masa depan negeri ini. Lalu aku bilang :

Cara-cara menyebarkan agama melalui kekerasan verbal itu berlawanan dengan Islam, semua agama dan ide-ide kemanusiaan. Tak ada agama dan etika kemanusiaan yang mengajarkan kekerasan, kebohongan dan fitnah. Agama-agama justeru hadir untuk menghapuskan cara-cara ini. Tanpa misi ini agama menjadi tak berguna. Praktik ini akan menciptakan konflik-konflik dan tragedi-tragedi kemanusiaan yang panjang.

Penyebaran pikiran/paham secara indoktrinasi merupakan metode pembodohan rakyat. Ini sangat mencemaskan bagi masa depan bangsa. Boleh jadi apa yang terjadi sekarang ini merupakan hasil dari cara pendidikan dan pengajaran agama yang indoktrinatif itu. Oleh karena itu perlawanan dengan cara yang sama akan menghasilkan pembodohan berlipat dan masif.

Yang harus dikembangkan adalah dialog konstruktif. Sebuah perbincangan intelektual yang sehat, tanpa marah-marah. Ini jalan yang ditekankan oleh al-Qur’an dan Nabi Muhammad. (Q.s. an-Nahl, 125).

Itu juga yang dilakukan oleh tokoh-tokoh kemanusiaan legendaris, termasuk Gus Dur.

Melalui dialog dan pengembangan intelektual yang sehat dan mencerdaskan, serta bicara santun itulah bangsa-bangsa menjadi maju, damai dan sejahtera.

Agama hadir agar dipeluk atas dasar pemahaman dan ketulusan, bukan karena kepasrahan dalam ketakutan.

Agama dipeluk karena ia menghadirkan pesona kehangatan cinta, dan bukan kemarahan.

Cirebon. 22.06.2018
 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *