Para Pengurus NU, Baca Wasiat KH Ali Maksum Krapyak!

Wasiat KH. Ali Maksum

Sampai saat ini, KH Ali Maksum adalah Rais Aam satu-satunya yang berasal dari Yogyakarta. Beliau menjabat Rais Aam pada 1981-1984, menggantikan KH Bisri Syansuri yang wafat pada tahun 1980. Selain dikenal modern dan berwawasan luas, Kiai Ali adalah sosok yang sangat teguh menjaga prinsip dalam ber-NU. Kalau sudah menyangkut prinsip, maka Kiai Ali tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bagaimana pengurus NU hari ini, mulai tingkat ranting sampai tingkat pusat meneladani Kiai Ali? Berikut wawancara Bangkit dengan KH. Munawir Abdul Fatah, santri Kiai Ali, pengisi tetap rubrik Aswaja di Majalah Bangkit dan Mustasyar PWNU DIY.

Apa wasiat KH Ali Maksum kepada warga NU dan pengurus NU, Kiai?

Bacaan Lainnya

Ketika kami bersama Pengurus Cabang NU Bantul bersyawalan di KH. Ali Maksum tahun sekian, maka beliau memberikan tausiah wasiat kepada kawan-kawan. Bahwa Anda di NU harus selalu berpegang pada 5 hal.

Pertama : Anda harus ats-tsiqah bi nahdhatil ulama – percaya benar dengan NU, bahwa NU adalah wadah yang benar, Ahlissunnah wal-Jamaah adalah benar.

Kedua : al-ma’rifah wal istiqan bi nu – tahu benar dan yakin, bahwa apa yang diperjuangkan NU adalah benar.

Ketiga : al-amal bi ta’limi nu -beramal dan berbuat sesuai dengan tuntunan NU, jangan beramal tanpa dasar, atau malah bertentangan dengan akidah Aswaja.

Keempat : al-jihad fi sabili nu – berjuang untuk NU. Jangan sebaliknya, menggerogoti, minta hidup dari NU. Justru berpedoman, apa yang saya berikan kepada NU, tidak apa yang saya peroleh dari NU?

Kelima: ash-shabru fi sabili nu -sabar, tidak mudah nglokro sekiranya NU belum tumbuh, belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Banyak pemimpin-pemimpin kita yang tidak sabar, bahkan mudah putus asa. Beliau menambahi dasar Hadis Rasulullah Saw: al-mutamassiku bi diinihii fii akhiriz zaman kalqaabidhi ‘alal jamri – orang yang berpegang pada agama Allah di akhir zaman, bagaikan memegang bara api.”

Selain itu, bagaimana pola hidup KH Ali Maksum?

Ya, Mbah Ali hidupnya sederhana. Baik dikala makan, atau dikala berpakaian, sangat terasa Mbah Ali terkenal dengan kesederhanaannya. Kalau makan ada tempe dan sambel, oke. Atau adanya nasi goreng ala Bu Hasyimah dan krupuk, oke. Demikian juga kalau mengajar ke IAIN, pakaian yang licin disetrika, oke. Suatu ketika tidak disetrika, juga oke.

Dasi pun kalo memang harus pakai, sudah tentu memakai dasi yang sudah tinggal kalung atau dicantolkan, selesai. Sederhana, tetapi tetap berkesan anggun dan wibawa. berita islam terkini (anas)

*Tulisan ini dimuat di Majalah Bangkit edisi Maret 2014.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *