Nasihat Mbah Dullah Salam Kajen di Keheningan Malam.
Di suatu malam, di dalam rumah tua di lingkungan Pesantren Matholi’ul Huda (poesat) Kajen Pati. Malam itu, malam 10 Dzulhijah semua santri telah pulang dan hanya segelintir santri yang masih tinggal, termasuk aku yang pedih karena sendiri. Mau tidur di kamar takut, di musholla yang biasanya ramai juga lengang, akhirnya kuputuskan untuk tidur di ruang tamu rumah kyaiku, KH Abdullah Zen Salam.
Kurapatkan tubuh di tembok rumah yang langsung berdampingan dengan kamar beliau. Dalam batinku aku merasa nyaman dan tak lagi takut karena di sampingku ada kyaiku yang entah lagi ngapain. Hanya tembok dari triplek yang membatasi kami.
Tepat jam 22.00…
Sayup-sayup aku tersadar karena mendengar kyaiku bercerita entah dengan siapa. Di sana, suaranya jelas dalam hening malam itu.
“Le…(sebutan anak), kuwe reti opo seng pualing ajaib neng hari Qurban?” (Nak, kamu tahu apa yang paling ajaib pada hari Qurban?). Tanyanya entah pada siapa.
“Mboten (tidak), Mbah…” suara lelaki yang pasti masih muda.
“Kok ujug-ujug ono wedus digowo malaikat songko langit? (kok tiba-tiba ada kambing yang dibawa malaikat dari langit).
“Op seng ndadekno Gusti Allah mbatalno perentahe..” (apa yang menjadikan Allah membatalkan perintahnya?)
“Seng paling wigati opo seng diucapke Ibrahim mareng Gusti Allah. Seng gak dikrugu menungso nanging poro malaikat lan gusti allah krungu?” (yang paling penting apa yang diucapkan Nabi Ibrahim kepada Allah. Yang tidak didengar manusia, tapi para malaikat dan Allah mendengar)
Suasana hening. Aku pun mulai merapatkan telinga di sela-sela sambungan triplek tembok. Menunggu terusan kata dari sang guruku.
Suaranya khas sepuh, berwibawa, mulai berat dengan sedikit batuk-batuk.
“Kuwe reti lee, sakdurunge Ismail disembeleh, neng batin Nabi Ibrahim ngedikan.” (Kamu tahu Nak, sebelum Ismail disembelih, dalam batin Nabi Ibrahim berkata..)
“Ya Allah, jasad lan ruhe Ismail niku kagungane penjengan. Kulo pasrahake lan kulo serahke ruh lan jasade Ismail mareng penjengan, lan kanthi ridho njenengan kulo nyuwun jasad lan ruh ingkang luweh sae tinimbang Ismail.”
(Ya Allah, jasad dan ruh Ismail itu milik Panjenengan. Saya pasrahkan dan saya serahkan ruh dan jasadnya Ismail kepada Panjenengan. Dan dengan ridho Panjenengan, saya minta jasad dan ruh yang lebih baik dari Ismail.)
Seketika, Malaikat Jibril sowan Gusti Allah dan sekejab Gusti Allah memerintahkan malaikat membawa kambing untuk mengganti pengorbanan Ismail.
“Itu termasuk mu’zijatnya Nabi Ibrahim,” kata kyaiku lirih.
“Iku dadi patho’ane khakekat, sakdurungi ngamal op wae, maturo neng batin sik karo gustimu seng moho goib,” suara kyaiku mulai tegas. (Itu menjadi dasar hakikat, sebelum mengamalkan apa saja, mintalah dalam batin dulu kepada Gusti Allah Yang Maha Gaib).
“Lan dadi patho’an(dasar) wong ape nyembelih kudu ngucap…di go opo daginge?.. dititipi opo ruhe hayawan iku?” Hening.
“Dan jadi dasar orang yang mau menyembelih harus berkata, buat apa dagingnya? Dititipi apa ruhnya hewan itu?”
“Maksude pripun geh, mbah?” (Maksudnya gimana ya Mbah?). Lelaki yang pasti masih muda itu kelihatannya bertanya.
“Ngene lho le (Begini lho nak).” kyaiku mulai pelan suaranya.
Aku pun mulai penasaran dan berusaha duduk untuk lebih jelas mendengarnya.
“Nek kuwe korban, sakdurunge wedus mok sembelih, cekelo (peganglah) wedus iku dan ucapno nok batin, matur mareng Gusti Allah,
“Ya Allah, kulo qurbanke wedus iki minongko ngormati Nabi Ibrahim lan syareate Nabi Muhammad, daginge minongko sedekah kulo.”
iki biso mok ucapno sedekah seng mok karepke.”
(Kalau kamu kurban, sebelum kambing disembelih, peganglah kambing itu dan ucapkan dalam batin, minta kepada Gusti Allah,
“Ya Allah, saya kurbankan kambing ini karena hormat kepada Nabi Ibrahim dan syariatnya Nabi Muhammad, dagingnya menjadi sedekah saya.”
Ini bisa kamu ucapkan sedekah sesuai yang kamu inginkan.” tukas kyaiku.
“Lan ucapke, kulo balekke ruhe wedos niki kanthi hormat supados nyangking (membawa) dongo ingsung supados kulo…(niki mok isi khajadmu lee..).”
(Dan ucapkan, saya kembalikan ruh kambing ini dengan penuh hormat supaya membawa doa saya, supaya saya.. (ini diisi sesuai hajatmu, nak..)..” kata kyaiku.
Hening. Entah. Tapi lama. Suara kyaiku mulai terdengar kembali. Aku lega, karena aku mengira kyaiku pindah tempat/pergi.
Ruh iku mbalek marang gustine…sowan lan ngungkapno karepe seng nyembelih…brarti nyowo kewan korban iku iso dadi wasilah dongamu….
Brak kreek, terdengar pintu terbuka.
Dan entah ada orang lain yang kelihatannya masuk kamar kyaiku.
Selang beberapa saat, terdengar iringan Merci Taiger kyaiku berderu.
Dalam batinku, oh kyaiku pasti mau ke sarean (makam) mbah mutamakin.
Dan benar saja. Oh, aku mulai tak bisa tidur lagi, karena rasa takut sendirian mulai menerkamku.
Ku putuskan untuk duduk dan mulai meng-angan-angan akan ucapan kyaiku tadi. Dalam batinku, aku ingin bisa berkurban.
Alhamdulilah, setiap Qurban aku selalu mengingat dan mempraktekkan ajaran kyaiku, dan luar biasa, ALHAMDULILLAH…
Semua hajat, pelan namun pasti terwujud.
Terimakasih Allah, terimakasih Rosulalloh Muhammad, terimakasih Mbah, Mbah Abdullah Salam.
Alfatihah.
Rembang, 10 Agustus 2019.
Penulis: Kurnia Wijaya, Rembang.