Muhasabah Kebangsaan 4

“Perempuan- Perempuan perkasa pejuang bangsa dan keluarga”

Sejak malam saya gelisah memikirkan penampilan ki Ageng Ganjur esok hari tanggal 5 Mei, karena sampai 10 jam jelang pertunjukan kami belum dapat gambaran memgenai format acara. Jangankan soal equipmemt sound system bahkan rundown pun kami belum terima. Padahal standar pertunjukan Ganjur biasa H-1 semua equipment; sound, mixer, kabel, mic, channel, setting panggung semua sdh siap. Dan paling lambat 4 jam jelang pertunjukan harus sdh bisa check sound.

Setiap ditanya tak ada yang bisa menjawab dengan jelas. Yang lebih mengkhawatirkan, dalam roadshow kali ini kami tidak membawa sound engineer dan show director karena kami mengasumsikan ini hanya show sederhana sehingga tidak memerlukan crew komplit. Dan ternyata kondisinya lebih parah dari yang kita bayangkan.

Pagi hari jam 09-an kami berangkat menuju venue dengan perasaan yang makin was-was. Dan sampai di lokasi kami menjadi shock karena ternyata panggung belum siap bahkan sound tidak ada. Pihak gedung hanya menyediakan 4 whireless dg 4 channel untuk standar pidato. Kami makin frustasi dan hopeless. Alamat Ganjur tidak jadi pentas. Mencari sound system lain dengan standar Ganjur jelas tidak mungkin karena selain mendadak juga karena hari libur.

Namun rasa frustasi dan hopeless itu mendadak hilang lenyap setelah melihat kegigihan dan kerja keras kaum perempuan yang jadi panitia dan pengurus PCI Muslimat NU Hongkong. Mereka begitu gigih dan bersemangat menyiapkan acara dan mencari solusi agar Ganjur bisa pentas. Melihat kondisi ini semangat seluruh crew dan musisi serta para artis seketika menyala. Semua berbagi peran, ada yg jadi sound engineer dadakan, operator, show director bahkan ada yang keluar ke toko beli kabel dan jack. Seluruh upaya dikerahkan agar sound bisa bunyi dan pertunjukan bisa berjalan.

Sambil menunggu teman-teman mempersiapkan dan mensiasati agar sound system bisa bunyi, panitia memulai acara seremonial. Di sini tidak hanya semangat yang mulai menyala tapi rasa haru juga mengharu biru dalam dada. Lebih-lebih saat melihat ibu-ibu muslimat berbaris rapi dengan seragam dan selempang muslimat menyanyikan lagu Indonesia Raya, mars dan hymne Muslimat, mars Subbanul Wathan bahkan mars Banser.

Mereka menyanyi dengan penuh semangat dan penghayatan yang dalam. Ada ruh yang bergelora seperti gelombang dahsyat berkekuatan tinggi yang tersalurkan melalui lagu-lagu tersebut. Tak ada kemewahan dan kegemerlapan, semua berjalan secara sederhana namun kekuatan yang muncul begitu dahsyat dan menggetarkan.

Demikian juga saat beberapa anggota Pagar Nusa berseragam lengkap datang menghadap saya. Semua perempuan berbadan tegap dan sigap. Mereka datang untuk mengawal dan mengamankan acara. Menurut mereka ada sekitat 50an anggota Pagar Nusa di Hongkong. Mereka aktif latihan setiap Minggu dan selalu terlibat dalam berbagai kegiatan NU beserta neven2nya di Hongkong

Untuk mengisi waktu sambil menunggu persiapan sound system yang masih diupayakan oleh teman-teman Ganjur, panitia meminta saya memberikan tausiyah. Sayapun terpaksa akting menjadi ustadz untuk memenuhi permintaan panitia. Dengan penuh perhatian dan antusiasme yang tinggi mereka menyimak tausiyah meski sudah duduk berjam-jam.. Aku barusaha menghibur dengan materi yang ringan dan lucu. Dan mereka terlihat sangat menikmati gaya ceramah seperti ini.

Alhamdulillah…. sound bisa bunyi meski dengan kualitas suara di bawah standar. Setelah break sholat Dzuhur mereka kembali duduk di depan panggung untuk menyimak penampilan Ganjur ala kadarnya. Subhanallah, begitu lagu pertama, shalawat Nariyah, dinyanyikan oleh trio artis; Tuty KDI, Mei Devi Bintang Pantura Indosiar dan Kristy, spontan mereka ikut bernyanyi. Suara mereka lantang dengan wajah yang berbinar.

Suasana makin heboh ketika artis Mel Shandy tampil dg lagu-lagu sholawat versi rock. Dan mereka makin hanyut dan larut dalam suasana bahagia ketika Mell Shandy dan para artis ganjur membawakan lagu-lagu selera mereka. Lagu Bentu dab Bianglala yang dibawakan Mell Shandi mampu menghipnotis penonton larut dalam suasana bahagia. Beberapa diantaranya terlihat histeris bahkan ada yang menetikkan air mata terbawa pada romatisme masa lalu. Kerinduan pada kampung halaman seolah terobati lewat lagu. Seluruh kepanikan, keraguan dan kekecewaan yang muncul sebelumnya seketika hilang saat melihat wajah wajah bahagia yang terpancar melalui alunan nada. Melihat raut bahagia di wajah mereka saat melihat penampilan Ganjur seperti melihat orang kehausan menemukan air.

Di tengah menikmati hiburan mereka masih sempat beramal dengan menyisihkan uang untuk sedekah. Saat panitia mengedarkan surban mereka berebut mengisi. Dalam waktu singkat terkumpul dana lebih $ 4.225 Hk. yang dimasukkan menjadi kas organisasi.

Kemeriahan ini ditutup dengan pemotongan tumpeng sebagai tanda perayaan Harlah PCI Muslimat Hongkong dan Macao ke 1 dan harlah muslimat NU ke 73. Sebelum pemotongan tumpeng, dibacakan doa oleh Gus Isqawi, seorang muballigh dari Indonesia. Setelah itu acara ditutup dengan menyanyikan shalawat mahallul qiyam bersama sama

Selesai acara para ibu kembali bekerja membersihkan dan merapikan tempat acara. Dalam waktu kurang dari 1 jam, semua telah beres, gedung kembali bersih dan semua perlatan tertata rapi. Suatu kerja dan pengabdian yang sangat mengagumkan

Semua ini terjadi secara apa adanya, sesuai kemampuan dan kemauan mereka tanpa bimbingan dan perlindungan dari negara. Mereka seperti anak yatim yang bergerak dan berjalan tanpa arahan dan perlindungan orang tua. Saya membayangkan jika NU dan negara serius membina, memberikan perlindungan dan perhatian pada mereka maka ini akan menjadi kekuatan yang dahsyat. Misalnya empat bulan sekali negara atau NU secara organisatoris menyapa mereka dengan memberikan hiburan atau kunjungan sebagai sarana komunikasi dan pembinaan maka akan lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh dari kekuatan kaum migran perempuan ini. Baik bagi mereka, NU maupun negara. Para perempuan perkasa ini tidak hanya sebagai pahlawan devisa. Tatapi juga pahlawan keluarga dan bisa menjadi duta bangsa.

Hari ini kami belajar makna pengabdian dan ketulusan. Di tengah kesibukannya bekerja perempuan-perempuan perkasa ini masih menyisakan waktu untuk berjuang dan mengabdi pada NU dan NKRI. Di sela-sela himpitan kesulitan dan kuatnya tekanan hidup di negeri orang, mereka masih sempat menyisakan rejeki untuk beramal dan berbagi pada organisasi dan sesamanya. Semua dilakukan dengan ikhlas dan penuh suka cita. Sebuah tamparan bagi siapa saja yg bergelimang waktu, kesempatan dan fasilitas tatapi masih selalu menuntut dan enggan berjuang.

Penulis: Al-Zastrouw

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *