Menziarahi Makam Para Wali Bersama Gus Najih Maimoen.
Hari ini beliau tampak lebih bersemangat, jubah serta peci putih yang diikat dengan imamah membuat siapa saja akan segan memandangnya, setelah sarapan sekitar jam tujuh pagi beliau mengajak saya lagi untuk berkunjung ke makam para auliya.
Kali ini kami pergi ke daerah Babul Futuh, disana ada beberapa makam ulama besar seperti Ibnu Hisyam al-Anshori (Syibaweh soghir), Imam Ali al-Khowash (yang terkenal dengan ilmu laduninya), Imam Sya’roni, Imam Syihabuddin al-Ramli, namun karena letaknya agak berjauhan kami langsung menuju ke makam Imam Sya’roni.
Tepat di pertigaan Babussya’riyah kami turun dari mobil, taxi yang kami naiki tidak bisa masuk lagi karena beda jalur, setibanya di makam Imam Sya’roni pintunya masih ditutup karena masih begitu pagi, memang biasanya makam-makam di mesir mulai dibuka jam sembilan pagi atau setelah duhur, saya coba lobi-lobi ke penjaga makam, saya katakan “Beliau adalah ulama besar yang jauh-jauh datang dari Indonesia hanya untuk berziarah ke makam-makam auliya di mesir dsb” dan Alhamdulillah hatinya luluh, ia mau membukan pintunya meskipun masih begitu pagi.
Setelah dapat masuk kedalam makam, haibah dari shohibul maqom begitu terasa, menyejukakan hati para peziarahnya, tempat yang hanya di terangi lampu hijau ini benar-benar begitu terlihat sakral sehingga membuat setiap orang yang memasukinya merasa lebih tenang dan husyuk ketika membaca tahlil dan doa-doa.
Setelah itu kami menyeberang jalan untuk menuju makam Imam Syihabuddin al-Ramli, tapi kali ini beliau tidak ingin masuk, “cukup di depan saja mas” tutur beliau, terdengar kalamnya begitu sopan dan sebenarnya beliau tidak berkenan masuk karena tidak ingin menyusahkan orang lain.
Setelah itu kami berjalan kaki sambil menyusuri indahnya Kota Cairo lama, melewati Babul Futuh yang terlihat masih begitu kokoh meski umurnya sudah lebih dari ratusan tahun, sambil menggandeng tangan beliau kami menyusuri syari’ muiz, mentadaburi betapa indahnya peradaban Islam kala itu, ornamen serta arsitektur bangunan dan masjid begitu indah dengan di sinari mentari pagi yang hangat, beberapa kali beliau bercerita tentang kemajuan peradaban Islam.
Melewati beberapa toko beliau tertarik untuk membeli beberapa makanan kecil khas mesir seperti ruz bil laban (nasi yang dicampur susu) dan caramel, lalu beliaupun memakannya sambil menikmati sejuknya pagi, tak lupa beliau sisakan sebagiannya untuk saya makan, didalam hati “untung saya sendirian, mungkin kalau rame-rame saya gak kebagian karena banyak yang rebutan tabarukan dengan sisa makanan beliau”.
Sampai di Madrasah Barquq beliau ingat dulu pernah melihat atsar Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang sangat semerbak baunya, tapi karena sudah lama tak berkunjung, jalan dan tempatnya sudah agak lupa, seingat beliau di masjid Sultan Barquq, namun bukan ditempat yang sedang kita kunjungi, tempatnya agak terpencil dan melewati gang-gang sempit kata beliau, saya pun sesegera mungkin bertanya ke penjaga masjid dan warga sekitar, namun jawabannya selalu sama, mereka menunjukan ke Madrasah Barquq yang ada di syari’ muiz, begitu pula ketika saya menelepon ust.Antoni dan ust. Hafidz yang sudah lebih lama di mesir jawabannya sama dan mereka bahkan tidak tahu mengenai adanya atsar Rasulullah sallalahu alaihi wasallam yang ada di dalamnya.
Merasa sudak agak letih, beliau memutuskan untuk pulang tapi sebelumnya beliau minta untuk ziarah dulu ke makam Syekh Sholeh Ja’fari, sampai di makam beliau langsung membaca tahlil dan doa-doa seperti biasanya, namun anehnya seperti telah mendapat suatu jawaban dari sohibul maqom, beliau menyuruh saya lagi untuk menanyakan tentang Masjid Sultan Barquq ke penjaga masjid, sayapun menayakannya kembali dan ternyata benar, penjaga tersebut mengetahuinya dan memberikan alamat masjid tersebut kepada kami, tepatnya di daerah qorofah sekitar 100 m dari Asyirah Muhammadiyah (makam Syekh Zaki Ibrohim), padahal hampir setiap minggu saya kesini untuk ngaji Faidul Khobir syarah Shohih Bukhori kepada Syekh Umar Hasyim namun saya baru dengar di dekatnya ada masjid besar dan penuh dengan sejarah.
Mendengarnya beliau begitu antusias dan bergegas menuju kesana, tidak ada lagi rasa letih yang tersimpul di wajah beliau, sampai di sana kami di sambut oleh penjaga masjid yang terlihat begitu rapi dengan seragamnya, dia begitu senang dengan kedatangan kami, lalu dia mengantarkan kami kesetiap sudut masjid serta menjelaskannya satu-persatu, di sisi kanan dan kiri pengimaman ada 2 kamar besar, kamar disisi kanan ada makam keluarga dan anak-anak dari Sultan Barquq, dan disisi kiri ada makam Sultan Barquq yang dihiasi kaligrafi berwarna emas, lalu kami tanya dimana astar Rasulullah salallahu alaihi wasallam yang ada disini..?
Katanya sudah dipindahkan tidak tahu kemana, mungkin saja ke madrasah barquq yang sudah kami lewati tadi, di sudut kamar tersebut ada sebuah makam wali yang terlihat begitu sederhana tapi sangat semerbak baunya, beliaupun begitu tertarik untuk menziarahinya, makam itu adalah makam al-Arif billah Sayyid Ahmad bin Uqbah Alhadrami.
Setelah dirasa cukup kami memutuskan untuk pulang kembali ke home stay, memang beliau agak sedikit kecewa karena tidak dapat menemukan astar yang dulu pernah beliau jumpai, tapi Allah dan rasulnya maha tahu orang-orang yang hatinya begitu tulus dan rindu kepadanya, besok paginya kami berangkat bersama rombongan ke makam Imam Badawai di kota Tonto, setelah berziarah dan sholat duhur beliau kami ajak ke kamar tempat astar Imam Badawi didalamnya terdapat beberapa peninggalan Imam Badawi seperti tasbeh yang tersusun dari ribuan butir, tongkat kayu dengan panjang kurang lebih 70 cm, dan baju yang sudah begitu tua seperti baju orang badui kala itu, imamah dll.
Melihat peninggalan-peninggalan Imam Badawi beliau begitu senang dan bahagia terlihat dari senyumnya yang selalu tersimpul indah, apalagi ketika kami menunjukan beberapa helai rambut mulia Rasulullah sallalahu alaihi wasallam yang tersimpan rapi di dalam kotak kaca di kamar tersebut, dengan sumringah beliau langsung bermenghampiri dan tak henti-henti menciuminya serta bertabarukan dengannya, seakan menemukan apa yang dicari-carinya selama ini, kedua matanya berkaca-kaca meluapkan kerinduan yang lama terpendam, beliau melepaskan pecinya dan menempelkan kepalanya, melihat hal tersebut saya sangat terharu dan lega, karena ini adalah bukti nyata bahwa Rasulullah benar-benar menjawab kerinduan dari umatnya di dunia dan kelak nanti di akhirat.
Semoga kita selalu didekatkan dengan orang-orang sholeh seperti beliau, serta dapat mengambil teladan dari akhlaknya yang mulia. Amin
*Foto tulisan Menziarahi Makam Para Wali Bersama Gus Najih Maimoen adalah ketika beliau berada di makam Al-Arif BSayyid Ahmad bin Uqbah Alhadrami.
Kairo, 25 maret 2021 M.
Penulis: Fajar Agung.
*Melengkapi tulisan Menziarahi Makam Para Wali Bersama Gus Najih Maimoen, saksikan video berikut ini.