DOA YANG “DIPELINTIR”
1. Berseliweran di medsos manaqib (pujian kebaikan) untuk Mbah Moen selama hidupnya. Tentu ini bagus karena memang beliau adalah pribadi yang mulia dan unggul.
2. Namun saat residu pilpres masih dibawa-bawa, tentu ini buruk. Semisal, ada unggahan video seorang tokoh (sebut saja si A) yang mendoakan jenazah Mbah Moen, plus ditampilkan situs berita tentang hal itu. Lalu diakhiri dengan narasi “Gak dikasih sama Allah tangan-tangan hina memegang orang mulia. Yang mulia dikumpulkan sama yang mulia….”
Maka yang tidak terima dengan narasi di atas ganti menunjukkan video bahwa yg didoakan si A jenazahnya berkain biru, itu jenazah orang lain. Jenazah Mbah Moen bertutup kain hitam. Tidak hanya itu, pihak yang tidak terima juga menunjukkan situs berita bahwa yang memimpin pemakaman Mbah Moen adalah imam masjidil haram. Ditambahi narasi bahwa si A mendoakan di luar pagar dan seperti biasa bersuara lantang untuk ambil perhatian.
4. Saya senang semua orang mendoakan, bahkan lintas agama turut mendoakannya. . Jangan gusar ya. Saya senangnya karena semangat lintas agama adalah mencintai Mbah Moen yang memang beliau sangat cinta NKRI. Semangat mereka adalah persatuan dan kedamaian, bukan semangat membenci. Masalah hukumnya gimana, atau doanya dikabulkan atau tidak, itu kajian lain.
5. Saya kagum ke Mbah Moen, seorang mulia, kekasih Allah yang hidup dan matinya “diperebutkan” banyak orang. Mbah Moen wafat di tanah mulia, di bulan mulia dan di hari yang sama dg para pendahulunya yg mulia. Sayapun berucap innalillah dan membaca Fatihah, sebagai wujud pengamalan tradisi mulia, tanpa berpretensi bacaan fatihah saya akan diterima, saya tahu diri bahwa saya ini bukan siapa-siapa, apalagi merasa dekat Tuhan.Yang jelas, saya merasa tidak bisa berdoa yang makbul, apalagi yg didoakan mempunyai ciri ahli surga, maka justeru limpahan barokahnya Mbah Moen yang saya harap.
****
Keterangan: Fota lama Mbah Moen di Tambakberas bersama abah KH. Sholeh Abdul Hamid, KH. Amanullah Abdurrahim dan KH. Djamaluddin Achmad.
Penulis: Ainur Rofiq Al Amin, Pesantren Tambakberas Jombang.