Mencintai Suami Orang, Bagaimana Menyikapinya?

Mencintai suami orang

Assalamu’alaikum…

Saya Ibu dengan 1 putra. Usia saya 32 tahun. Saya dan suami bercerai karena tidak ada kecocokan, sering berantem dan saya merasa tidak mendapatkan nafkah lahir batin dari mantan suami saya. Anak saya baru berusia 5 tahun. Enam bulan yang lalu saya berkenalan dengan  seorang laki-laki dalam satu komunitas. Orangnya baik sekali. Memperlakukan saya dengan hormat dan selalu memberikan perhatian. Dua bulan yang lalu dia mengatakan bahwa dia suka dan menyayangi saya. Dan dari sikapnya, nampak sekali kalau dia sayang dan perhatian pada anak saya. Dengan pertimbangan keluarga, saya mengiyakan untuk menjalin hubungan dengannya.

Bacaan Lainnya

Tetapi sebulan yang lalu, saya baru tahu kalau dia sudah berkeluarga.  Menikah dan memiliki dua anak, yang satu SD dan satunya SMP. Saya kaget sekali karena sebelumnya dia mengatakan bahwa dia duda. Hancur hati saya Bu….

Tapi semua kemarahan dan penolakan saya, dia terima dengan ksatria. Semua perhatian dan kasih sayangnya tidak berubah sama sekali. Bahkan dia semakin intens mendekati saya dan anak saya. Meskipun semua WA, SMS atau telpon dia selalu saya tolak, tetapi dia selalu menemukan cara untuk menemui saya. Apakah di kantor, ketika menjemput anak saya sekolah, di acara komunitas atau pun di kegiatan yg lain, karena kami memiliki banyak kesamaan aktivitas dan komunitas, Bu.

Dia mengatakan bahwa dia akan menceraikan istrinya jika saya menghendaki, atau jika saya berkenan menjadi istri kedua. Dia juga akan meminta istri dan anak-anaknya untuk menerima saya dan dia memastikan kalau saya pasti diterima dengan baik. Terus terang, saya sangat mencintainya, Bu. Demikian juga anak saya selalu memanggilnya papa. Saya berpikir kalau laki-laki kan memang boleh berpoligami. Tapi saya juga bimbang. Apa yang harus saya lakukan ya, Bu? Mohon jawabannya…, Saya bingung sekali…. 

(Hamba Allah – Jogja)

____________________________

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Hamba Allah yang saya hormati, saya bisa memahami kebingungan Ibu. Mencintai seorang laki-laki yang sudah berkeluarga memang dilematis. Di satu sisi ada rasa cinta yang mendorong Ibu untuk menikah dengannya, namun di sisi lain ada istri dan anak-anaknya yang menjadi ‘penghalang’ pernikahan tersebut. Oleh karena itu jika Ibu merasa bingung, hal tersebut merupakan kondisi yang wajar dan menjadi pertanda Ibu baik. Mengapa menjadi pertanda Ibu baik? Karena Ibu masih menggunakan akal pikiran untuk merespon masalah ini.

Menurut ibu, laki-laki itu baik sekali. Memperlakukan Ibu dengan hormat dan selalu memberikan perhatian. Dia tampak sayang dan perhatian pada anak Ibu. Sesuatu yang membuat Ibu jatuh hati padanya. Namun demikian, karakter baik tersebut tampak berkebalikan dengan fakta bahwa dia telah membohongi ibu dengan menyatakan bahwa dia adalah duda. Bukankah orang baik itu tidak pernah bohong? Apalagi berbohong terkait dengan informasi yang menjadi pijakan penting dalam pengambilan keputusan menikah. Jika untuk hal besar saja dia berbohong, bagaimana dengan hal-hal kecil?

Tidak ada jaminan bahwa dia tidak (akan) berbohong untuk hal lainnya bukan? Ibu sudah merasakan betapa tidak enaknya dibohongi. Oleh karena itu, ibu bisa merenungkan hal ini sebagai bahan pertimbangan apakah dia pantas dan cocok untuk mendampingi Ibu mengarungi bahtera rumah tangga. Berbagai penelitian dan fakta di lapangan menunjukkan bahwa kejujuran adalah modal utama terciptanya saling percaya antara suami istri, dan saling percaya ini menjadi salah satu faktor yang memengaruhi keharmonisan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Jika modal tersebut tidak ada, maka sulit untuk membangun relasi yang harmonis dan membahagiakan.  Dan kejujuran ini adalah konsep yang tak terpisahkan dalam pembentukan keluarga maslahah.

Sebagian perempuan merasa tersanjung saat ada laki-laki yang mengatakan akan menceraikan istrinya untuk dapat menikahinya. Hal tersebut dapat dimaklumi karena mereka merasa menjadi prioritas bagi laki-laki tersebut. Namun demikian, Ibu dapat menilai komitmen laki-laki tersebut terhadap pernikahan sebagai sebuah ikatan yang kokoh. Dan dalam konsep keluarga maslahah, komitmen ini dapat dilihat dari perilaku seseorang untuk terus mempertahankan dan meningkatkan kualitas pernikahannya, serta mengupayakan kesejahteraan pasangan.

Jika kemudian ada seorang laki-laki yang akan menceraikan istrinya saat bertemu dengan perempuan lain (meskipun perempuan tersebut adalah Ibu), Ibu dapat menilai tingkat komitmen dia terhadap sebuah pernikahan. Ibu dapat menjadikan hal tersebut sebagai salah satu pertimbangan untuk mengambil keputusan.

Bagaimana dengan perhatian dia yang begitu intens dan tidak berubah meski Ibu tolak? Terkadang seorang laki-laki merasa perlu menunjukkan upaya keras untuk meluluhkan hati perempuan, dan perempuan merasa terbuai dengan hal tersebut. Namun justru di situ masalahnya. Jika ia seorang laki-laki single, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Ketika perhatian tersebut dilakukan oleh seorang laki-laki beristri, Ibu dapat memandangnya dari perspektif komitmen terhadap pernikahan. Ketertarikan terhadap perempuan lain barangkali merupakan fenomena yang umum terjadi  pada laki-laki beristri setelah sekian lama menikah.

Namun demikian, ada banyak laki-laki yang dapat mengendalikan dirinya untuk tidak menindaklanjuti menjadi sebuah perilaku yang mengarah pada perselingkuhan. Jika ada banyak laki-laki yang dapat menjaga dirinya, bagaimana dengan dia? Semoga Ibu dapat menilainya dengan jernih dan objektif sebagai bahan pertimbangan.

Poligami menjadi jalan yang diambil oleh sebagian orang untuk menghalalkan sebuah “hubungan lain”. Sebagai orang yang pernah menikah dan  tidak dapat mempertahankan pernikahan, Ibu dapat merasakan permasalahan yang terjadi dalam sebuah ikatan pernikahan. Dinamika pernikahan poligami akan lebih kompleks, karena bukan sekedar penerimaan dari istri pertama. Penerimaan tidak sama dengan kerelaan. Terkadang penerimaan dilakukan oleh seseorang karena keterpaksaan. Di luar hal tersebut, relasi yang terjalin setelahnya melibatkan pikiran dan perasaan dari berbagai pihak, termasuk anak-anak yang mungkin belum dapat memahami situasi yang terjadi.

Demikian Ibu, semoga uraian di atas dapat mencerahkan dan menjadi bahan pertimbangan sebelum mengambil keputusan penting dalam hidup Ibu.

Salam Keluarga Maslahah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *