Ada banyak model kyai dalam memberi nasehat kepada santri dan masyarakat. Tentu aja, para kiai memberi nasehat tidak asal bicara, tidak pula asal menyebut al-Qur’an dan hadits Nabi. Para kiai ketika memberi nasehat disertai riyadloh dan refleksi yang mendalam, sehingga selalu mengena di hati santri dan masyarakat.
Inilah yang dirasakan santri dan masyarakat atas nasehat Syaikhona Kholil Bangkalan. Sebagai guru para ulama Nusantara saat itu, Syaikhona Kholil ketika memberikan nasehat tidak cukup hanya dengan kefasihan lisan. Dalam hati beliau tersimpan energi “tenaga dalam” yang didapatkan karena riyadloh beliau.
“Ibda’ binafsik.” Mulailah dari diri sendiri. Ini yang ternyata yang menjadi pondasi Syaikhona Kholil sebelum memberikan nasehat. Terbukti, dalam sebuah kisah ada seorang bapak yang mengeluhkan anaknya yang suka makan gula. Si bapak ini sudah tak terhitung memberikan nasehat kepada anaknya, tetapi anaknya tidak pernah mau berubah.
Si bapak ini meminta obat atau apa saja kepada Syaikhona Kholil agar anaknya bisa berhenti makan gula. Si bapak sangat yakin kalau Syaikhona Kholil pasti mempunyai solusi untuk anaknya, karena si bapak ini takut kalau anaknya akan terserang penyakit karena kebanyakan makan gula.
Syaikhona Kholil memperhatikan betul keluhan tamunya ini.
“Bapak ini setiap hari apa hanya minum air?”, tanya Syaikhona Kholil. Tamunya kaget dengan pertanyaan ini, tidak menyangka mendapatkan pertanyaan balik seperti ini.
“Tidak kyai. Kadang saya minum kopi, kadang juga minum teh.”
“Pakai gula?”
“Ya, tentu saja kyai.” Jawab si bapak dengan penuh penasaran.
“Sekarang bapak pulang dulu saja. Tiga hari lagi nanti ke sini ya bersama anaknya.” Jawab Syaikhona Kholil.
Si bapak tadi masih musykil, karena sebenarnya berharap dapat air doa yang akan dikasihkan sama anaknya.
Tiga hari kemudian, si bapak ini datang bersama anaknya kepada Syaikhona Kholil. Anaknya didekatkan kepada Syaikhona Kholil berharap agar segera didoakan.
“Nak, kamu jangan suka makan gula lagi ya.” Nasehat halus Syaikhona Kholil dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
“Iya, kyai.” Jawab anak itu dengan ringan dan senang. Hati anak ini terasa sangat bahagia dengan sapaan kasih sayang dari Syaikhona Kholil.
Hanya itu yang disampaikan Syaikhona Kholil kepada anak itu. Tidak ada lagi pertanyaan soal gula lagi, malah Syaikhona Kholil bercengkrama santai penuh kasih sayang dengan si anak.
Si bapak akhirnya gundah, bingung dengan anaknya, karena merasa tidak mendapatkan doa apa-apa dari Syaikhona Kholil.
“Apa cuma begitu saja, kyai,” tanya si bapak dengan penasaran.
“Iya pak. Saya kira saya sudah sesuai dengan permintaan bapak. Saya sudah menasehati anak bapak agar tidak makan gula lagi.” Jawab Syaikhona Kholil dengan tenang.
“Kalau cuma nasehat itu, saya sudah tak terhitung kyai.”
“Saya jelaskan ya pak. Kenapa anda saya suruh pulang dulu dan baru tiga hari kemudian saya minta kembali ke sini. Karena saya berdoa dan berpuasa selama tiga hari itu dengan tidak makan gula, agar ketika menasehati anakmu omongan saya bisa dipercaya.” Jawab Syaikhona Kholil.
Mendengar jawaban ini, si bapak tertegun dan malu. Terasa ingin menangis di hadapan Syaikhona Kholil, seorang kyai yang sangat ia hormati. Bapak ini malu dengan dirinya sendiri sebagai seorang ayah yang belum mampu memberikan teladan dan belum bisa tirakat untuk anaknya.
Itulah Syaikhona Kholil Bangkalan. Kalau menasehati orang lain, selalu beliau menjadi orang pertama yang melakukannya. Tidak salah kalau karomahnya begitu besar, karena riyadloh dan tirakatnya luar biasa. Inilah teladan untuk kita semua hari ini. (mm)