Kisah KH Ali Maksum dengan Santri Unik Asli Gunungkidul.
KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta dikenal luas sebagai ulama besar yang melahirkan ulama, ilmuan, dan pemimpin bangsa. Kisah-kisah hidupnya dalam mengajar santri dikenal unik, khas, dan melekat di hati para santri. Beliau juga seorang kiai yang memiliki sifat welas atau kasih sayang kepada para santrinya. Seperti kisah berikut, penulis mendapatkan cerita ini ketika bersilaturrahim ke rumah salah satu santri KH. Ali Maksum.
Suatu ketika, ada santri baru masuk pesantren Krapyak. Maka sowanlah ia kepada KH. Ali Maksum. Ketika sampai di ndalem, ditanyalah ia oleh KH. Ali Maksum.
“Kowe tenan arep mondok? Yo wes, saiki nuliso nang kertas iki (Kamu beneran mau mondok? Ya sudah, sekarang menulislah di kertas ini)”, Kata KH. Ali Maksum sambil menyodorkan selembar kertas dan pulpen).
“Ngapunten, nulis nopo kiai? (Maaf, menulis apa kiai ?)”, Si santri bertanya.
“Karepmu (terserah kamu)”, Jawab KH. Ali Maksum singkat. Si santri semakin bingung atas jawaban KH. Ali Maksum tersebut.
Karena melihat si santri yang terlihat bingung, KH. Ali Maksum kemudian berkata, “Yowes, nuliso Qulhu wae (Ya sudah, tulislah surat al Ikhlas saja)”.
“O njih yai”, Jawab si santri singkat. Lalu mulailah santri baru tadi menulis lafadz surat al Ikhlas. Setelah selesai, disodorkanlah tulisan tersebut kepada KH. Ali Maksum.
Sambil mengangguk-angguk, KH. Ali Maksum berkata, “Yo wes cung, kowe tak tompo dadi santriku (Ya sudah nak, kamu saya terima menjadi santriku)”.
Setelah berkata demikian, KH. Ali Maksum memberikan setumpuk kitab yang akan dikaji selama tiga tahun sekaligus. Sambil berkata, “Iki kitab regane pitulas ewu (17.000). Gowonen disik (Kitab ini harganya 17 ribu. Bawa saja dulu)”.
Si santri pun merasa lega karena telah diterima mondok sekaligus bingung karena diberi seluruh kitab yang akan dikaji. Ia pun langsung menuju kamar santri.
Seminggu kemudian, Ia dipanggil oleh Mbah Ali lagi. Namun anehnya, ia langsung disabet menggunakan bambu kecil beberapa kali dan setelah selesai disuruh kembali ke kamar lagi. Anehnya lagi, ia tak merasa kesakitan.
Beberapa hari berikutnya, ia kembali dipanggil ke ndalem. Dengan hati berdebar, ia memberanikan diri menuju ndalem disertai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Mungkinkah akan disabet lagi? Hatinya was-was. Namun karena itu perintah kiai, ia tak berani menolak.
Setelah sampai di hadapan beliau, kemudian KH. Ali Maksum berkata, “Cung, kowe mesti ra kuat nek dikon mbayar kitab sing tak wei pas kae. Saiki ngene wae, ngomongo karo bapakmu, kitabe ra usah mbayar. Aku ngerti nek wong gunung kuwi podo kere” (Nak, kamu pasti tidak kuat jika diminta membayar kitab yang saya beri kemarin. Sekarang begini saja. Sampaikan ke bapakmu, kitabnya tak perlu membayar. Aku tahu kalau orang gunung itu miskin-miskin), Beliau berkata sambil tertawa ringan.
Si santri pun mengangguk. Ingin rasanya mengucapkan terima kasih. Namun saking takutnya, bibirnya kelu dan tak mampu berucap. Ia pun pamit dan menyampaikan salam KH. Ali Maksum kepada bapaknya beberapa hari kemudian ketika pulang ke rumah. Kenangan tersebut sangat membekas di hatinya hingga saat ini.
Santri tersebut adalah Kiai Zainuddin. Sosok dan tokoh pengayom masyarakat yang sederhana namun memiliki keilmuan yang menyamudera. Salah satu santri yang langsung mengaji kepada KH. Ali Maksum. Selain itu juga pernah mengalami beberapa kisah menarik dan unik bersama KH. Ali Maksum. Beliau berasal dari Gunugkidul, Yogyakarta. Saat ini bermukim di daerah transmigrasi Desa Bina Karya, Karang Dapo, Musi Rawas Utara, Sumsel. Mungkin beliau juga salah satu santri KH. Ali Maksum yang sangat jarang terekspos cerita-cerita unik dan menariknya ketika masih mondok di krapyak dulu.
Demikian Kisah KH Ali Maksum dengan Santri Unik Asli Gunungkidul, semoga bermanfaat.
Penulis: Charismanto, alumni Pesantren Luqmaniyah Kota Yogyakarta.