Kisah Gus Mus Ngaji Al-Fatihah kepada Kiai Abdul Qodir Munawwir

gus mus

Kisah Gus Mus Ngaji Al-Fatihah kepada Kiai Abdul Qodir Munawwir.

KH. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) begitu mencintai Krapyak. Ini tak lepas dari jejak hidup dan ngajinya di Krapyak kepada KH Abdul Qodir Munawwir dan KH Ali Maksum. Kiai Bisri Mustofa sangat dekat dengan KH Ali Maksum, sehingga putra-putranya nyantri di Krapyak, seperti Kiai Kholil Bisri, Gus Mus, dan Gus Adib.

Bacaan Lainnya

Ketika sampai di Krapyak, Kiai Bisri menyerahkan Gus Mus muda kepada Kiai Abdul Qodir Munawwir.

“Kiai, hari ini saya titip anak saya kepada Kiai. Tolong ajari anak saya bagaimana caranya membaca Al-Fatihah yang baik dan benar. Tapi ingat Kiai, kalau nanti shalat anak saya sampai tidak diterima oleh Allah subhaanahu wa ta’ala lantaran fatihah yang Kiai ajarkan, saya akan tuntut Kiai nanti di Yaumil Hisab.” Ujar Kiai Bisri kepada Kiai Qodir.

Dari sini, Kiai Qodir memegang teguh komitmennya dalam mendidik Gus Mus. Kiai Qodir benar-benar memberikan perhatian, sehingga bacaan al-Fatihah Gus Mus bisa baik dan benar.

Dalam suatu pengajian di Krapyak, Gus Mus mengisahkan dirinya mengaji Al-Fatihah kepada Kiai Qodir selama tiga bulan. Sampai-sampai Gus Mus seakan sakit hati karena santri-santri yang lain sudah khatam, tetapi Gus Mus sendiri masih saja ngaji Al-Fatihah.

Gus Mus akhirnya baru mengetahui bahwa apa yang diajarkan Kiai Qodir yang sangat disiplin itu benar-benar bermanfaat dalam kehidupan sehari-harinya.

Itulah kedisiplinan mengaji yang diwariskan Kiai Munawwir Krapyak, yang saat ini dilanjutkan para generasi penerusnya, seperti Kiai Najib Abdul Qodir dan almarhum Kiai Hafidz Abdul Qodir. (md/Bangkitmedia.com)

______________________

Semoga artikel Kisah Gus Mus Ngaji Al-Fatihah kepada Kiai Abdul Qodir Munawwir ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

BONUS ARTIKEL TAMBAHAN

Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.

Menjadi wali murid atau wali santri yang baik butuh kunci sukses tersendiri. Wali murid yang baik menjadi pintu utama lahirnya sosok murid/santri yang mudah menerima ilmu dari gurunya. Jangan sampai jadi wali murid yang malah menggangu atau menggagalkan proses belajar anaknya.

Di sini, kisah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani bisa menjadi pelajaran buat semuanya, khususnya yang sedang mempunyai anak sedang ngaji.

Saat itu, ada seorang yang busuk hatinya ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Orang itu lalu mencari jalan untuk menfitnahnya. Maka ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan mengintipnya.

Kebetulan, ketika ia mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya. Syekh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia akan makan separuh saja. Sisa makanan tersebut kemudian diberikan kepada muridnya.

Maka, orang tadi pergi kepada bapak murid Syekh Abdul Qadir tadi.

“Apa bapak punya anak yang ngaji kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani?”

“Ya, ada,” jawab bapak itu.

“Apa bapak tahu kalau anak bapak itu diperlakukan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selayaknya seorang hamba dan kucing saja? Syekh Abdul Qadir itu memberi sisa makanannya pada anak bapak.”

Mendengar cerita itu, si bapak itu hatinya panas dan segera pergi ke rumah Syekh Abdul Qadir.

“Wahai tuan Syekh, saya mengantarkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau diperlakukan seperti kucing. Saya antarkan anak saya kepada tuan Syekh, supaya anak saya jadi orang alim.”

Mendengar perkataan si bapak ini, Syekh Abdul Qadir hanya menjawab secara ringkas saja.

“Kalau begitu, ambillah anakmu!”

Si bapak itu kemudian mengambil anaknya untuk diajak pulang. Ketika keluar dari rumah tuan Syekh menuju jalan pulang, bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum dan ilmu hikmah.  Ternyata semua persoalan itu dijawab dengan sangat lengkap. Maka, si bapak itu akhirnya berubah fikiran untuk mengembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir.

“Wahai tuan Syekh, terimalah anak saya untuk belajar kembali dengan tuan Syekh.  Didiklah anak saya, tuan Syekh. Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga tidak diperlakukan seperti kucing. Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa karena belajar denganmu.”

Mendengar pernyataan itu, maka Syekh Abdul Qadir kemudian menjawab.

“Bukan aku tidak mau menerimanya kembali. Tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuhnya (terbukanya) untuk mendapat ilmu. Ini disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru.”

Inilah kisah sangat inspiratif kepada kita semua, khususnya para wali murid/santri. Kepada para guru/kyai, bukan saja santri yang wajib hormat, wali murid juga punya kewajiban yang sama. Santri dan wali santrinya itu sejatinya juga sama-sama murid dari sang guru. (Abu Umar/Bangkitmedia.com)

__________________

Semoga artikel Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak video terkait di sini

simak artikel terkait di sini

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *