Kisah Guru Sekumpul Sakit, Tetap Khusyu Shalat Bahkan Membantu Pasien Lain.
Abah Guru Sekumpul adalah sosok ulama besar yang menjadi panutan umat. Kisah hidupnya selalu menjadi pelajaran bagi siapapun. Spirit keteladanan tak pernah putus dalam jejak hidupnya. Termasuk ketika Guru Sekumpul sedang sakit dan dirawat di salah satu Rumah Sakit di Surabaya.
Kisah ini disampaikan KH. Fadhlan Asy’ari, masih sepupu Guru Sekumpul. Kisah ini terjadi saat KH Fadhlan masih ngaji di Pesantren Datu Kelampaian, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, asuhan KH Muhammad Syarwani Abdan (Guru Bangil). Saat itu, Guru Sekumpul harus opname selama 20 hari di Rumah Sakit Islam Surabaya. Ketika itu, beliau menderita sakit yang mengakibatkan operasi usus buntu.
Tentunya, bila sakit, ada orang lain untuk menjaga dan membantu seluruh keperluan si sakit. Nah, peran inilah yang dijalankan Fadhlan Asya’ri muda. Sebagai seorang ulama kharismatik, siapa saja pasti ingin berkhidmah kepada Abah Guru Sekumpul. Banyak orang yang siap mengorbankan harta dan tenaga untuk beliau. Namun, tidak semua beliau terima, termasuk ketika memilih siapa yang menjaga beliau di rumah sakit ketika itu.
”Nyawa saja sepupu unda di sini yang bisa menjaga,” (Kamu saja sepupuku yang menjagaku di sini), kata Guru Fadhlan meniru ucapan Abah Guru Sekumpul ketika meminta dirinya membantu selama dia dirawat di rumah sakit Islam Surabaya.
Selama 20 hari interaksi bersama Abah Guru Sekumpul di ruang perawatan, Guru Fadhlan banyak mendapat pelajaran dari contoh adab Guru Sekumpul. Diantaranya, Abah Guru Sekumpul selalu terlihat tenang, meski sedang didera penyakit. Tidak ada mimik sedih dan mengeluh ketika sakit terasa.
“Seingat saya, bagian perut Guru Sekumpul itu seperti bergerak-gerak, itu tandanya sakit kembali menyerang. Saya saksikan langsung, wajah beliau tenang, dan menunduk, memandangi perut, mungkin sambil berdoa,” kata Guru Fadhlan.
Shalat dengan Khusyu
Kendati sedang berbaring, dan infus menempel ditangan, bila azan berkumandang, Abah Guru Sekumpul langsung bangun. Dipapah ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu sendiri. Itu berulang-ulang selama lima waktu dalam sehari.
Sembari Guru Sekumpul berwudhu, Guru Fadhlan menyiapkan sejadah, kopiah dan sarung baru untuk keperluan shalat. Begitu keluar kamar mandi, Guru Sekumpul langsung berganti baju dan sarung baru. Shalatnya seperti kebanyakan orang sehat. Yang membedakan hanya infus yang tetap menempel.
“Saya berdiri di samping beliau, memegang infus turun naik ketika ruku dan sujud,” kenangnya.
Bahkan Menolong Pasien Lain
Abah Guru Sekumpul juga sering mengajak Guru Fadhlan berkeliling rumah sakit, menyapa pasien lain. Biasanya setelah shalat subuh, berbincang singkat lalu menyelipkan sejumlah uang dalam amplop.
”Infus tetap saya pegang, keadaan beliau tidak kalah sakit dari pasien lain. Masih sempat mendoakan serta memberikan bantuan tanpa diminta,” kata Guru Fadhlan.
Pasca operasi dan rawat jalan Guru Sekumpul memilih mencari rumah sewaan di Bangil. Sampai akhirnya diizinkan balik ke Martapura oleh tim dokter. Tinggal kontrol kesehatan di rumah sakit tiap 3 bulan sekali, memeriksa bekas operasi dan kesehatan.
“Tiap tiga bulan, Guru Sekumpul selalu ke Surabaya dan memeriksakan lagi kesehatan pasca operasi. Saya tetap ikut membantu,” ujar Guru Fadhlan.
Abah Guru Sekumpul memang dikenal sangat pemurah. Sepulang Guru Sekumpul dari kontrol di rumah sakit, Guru Fadhlan mengakui selalu dibekali uang dalam amplop. uang itu jadi bekal hidup sebagai santri di Bangil.
Sejak rutin melayani Guru Sekumpul, ia tidak pernah lagi menerima kiriman uang. Pasalnya, bekal langsung diberikan oleh Guru Sekumpul.
“Uang di dalam amplop itu cukup untuk kebutuhan saya selama tiga bulan. Bila menipis, Guru Sekumpul datang lagi kontrol ke rumah sakit dan singgah ke Bangil. kemudian memberikan uang lagi. Dan selalu pas uangnya untuk tiga bulan,” ungkap Guru Fadhlan.
Demikian Kisah Guru Sekumpul Sakit, Tetap Khusyu Shalat Bahkan Membantu Pasien Lain, semoga bermanfaat. (red/Bangkitmedia.com)