KH Munawir AF, Mustasyar PWNU DIY
Kalau kita mengamati foto-foto kiai zaman dulu, kebanyakan suka memakai tutup kepala surban. Lihat saja Simbah KH Hasyim Asy’ari, Simbah KH Wahab Chasbullah, Simbah KH Bisri Syansuri, dan simbah kiai lainnya. Mereka biasa memakai surban dalam kesehariannya.
Sangat berbeda dengan Kiai Zainal, Kiai Ali Maksum, Kiai Warson, dan kiai-kiai Krapyak, atau kiai masa kini umumnya. Apa mereka tidak suka surbanan?
Ada tiga alasan yang mungkin disampaikan. Pertama, mereka tidak terbiasa memakai. Yang kedua, lebih kelihtan “nasionalis”. Kan peci hitam tanda orang Indonesia. Yang ketiga (ini prediksi saya) untuk menghilangkan rasa tinggi hati.
Lihat saja Kiai Zainal dalam kesehariannya. Beliau paling-paling pakai kopiah putih. Andaikan pada suatu saat kepengin memakai surban, maka surban hanya ditutupkan kepala, atau hanya dikalungkan di pundak.
Karena tidak pernah pakai, misalnya beliau memakai, bayangan saya kok “wagu”, tampak aneh ya? He he. Demikian juga almarhum Kiai Sahal Mahfudh juga, yang kurus-kurus jadi tidak wangun? Sebaliknya Simbah Kiai Ali, akan lebih tampak gagah & berwibawa.
Ini cuma bayangan saya. Apa mungkin Anda juga ya? Hehehe…
Lha, yang tiru-tiru tidak suka surbanan saya amati itu Kiai Mustofa Bisri, yang pernah menjabat Rais Aam NU. Beliau tidak suka juga memakai surban. Walaupun banyak juga foto yang beredar beliau memakai surban, tapi itu dalam keseharian jarang dilakukan.
Andaikan Simbah KH Hasyim Asy’ari masih sugeng (hidup), dan tahu Gus Mus pernah jadi Rais Aam ternyata tidak mau memakai surban, Lha.. dalah… saya yakin pasti marah… (amit-amit ya, nanti kalau saya dimarahi Gus Mus, tak kandakke Simbah KH Hasyim Asy’ari) he.. he..
Tetapi ya itu, saya pernah tahu juga kok Gus Mus di salah satu fotonya atau ketika di rumah beliau memakai surban. Dasar Gus Mus, andai betul dimarahi Mbah Hasyim, tentu pandai beralasan. Lha wong sama persis dengan Gus Dur.
He he… maaf, kuwanen. Ning kiro-kiro gitu kok. Rasa-rasanya ya.
Allahu yarham
Krapyak, 01-04-2015.