Kiai Hasyim Asy’ari Tandai Keulamaan Kiai Jazuli Ploso Kediri

Kiai Hasyim Asy'ari dan Kiai Jazuli

Tahun 1922, saat itu NU belum berdiri. Tetapi gejolak politik Wahabi di Hijaz sudah bergemuruh luar biasa. Banyak pelajar-santri Indonesia yang mencari suaka keamanan, bahkan terpaksa ada yang kembali di Tanah Air. Salah satu santri yang terpaksa pulang itu adalah Jazuli Utsman, santri asal Ploso Mojo Kediri yang begitu haus ilmu.

Sebenarnya, tahun 1922 itu perlawanan terhadap Wahabi sudah dilancarkan oleh ulama’ Indonesia. Beliau adalah Kiai Faqih Maskumambang yang menerbitkan buku di Mesir. Buku itu mengecam keras ajaran dan perilaku Wahabi yang merusak tatanan ajaran Islam dan tatanan keamsyarakatan. Kiai Faqih ini kemudian menjadi Wakil Rais Akbar NU, atau wakilnya Kiai Hasyim Asy’ari.

Bacaan Lainnya

Kembali kepada santri bernama Jazuli. Sampai di Ploso Mojo Kediri, Jazuli memantapkan diri untuk mengaji di Tebuireng. Maklum, nama Kiai Hasyim Asy’ari saat itu bukan hanya masyhur di Nusantara, tetapi juga masyhur di Timur Tengah. Gelar Hadratussyaikh menjadi bukti pengakuan ulama’ Timur Tengah kepada sosok Kiai Hasyim Asy’ari.

Setiba di Tebuireng, Jazuli kemudian sowan kepada Kiai Hasyim. Jazuli kemudian matur ihwal niatnya untuk belajar kepada sang kiai. Jazuli sangat senang sudah menyampaikan niat hatinya kepada sang kiai yang ia takdzimi.

“Kamu di sini tidak perlu ngaji. Kamu ikut mengajar saja,” jawab Kiai Hasyim.

Kaget, itulah yang dirasakan Jazuli. Niat awalnya adalah ngaji kepada kiai yang masyhur ilmu haditsnya, tetapi dawuh guru malah memerintahkannya untuk mengajar. Jazuli hanya bisa patuh dan ta’at dengan perintah sang guru. Jazuli muda mengajarkan kitab Tafsir Jalalain kepada santri Tebuireng.

Baca JugaKiai Jazuli Ploso, Dari Jurusan Kedokteran Menjadi Pendiri Pesantren

Kiai Hasyim Asy’ari sebenarnya sudah mengetahui jejak petualangan Jazuli dari berbagai pesantren, bahkan sampai di tanah suci. Apalagi, selama ngaji di Nganjuk dengan Kiai Zainuddin, Jazuli sudah dikenal sebagai “Blawong” nya Pesantren Mojosari Nganjuk.

Mengajar di Tebuireng tentu bukan sembarangan. Tidak cukup ilmu saja, butuh mental yang kuat. Karena santri Tebuireng berasal dari berbagai daerah di Nusantara, sekaligus menjadi pusat keilmuan pesantren saat itu. Di sini, Jazuli muda mendapatkan ilmu yang luar biasa, yakni ilmu mengajar.  Jazuli muda mendapatkan pengalaman dalam membentuk mentalnya dalam mengajar santri. Karena ta’at sama sang guru, Jazuli mendapatkan berkah ilmu mengajar. Bekal ini juga yang kelak menjadi ilmu bagi Jazuli dalam membangun Pesantren Ploso Kediri.

Bukan hanya mengajar di pesantren, ternyata Jazuli juga ditugaskan Kiai Hasyim Asy’ari untuk mengikuti program bahtsul masail di berbagai daerah, mewakili Pesantren Tebuireng. Jazuli keliling mulai Semarang, Surabaya, dan lain sebagainya. Keulamaannya terbentuk, jaringan dengan sesama santri juga terjalin. Apalagi menjadi “juru bicara”  Tebuireng dalam forum bahtsul masail, pasti saat itu menjadi perhatian para santri dan kiai.

Begitu besarnya peran Tebuireng dalam membentuk pribadi Jazuli, sehingga ia sangat dekat dengan Kiai Hasyim Asy’ari. Tahun 1925, ketika Pesantren Ploso didirikan, Kiai Jazuli menggunakan kurikulum Tebuireng masa Kiai Hasyim untuk para santri Ploso. Kiai Jazuli juga mendirikan madrasah, dan langsung diresmikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari. (md)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *