Mbah Maemun Zubair Kekasih Allah
Pertama kali mengenal nama beliau saat diajak paman saya ikut kampanye PPP tahun 1997. Seingatku kampanye terakhir di era Orde Baru itu dua kali kampanye PPP di Cirebon yang dihadiri beliau. Kalau tidak salah saat kampanye di Sumber dan di Losari.
Selanjutnya mengenal lebih banyak saat nyantri di Kediri. Suatu ketika di acara akhirussanah, Lirboyo mendatangkan Mbah Maemun dan juga Kiai Said (saat itu Ketua PBNU).
Seusai Kiai Said memberikan ceramah, dilanjutkan beliau Mbah Maemun Zubair. Dalam ceramahnya itu beliau dawuh, “kalau saya produk lokal. Hanya di Lirboyo saja. Tidak seperti Kang Said yang belajarnya kemana-mana” .
Beberapa tahun yang lalu, kami bersama dosen-dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta anjangsana keliling sowan-sowan Kiai-Kiai. Salah satu yang kami sowani adalah Mbah Kiai Maemun. Di ndalem beliau kami mendapatkan jamuan, wejangan, dan doa dari beliau. Barusan saya cek di laptop, ternyata ada file rekaman dawuh-dawuh beliau saat kami sowan. Alhamdulillah.
Seusai sowan, salah satu di antara rombongan anjangsana (Kiai MG) bilang ke saya, “Kalau Mbah Maemun bukan wali, lalu siapa wali di negeri ini, Dris?”
Siang tadi di grup WA mendapatkan kiriman rekaman ungkapan belasungkawa dari Imam Masjid Al-Azhar As-Syarif, Syekh Zakariyya, yang secara eksplisit menyebukan kalimat al-Arif Billah dan Al-Wali kepada beliau. Kemudian disusul pendapat pribadi ketua umum PBNU yang juga menyebut beliau sebagai wali autad.
Sugeng tindak, Mbah Kiai. Selamat bersua guru-guru panjenengan, terutama Mbah Kiai Mahrus dan Mbah Kiai Marzuqi yang berdasarkan tuturan panjenengan sangat menyayangi panjenengan.
Penulis: Idris Masudi, alumni Pesantren Lirboyo Kediri.