Disambut dengan Gembira, Kami Malah Menyakiti Hati Gus Mus
Saya juga pernah menyakiti hati Gus Mus.
Jadi ceritanya, sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu (persisnya saya lupa), saya bertamu ke ndalem Gus Mus di Rembang, bersama Agus R. Sarjana dan Jamal D. Rahman. Datang sore hari menjelang Asar.
Kami disambut dengan gembira, dan seperti biasa, langsung disuguhi berbagai jenis makanan kecil dan racikan teh aroma mint, —dan juga kopi. Kami berbincang meriah, penuh canda tawa. Berbagai lelucon yang dikisahkan Gus Mus, membuat pertemuan begitu menyenangkan. Hingga adan Asar berkumandang, dan Gus Mus pamit sebentar untuk sembahyang. Sebagai musyafir, kami katakan bahwa di jalan kami mampir masjid dan sudah sembahyang Dhuhur sekaligus Asar.
Patut diketahui, bahwa sebelum tiba di Rembang, telah muncul persoalan cukup pelik di antara kami bertiga. Persoalan yang saya kira, sangat serius, yakni: Agus Sarjono ingin makan ikan bakar, Jamal D Rahman ingin makan kepiting, sementara saya ingin makan cumi-cumi. Persoalan ini muncul lantaran dipicu oleh cerita-cerita heboh kawan-kawan tentang Rembang, yang rata-rata mengatakan bahwa di Rembang ini tempatnya ikan-ikan laut segar. Nah, jika ditilik dari konten “Rembang Kota Pantai”, saya kira cukup wajar jika kami kemudian pamit sebentar (melalui santri Gus Mus), dengan mengatakan: “Kami akan melihat-lihat pantai sebentar. Nanti kami kembali lagi ke sini.” Santri Gus Mus tentu saja mengiyakan. Masa sih melarang tamunya melihat-lihat pantai?
Coba bayangkan, makan ikan laut segar, langsung di tepi pantai. Asyik banget kan? Maka alkisah, kami meluncur menuju kawasan pantai. Saya melihat, di pinggir pantai ada warung makan yang rame, dengan asap bakaran ikan yang menerbitkan selera. Maka segeralah kami masuk, pesan ini dan itu: ikan bakar, kepiting saus tiram, dan cumi-cumi goreng tepung mentega. Dahsyat pokoknya lah. Kami duduk menunggu sambil udud, bul-bul-bul. Bul-bul-bul…
Agak lama menunggunya memang, dan harus sabar, karena para pembeli sebelum kami juga masih antre. Di saat sabar menunggu itulah, saya lihat Gus Mus turun dari mobil, dan berjalan ke arah warung. Weee lah, cilaka ini, haduhhh….. kok? Itu Gus Mus ngapain ke sini? Tentu saja kami kaget dan pucat.
“Kalian ini tamu saya. Tamu itu, yaa makan di rumah. Masa tamu kok makan di warung?”
Seperti dijewer. Seperti dicubit. Dengan tersipu malu, saya batalkan pesanan, dan beriringan masuk mobil. Untunglah pesanan kami belum dibikin.
Sampai di rumah, Gus Mus langsung memperlihatkan “kesaktiannya”. Di meja makan, telah terhidang ikan bakar, kepiting saus tiram, dan cumi-cumi goreng mentega yang ukurannya besar-besar.
Kami pun kembali tertawa gembira.
Penulis: Joni Ariadinata, sastrawan dan budayawan.
______________________
Semoga artikel Disambut dengan Gembira, Kami Malah Menyakiti Hati Gus Mus ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait di sini
kunjungi juga channel youtube kami di sini