Anak Salah Menentukan Identitas Gender, Apa Solusinya?

perempuan tomboy

Assalamu’alaikum,

Salah satu teman anak saya yang berusia 5 tahun selalu memakai baju cowok. Padahal anaknya cewek. Bahkan seragam sekolahnya juga minta dijahitkan model kayak baju anak-anak cowok. Anak saya sering bilang kalau temannya ini selalu menjawab bahwa dia cowok dan selalu bermain dengan teman-teman cowoknya. Saya pernah tanya ke ibunya, kata ibunya biar saja, Mbak, dulu saya juga tomboy kok.

Bacaan Lainnya

Tapi terus terang, saya agak terganggu karena rasanya kurang pas, mengingat hal ini jadi menimbulkan kebingungan juga ke anak saya dan teman-temannya. Saya juga risih melihatnya, Bu.

Gimana ya.., apa yang bisa saya lakukan? Apakah baik jika saya memahamkan ibunya untuk mengembalikan cara berpakaian anaknya seperti kodratnya sebagai seorang perempuan? Caranya gimana? Dan apa yang harus saya lakukan agar anak saya tidak terpengaruh? Karena akhir-akhir ini dia mulai bilang  ingin memakai celana jeans kayak temannya. Terima kasih atas jawabannya (Rina – Jamal)

________________________

Wa’alaikumsalam Wr. Wb.

Bu Rina yang penuh perhatian, terima kasih sudah bercerita di Rubrik Konsultasi Keluarga Maslahah. Saya salut dengan perhatian ibu terhadap ananda dan teman-temannya. Saya akan menyampaikan terlebih dahalu bagaimana perkembangan identitas gender pada anak usia dini. Seorang ahli (Kohlberg) yang meneliti mengenai identitas gender menyebutkan bahwa pada usia 2 tahun anak sudah mampu mengidentifikasi apakah dirinya berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Namun demikian pemahaman tersebut masih terbatas pada baju atau aksesoris yang dipakai oleh seseorang.

Pada usia 3 tahun anak memahami bahwa jenis kelaminnya tidak akan berubah sepanjang waktu. Namun demikian pada usia tersebut anak belum memahami seorang perempuan tidak dapat menjadi ayah dan laki-laki menjadi ibu. Dan pada usia 5 tahun anak mulai memahami bahwa jenis kelamin tidak akan berubah sepanjang waktu. Anak juga memahami bahwa jenis kelamin tidak akan berubah hanya karena ia memakai pakaian atau aksesoris jenis kelamin yang lain.

Pemahaman anak terhadap jenis kelamin dan kodrat (misal: perempuan hamil dan menyusui anak) yang akan dialaminya di kemudian hari memang perlu disampaikan oleh orang tua kepada anak sejak dini. Namun demikian, pemahaman kita tidak jarang jenis kelamin tertentu harus berpakaian, berperilaku, bahkan bersifat sesuai dengan harapan sosial budaya setempat.

Langkah Ibu untuk membuka komunikasi dengan ibunda dari teman anak Ibu merupakan bukti bahwa Bu Rina cukup konsen terhadap tumbuh kembang ananda. Ketika anak kita berperan sesuai dengan jenis kelaminnya memang terasa lebih menentramkan. Menjadi model (figur/teladan) yang sesuai dengan jenis kelamin anak kita merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orangtua. Pada kondisi tertentu, ketika kita memiliki anak perempuan dan mememiliki beberapa sifat yang dianggap kategori maskulin (misal: tidak cengeng, kuat fisik, atau berani mengambil resiko) justru dianggap memiliki nilai plus.

Artinya sebagai orang tua kita perlu memahami secara lebih luas mengenai jenis kelamin, kodrat, peran, sifat maskulin dan feminin untuk memberikan teladan dan edukasi kepada anak tentang identitas gender. Kewaspadaan kita sebagai orang tua untuk tidak melakukan label negatif (stereotipe) (misalnya, perempuan lebih lemah), penindasan (subordinasi) (misalnya, anak laki-laki tidak boleh menangis), atau menomorduakan (marginalisasi) (misalnya, perempuan sebaiknya mengalah), hanya karena anak kita berjenis kelamin tertentu perlu dihindarkan.

Kebiasaan tersebut terkadang secara tidak disadari akan mengaburkan potensi anak sesungguhnya. Saya yakin memberikan edukasi dengan berbagai media (buku cerita, tayangan, atau boneka, dll) dan dilakukan dengan diskusi tentang pengenalan jenis kelamin, kodrat, peran, sifat maskulin dan feminin menjadi langkah yang baik untuk mengawal anak kita hingga remaja sehingga terhindar dari penyimpangan orientasi seksual. Pada saat melakukan pendampingan dan edukasi tersebut memberikan wawasan mengenai adab berhubungan antara laki – laki dan perempuan sesuai dengan tuntunan agama merupakan fondasi bagi anak untuk dapat berperan sesuai dengan kodratnya.

Wa Allahu A’lam

Salam Keluarga Maslahah

Referensi:

  • Levine, Laura E. Child Development: an active learning approach. California: SAGE Publication. 2011

__________________

*) Rubrik ini dikawal langsung oleh Nurmey Nurul Haq yang akbrab disapa Mbak Rully dan tim Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) PWNU DIY, akan tayang di bangkitmedia.com setiap satu minggu sekali. Bagi yang ingin konsultasi seputar keluarga dan anak, bisa mengirimkan pertanyaan ke [email protected].

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *