Amplop Sangat Tebal Itu Langsung Dikasihkan Seorang Habib dari Jakarta

Sejarah kemulyaan dan kasih sayang Mbah Maemon kepada santrinya dan mahabbah beliau kepada Habaib.

Kejadian ini saya alami pada bulan Nopember tahun 2000 M ketika saya dan bapak saya sowan kepada Mbah Maimoen untuk agenda resepsi pernikahan saya yang diagendakan di ndalem Mbah Maimoen, maka sudah selayaknya karena akad nikah di ndalem dengan resepsi yang besar-besaran, bapak saya menyerahkan sejumlah uang yang lumayan banyak karena biaya resepsi tidak sedikit.

Tapi, Subhanallah di luar dugaan uang yang dari bapak saya seharusnya untuk membantu acara resepsi ternyata oleh Mbah Maimoen uang dari bapak saya (amplop paling tebal) justru diberikan tamu seorang Habib dari Jakarta.

Bacaan Lainnya

Saya dan bapak saya cuma bengong dalam hati berpikir apa tidak keliru Mbah Maimoen memberikan amplop. Tapi itulah Mbah Maimoen tidak begitu peduli dengan uang dan begitu besar penghormatan dan mahabbah beliau kepada Habaib Dzuriyah Rosululloh.

Jadi pernikahan saya yang mengakidkan Mbah Maeimoen di ndalem Mbah Maimoen dan semua biaya resepsi dari Mbah Maimoen. Subhanallah, Masya Allah.

Satu tahun kemudian, ketika anak saya lahir saya sowan meminta nama untuk anak pertama saya, hampir satu jam beliau mencarikan nama yang pas dan cocok untuk anak saya. Sudah selayaknya saya memberi bisaroh tapi beliau menolak dan justru saya dikasih uang tambahan untuk biaya selamatan walimatu tasmiyah.. Ya Allah begitu besar rasa cinta beliau kepada santri-santrinya.

3 tahun kemudian setelah saya boyong, sekitar 2005 saya ditimbali dan dikasih uang sebesar Rp 4 juta rupiah dan beliau pesan agar kasihkan istri saya.. Subhanallah.. Masya Allah..

Kini beliau sudah menghadap Allah Ta’ala dengan begitu mulia. Tiada kata yang bisa kuucapkan selain doa dan berharap diakui sebagai santri beliau bisa bersama beliau.

(Tulisan ini saya tulis dan saya ceritakan sebagai pengalaman pribadi, sebagai santri Mbah Maimoen yang betul-betul terjadi. Saya alami sebagai bukti kemulyaan Mbah Maimoen Zubair)

Penulis: Ahmad Dimyati, Magelang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *