Waspada Mahar Politik Itu Haram
Oleh: Jamal Ma’mur Asmani, Peserta Konferwil ke-15 PWNU Jateng
Dalam Bahtsul Masail Waqiiyyah dengan mushahhih KH M Aniq Muhammadun, KH Raghib Sarang, dan KH Dr. Fadlolan Musyaffa’ di Konferwil NU Jateng (Sabtu malam Ahad, 07 Juli 2018) kemarin, diputuskan beberapa hal penting. Salah satunya tentang mahar politik.
Mahar politik apapun bentuknya adalah haram karena termasuk risywah (suap) yang diharamkan.
Hadits yang sangat populer:
لعن الله الراشي والمرتشي
“Allah melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap”
Kedua, haram memberi mahar politik dan menerimanya.
Hal ini sesuai dengan kaidah:
ما حرم اخذه حرم اعطاءه
“Apa yg haram diambil, maka haram diberikan”
Keputusan ini dalam rangka melahirkan pemimpin yg sesuai dengan standar syariat, yaitu; Muslim, adil, punya kompetensi, ahli ijtihad, dan peka terhadap kemaslahatan rakyat.
Sabtu Malam Ahad, 7 Juli 2018 di PP Miftahul Huda Ngroto Gubug Grobogan.
_________________
Semoga artikel Waspada Mahar Politik Itu Haram ini bermanfaat dan barokah untuk kita semua, amiin
BINUS ARTIKEL TAMBAHAN
Diplomasi Islam Gus Dur: Yang Lebih Tinggi dari Politik Adalah Kemanusiaan
Kejutan kembali datang dari hasil saya bongkar-bongkar file foto lama milik bapak. Di sampul album tertulis “Israel Okt 10/94”, bulan Oktober 1994. Menarik sekali pikirku, Israel, negara yang selalu jadi kontroversi di Indonesia. Ada Israel ada Palestina, kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Saya mulai buka dari halaman pertama album foto itu. Ada foto Gus Dur sedang memegang botol air mineral dengan background gurun warna coklat dan cahaya yang over-exposed. Beberapa frame awal bertempat di sebuah gurun dan nampak wisata kereta gantung.
Semakin jauh saya buka album foto itu. Setting tempat berpindah ke sebuah ruangan dengan meja melingkar dan hampir semua orang mengenakan jas. Jadi jelas ini sebuah acara formal. Termasuk Gus Dur ada di dalam foto tersebut, sedang berbincang dengan orang secara pribadi dan beliau sedang berbicara di forum, mungkin sedang menyampaikan makalah atau sejenisnya. Sebagian besar saya tidak mengenali orang-orang di dalam foto itu, yang jelas mereka akademisi. Ada juga sesi break (mungkin), karena terlihat peserta diskusi menikmati makan siang bersama dalam ruangan berbeda. Gus Dur juga terlihat ikut dalam acara tersebut bersama dengan peserta diskusi lain.
Rasa penasaran semakin mengusik benak saya. Akhirnya saya mengkonfirmasi ke bapak tentang foto tersebut. Bapak kemudian meng-iya-kan bahwa memang pernah ada pertemuan di Israel pada bulan Oktober 1994. Gus Dur jadi salah satu Keynote Speaker dalam acara tersebut. Tidak dijelaskan dengan detail acara tersebut, yang jelas pada waktu itu Israel sedang ingin membangun komunikasi dengan kelompok Islam. Berangkatlah Gus Dur berkapasitas sebagai tamu undangan. Sebagai pihak pengundang (inisiator) acara tersebut adalah Hebrew University, Jerusalem.
Menariknya, acara ini diselenggarakan dalam kondisi dimana Indonesia-Israel tidak mempunyai hubungan diplomatik. Jadi keputusan untuk bersedia jadi pembicara dalam acara ini sendiri sudah jadi kontroversi. Tapi Gus Dur memiliki pertimbangan sendiri dan memutuskan tetap berangkat. Dan memang selayaknya Gus Dur berkangkat, karena ini ruang yang bagus untuk menjelaskan Islam ke publik. Menjembatani komunikasi dengan kelompok Islam yang terputus akibat kecamuk perang Israel-Palestina.
Quote yang paling saya suka “Yang lebih tinggi dari politik adalah kemanusiaan”, ini bagi saya sudah final, tidak dapat diubah lagi. Jadi selama politik tidak mengabdi pada kemanusiaan hampir bisa dipastikan itu politik yang keliru, keblinger dan harus diingatkan. Kedewasaan berpolitik dan kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara banyak diajarkan Gus Dur, Khususon Gus Dur Alfatihah…(saya yakin bahwa fatihah ini akan sampai ke njenengan Gus, karena buktinya ndak balik lagi kok ke saya hehehe…)
Demikain Diplomasi Islam Gus Dur: Yang Lebih Tinggi dari Politik Adalah Kemanusiaan. Semoga bermanfaat.
Penulis: Aditya Rahman