Oleh: KH Kholid Ma’mun, Penulis buku Celoteh Santri dan juga alumnus Universitas Al-Azhar Cairo.
Kiai Imam Zarkasyi adalah seorang kiai yang lahir di Desa Gontor pada tanggal 21 Maret 1910, beliau adalah anak ketujuh dan putra bungsu dari pasangan Kiai Santoso Anom Besari dan ibu Nyai Sudarmi Santoso. Meski kehidupan keluarga cukup memprihatinkan, tetapi Kiai Imam Zarkasyi kecil menunjukkan minat dan kecintaan yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan
Ketika kecil beliau dinasehati oleh ibundanya “Kamu harus menjadi alim dan shaleh” (rupanya nasehat ini menjadi sebuah do’a yang mustajab). Sesuai wasiat ibundanya, Kiai Imam Zarkasyi kecil mulai mesantren dan sekolah pada usia 10 tahun. Untuk mewujudkan cita-citanya Kiai Zarkasyi kecil mempunyai jargon penyemangat yang akhirnya menjadi jalan keberhasilannya, yaitu “Biar kalah dalam kebendaan, tetapi tidak boleh kalah dalam pelajaran.
Berkenaan dengan Kiai Imam Zarkasyi penulis mempunyai cerita yang langsung penulis dengar dari para santri-santri beliau yang sekarang telah mengabdikan ilmunya di masyarakat
Diantaranya dalam sebuah obrolan para kiai (Kiai Maemon Ali, Kiai Ali Syibromalisi, Kiai Ustman Musthofa, Kiai Ali Musthofa, Kiai Mulhat dan saya) di sela-sela rapat dewan hakim Cabang Bahasa Arab Pekan Olahraga dan Seni Santri (Pospeda) Prov. Banten terbesit dalam pembicaraan para Kiai adalah mengenang masa-masa mondok di Darussalam Gontor dahulu (Pondok yang masyhur dengan dialog bahasa asing, di antaranya bahasa Arab), beliau-beliau (Kiai Maemon dan Kiai Ustman) mempunyai kesan yang berbeda, mendalam dan sangat menginspirasi jiwa kesantrian saya saat itu
Kiai Maemon Ali seorang tokoh yang aktif di PWNU Banten, menjabat Ketua Presedium FSPP Banten, Dewan Hakim MTQ Nasional bidang Tafsir dan beberapa kegiatan keorganisasian lainnya, baik bertarap Wilayah dan Nasional, beliau bercerita tentang sisi keilmuan Kiai Zarkasyi, kiai Maemon juga termasuk santri yang dekat dengan beliau karena Kiai Maemon dulu ketika masih menjadi santri Gontor beliau mendapat amanah menjadi bagian bahasa.
Bagian bahasa adalah termasuk bagian yang sangat penting di Gontor karena ia menjadi penyampai informasi-informasi penting kepada santri, tak jarang bagian ini juga sering dipanggil oleh Kiai Zarkasyi
Kata Kiai Maemon, “Kiai Zarkasyi kalau ngajar ilmu mantiq subhanallah enak sekali, dalem banget materinya, bahasanya fasih dan mudah dimengerti, contoh yang beliau sapaikan juga aktual dan mudah dicerna, sehingga santri mudah memahaminya. Lanjut Kiai Maemon, dulu satu kesempatan Pak Zar “sapaan akrab kiai Zarkasyi” diundang oleh Universitas Al-Azhar Cairo Mesir untuk memberikan sambutan kehormatan.
Pak Zar dalam sambutannya menyampaikan kepada audiens “antum Mashriyyun Arabiy, wa tatakallamuuna billughotil Arobiyyatil Mashriyah. Wal iroqiyyuna Arobiy wahum yatakallamuna billighotil Arobiyyatil Iroqiyah. WAHA ANA INDUNISI sa’atakallam billughotil Arabiyyatil Indunisiyah,” sontak tepuk tangan dan sambutan meriah hadirin memecah suasana acara saat itu. Demikian kenang Kiai Maemon Ali sambil nyeruput kopi di kantor FSPP Banten Ahad sore, 13 Oktober 2019.
Berbeda dengan kenangan Kiai Maemon, Kiai Usman Musthofa menyoroti sisi ibadah ritual dan wibawa kiai Zarkasyi. Kata Kiai Ustman (sambil mengenang masa lalu), Pak Zar kalau sudah masuk masjid maka beliau tak henti-hentinya mengerjakan sholat sunnah, demikian pula saat menjelang pelaksanaan sholat Jum’at, beliau terus mengerjakan sholat sunnah tanpa henti sampai khatib naik ke atas mimbar.
Cerita Kiai Ustman tentang ibadah kiai Zarkasyi, mengingatkan penulis dalam sebuah cerita yang disampaikan oleh Abah Sulaeman Ma’ruf (Pengasuh Pesantren Modern Daar El Istiqomah, beliau juga salah satu santri Gontor dan salah satu perintis berdirinya FSPP Prov Banten) kepada santri Ponpes Daar El Istiqomah dalam sebuah kesempatan nasehat upacara rutin Sabtu pagi. Abah Sulaeman mengatakan, Kiai Zarkasyi setiap malam mendo’akan putra-putrinya dalam sholat yang panjang tiada henti, sepanjang malam dan setiap hari. Setiap satu anak beliau munajatkan kepada Allah dalam 40 raka’at. Kebayang jika putra beliau sebelas orang, berarti 40 rakaat dikali 11 orang jadi 440 rakaat, Subhaballah….
Kembali kepada cerita Kiai Ustman, saking begitu luar biasa wibawanya kiai Zarkasyi, jika beliau melaksanakan sholat berjama’ah di masjid maka tak ada satupun santri yang berani beranjak dari tempat duduknya, apalagi keluar masjid, sebelum kiai Zarkasyi selesai sholat dan keluar masjid
Apa yang disampaikan Kiai Ustman diamini oleh Kiai Maemon Ali, karena memang demikian adanya. Kiai Maemon Ali menambahkan “Kiai Zarkasyi kalau sedang memberikan wejangan kepada santri, maka tak ada satupun santri yang berani bicara, semua fokus kepada nasehat beliau, mendengarkan wejangan-wejangan beliau, saking heningnya suasana kalaulah ada satu jarum yang jatuh maka akan terdengar oleh semua yang hadir di tempat itu.”
Demikian cerita luar biasa yang penulis dapatkan dari guru-guru penulis tentang guru kita Al-Maghfuru lah Kiai Imam Zarkasyi.
Semoga kisah pendek tentang Kiai Imam Zarkasyi ini mampu menjadi penyemangat para santri dalam menimba ilmu di pesantren, khususnya al-faqir penulis yang masih membutuhkan wejangan, nasehat dan do’a dari para Kiai.
Wallahu alam bisshawab
Taktakan, 20 Oktober 2019