Mbah Kyai Maimoen pernah berguru kepada Syekh Dhiyauddin al-Kurdi. Setelah Syekh Dhiyauddin kepundut dan dimakamkan di Mesir, beliau Mbah Moen ingin ziarah ke makam beliau tapi gak tau dimana pusaranya.
Syahdan, pas Saikhina ke Mesir, beliau naik taksi, tiba-tiba di tengah perjalanan mobil itu mogok, sopir taksi menyuruh beliau yang ditemani putra sulungnya KH Abdulloh Ubab untuk turun, dan si sopir ngecek kerusakan mobil.
Syekh Maimoen mencari masjid untuk sholat dan istirahat, ternyata di sekitar masjid itu tempat dimakamkanya Syeh Dhiya’.
Beliau ziarah, lalu kembali kemobil. Pas beliau datang mobil menyala.
“Ya Syekh anda memang dipanggil Syekh Dhiya’, mobil ini tidak ada yang rusak, tiba-tiba di sini di depan masjid mobil berhenti dan setelah anda ziarah mobil itu nyala kembali,” kata si sopir.
Kalau cinta kita tulus , maka akan di pertemukan dengan yang dicintai, tatkala taalluq seorang dengan orang lain kuat, dengan cara Alloh kita kan dipertemukan, seperti kisah Syaikhina Maimoen dengan Syekh Dhiya’ tersebut.
Selaras dengan sabda Nabi المرء مع من احب
“Orang kok ketemune karo wong seng yaknah terus, neng kene temune gento, neng kono gento pancen awakmu iku yo gento.”
Yang baik akan bersama yang baik, pun sebaliknya.
Wallohu ‘alam
Ila Syeikh Dhiya dan Syekh Maimoen, alfatihah
Penulis: Tamamu Niam Kafana, alumnus Pesantren Sarang.