Sepulang dari Mesir, saya sering diajak keliling silaturahmi ke beberapa kiai oleh almarhum ayah KH Nadhir Muhammad. Di antara sifat ‘nakal’ saya ketika diajak silaturahmi itu adalah saya mencoba berdzikir di hati dengan satu dzikir ketika sedang bertamu hanya untuk mengetahui apakah kiai tersebut mengetahui dzikir di hati saya atau tidak.
Sifat ‘nakal’ ketika masih muda yang tidak perlu ditiru. Hingga pada saat silaturahmi ke Gus Dur di Ciganjur, hal itu pun saya lakukan, dan betapa kagumnya saya ketika hendak berpamitan ternyata Gus Dur ‘mengetahui’ dzikir di hati saya tersebut bahkan meminta saya untuk membacanya setiap hari. Dari situ saya meyakini kalau Gus Dur ini bukan hanya kiai, namun sudah menjadi Kiai Sufi.
Namun, yang lebih saya kagumi adalah ketika saya menikah pada tahun 2008, ketika itu Gus Dur sudah semakin gerah / sakit dan sering cuci darah. Pada hari Rabu 12 Maret 2008 beliau baru saja cuci darah di jakarta, namun kamis pagi 13 Maret 2008 beliau rela menghadiri pernikahan saya di surabaya dengan kondisi tangan ada bekas cuci darah. Dari situlah puncak kekaguman saya pada beliau.
Beliau bukan hanya memilki hati yang mencintai Allah, tapi juga memiliki hati penyayang kepada semua makhluk Allah. Baik makhluk Allah yang baik atau tidak baik seperti saya yang pernah menebak nebak apakah beliau tahu isi hati saya atau tidak.
Semoga Allah menyayangi Gus Dur
الفاتحة الى كياهى عبد الرحمن واحد رحمه الله
اعوذ با لله من الشيطان الرجيم
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين
الرحمن الرحيم
مالك يوم الدين
اياك نعبد واياك نستعين
اهدناالصراط المستقيم
صراط الذين انعمت عليهم غير المغضوب عليهم ولا الضالين
آمين يا الله…
KH Ahmad Gholban Aunirrahman, Jember.