Pribadi yang rendah hati. Kiai Sahal walaupun ulama besar beliau selalu sederhana dan rendah hati.
Pernah pada suatu saat Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri meminta waktu untuk bicara lewat sambungan telepone melalui sambungan telepone Istana. Di ndalem rumah kyai semua telepone masuk tersambung lewat operator yang dijaga santri-santri ndalem putra. Saat itu staf istana telpon siang hari di saat jam-jam yang biasanya Kiai Sahal istirahat sare siang, semua santri ndalem paham betul saat-saat istirahat Kiai Sahal karena beliau sangat disiplin dalam manajemen waktu.
Oleh karena itu dengan sopan santri ndalem menginformasikan pada staf istana bahwa Kiai Sahal sedang istirahat dan dimohon untuk menghubungi kembali bakda Ashar.
Setelah Kiai Sahal wungu santri dalem matur bahwa tadi ada telepon dari Presiden lewat protocol Istana tapi tidak disaambungkan karena Kiai sare.
Lalu Kiai Sahal ngendikan “Derajatku iku opo leh Nang, nganti Presiden telepone wae kok tolak. Presiden nganti telepone kuwi berarti ono hal penting sing mesti dibahas. Besok maneh aku digugah ya”.
Dan ketika sore hari Presiden telepone dengan rendah hati Kiai Sahal meminta maaf bukan karena salah tapi karena menempatkan dirinya sebagai warga negara terhadap simbol-simbol negara.
Beliau selalu memandang dirinya sebagai Sahal bukan sebagai ulama besar karena kerendahan hatinya.
(Penulis: dr. Imron Rosyidi, dokter pribadi Kiai Sahal)