Ribuan Jamaah Nangis Histeris, Kiai Asrori Pimpin Doa Pakai Infus di Tangan

Ribuan Jamaah Nangis Histeris, Kiai Asrori Pimpin Doa Pakai Infus di Tangan

Ribuan Jamaah Nangis Histeris, Kiai Asrori Pimpin Doa Pakai Infus di Tangan.

Ribuan orang menangis histeris. Ini terjadi ketika jenazah Hadratus Syekh KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimasukkan ke liang lahat, kemarin. Kiai dengan wajah sejuk itu dikenal sebagai imam dan guru Tarekat Qodiriyah wan Naqsabandiyah Al-Usmaniyah yang sedang digandrungi jamaah. Kehadirannya dalam setiap majelis dzikir selalu diharapkan. Doa yang dipanjatkan selalu ditunggu jutaan jamaah Tarekat di seluruh Indonesia, bahkan sampai Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand.

Kiai Asrori -demikian ia biasa dipanggil–kemarin dini hari menghembuskan nafas terakhir, Selasa 18 Agustus 2009. Penyakit kanker yang menghinggapi tubuhnya sejak tiga tahun lalu menyebabkan ia harus menyerah ke Sang Khalik. Jenazah pimpinan Pondok Pesantren Al Fitrah, Kedinding, Surabaya ini dimakamkan di kompleks pondoknya sekitar pukul 11.00 WIB. Meski sudah sakit lama, namun mening­galkan kiai kharismatis ini tetap saja mengagetkan para santrinya.

Saya mengenal pimpinan tertinggi tarekat ini sudah sejak lama. Bahkan, namanya selalu disebut-sebut ayah saya yang memang juga penganut tarekat ini. Namun, baru mengenal secara pribadi setelah diperkenalkan KH Imam Sughrowadi saat berlangsung manaqib dan zikir kubro di pondok pesantrennya di Blitar, tahun 2005. Setelah itu, beberapa kali saya mengikuti pertemuan khusus dengan para santri setiap habis salat Jumat di kediamannya.

Mengapa para jamaah begitu kehilang­an kiai kharismatis ini? Selain ia adalah imam tertinggi thariqah yang memiliki jamaah terbesar di Indonesia ini, Kiai Asrori juga sangat mencintai jamaahnya. Ini ditunjukkan ketika berlangsung dikir akbar dalam rangka Hari Jadi Kota Surabaya ke 714, tiga tahun lalu. Seperti diketahui, sejak tahun 2006, di Balaikota Surabaya selalu digelar zikir akbar yang dipimpin Kiai Asrori. Ini menjadi tradisi puncak kegiatan hari jadi sejak tahun itu.

Nah, memasuki tahun kedua, Kiai Asrori mulai menderita sakit kanker darah. Beberapa hari menjelang acara berlangsung, ia harus masuk rumah sakit. Maka, zikir akbar di balai kota itu pun terancam berlangsung tanpa keberadaan Kiai Asrori. Sebagai antisipasi, panitia menyiapkan jalur khusus kursi roda menuju panggung utama untuknya. Baru pagi hari menjelang acara berlangsung, didapat kepastian Kiai akan hadir di majelis zikir tersebut.

Seorang santri dekatnya bilang, ketika itu Kiai memutuskan untuk hadir kare­na kasihan sama jamaah. “Mereka itu datang dari berbagai kota ingin melihat wajah saya, ingin mengamini doa saya. Karena itu, meski bagaimana pun saya harus datang agar mereka tidak kecewa,” katanya seperti ditirukan santri tersebut. Akhirnya, Kiai Asrori hadir di majelis itu dengan memakai kursi roda dan infus di tangan.

Begitu selesai berdoa, kiai pamit pulang. “Mohon maaf, saya sudah tidak kuat. Saya mohon pamit dulu untuk beristirahat,” katanya dengan berbisik kepada saya. Kehadiran kiai di majelis zikir dalam keadaan sakit itu membuat puluhan ribu jamaah yang hadir menangis. Saat itu, saya melihat Menkominfo Prof Dr Mohammad Nuh yang hadir dan sejumlah habaib serta para santri terdekatnya menyeka air mata. Belakangan, Kiai Asrori juga seirng menghadiri acara zikir meski masih dalam keadaan sakit.

Dalam haul Akbar terakhir di Ponpes Alfitrah Kedinding bulan lalu, Kiai Asrori juga memimpin sendiri doanya. Hanya saja, tabung alat bantu pernafasan selalu tersedia di sampingnya. Tampaknya, haul bulan lalu itu merupakan haul pamitan beliau kepada para jamaahnya. Setelah itu, sakit beliau semakin parah. Beberapa jam menjelang subuh kemarin, kanker darah telah mengantarkan beliau ke peristirahatan terakhirnya dalam usia 52 tahun.

Acara haul tahunan ini dihadiri ratusan ribu jamaah dari berbagai kota dan luar negeri. Para jamaah biasanya ditampung di rumah-rumah di sekitar pondok. Untuk makan para jamaah, juga disiapkan ratusan ribu bungkus nasi. Di antaranya juga merupakan sumbangan para warga di sekitar pondok. Pada haul ter­akhir kemarin, hadir ulama besar dari Makkah, Habib Umar Al-Jaelani.

Dia adalah cucu Syekh Abdul Qadir Jaelani, ulama yang menjadi panutan pa­ra penganut tarekat. Dalam setiap haul, kisah hidup ulama yang dipercaya sebagai wali Allah ini dibacakan. Kisah itu dikenal dengan kitab Manaqib. Manaqib ini dibaca bersamaan dengan salawat dan kisah-kisah Nabi Muhammad.

Kiai Asrori lahir di Surabaya, 17 Agustus 1957. Ini berarti meninggal sehari se­telah ulang tahunnya ke 52 kemarin. Dia adalah putra kiai besar di wilayah Surabaya utara, KH Usman Al-Ishaqi. Ayahnya juga seorang mursyid tarekat. Setelah menikahi Ibu Nyai Muthia Setiyawati, Kiai Asrori dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri. Putra terbesarnya kini masih studi di perguruan tinggi.

Kiai Asrori meninggalkan kita semua dalam usia yang relatif masih muda. Namun, ia telah berhasil menjadi panutan dari jutaan jamaah tarekat di berbagai nusantara dan negara-negara lainnya. Akankah lahir kiai pengganti beliau yang bisa menjadi penutan kita semua? Sungguh Kiai, kami pasti akan rindu dengan fatwa-fatwa dan wajah sejukmu.

Rabu, 19 Agustus 2009.

Penulis:  Arif Afandi, mantan wakil wali kota Surabaya yang juga santri Al-fitrah.

________________

Semoga artikel Ribuan Jamaah Nangis Histeris, Kiai Asrori Pimpin Doa Pakai Infus di Tangan ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, ammiin..

simak artikel terkait di sini

simak video terkait di sini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *