Ramadan Tak Terlupakan di Bawah Bimbingan KH Nafi Kajen

Ramadhan Tak Terlupakan di Bawah Bimbingan KH Nafi Abdillah Salam Kajen

Ramadan Tak Terlupakan di Bawah Bimbingan KH Nafi Abdillah Salam Kajen- “Iko Lho Elingke, Nek Sing Ngelingke Aku Dak Payah”

Saat masih mondok di Pondok Pesantren Mathali’ul Huda (PMH Pusat) Kajen, Ramadhan merupakan momen yang selalu saya tunggu. Sebab, selama Ramadhan wallahu yarham Abah KH Ahmad Nafi’ Abdillah selalu ngimami shalat maktubah 5 waktu, momen dimana para santri bisa selalu berjamaah dengan beliau sepanjang waktu. Selain itu, selama Ramadhan, Abah selalu berada di Mushalla Thariqah untuk beruzlah, sehingga rasa-rasanya, para santri selalu ditemani oleh beliau sepanjang Ramadhan.

Pernah, suatu ketika, saat Maghrib tiba, santri yang mengikuti jamaah shalat Maghrib bersama beliau hanya sedikit, lantaran sebagian masih berbuka puasa, dan sebagian yang lain masih ada yang sibuk di kamar mandi. Santri-santri yang sedang mandi di kamar mandi samping Mushalla ini suaranya begitu bising. Teriakan-teriakan dan gedoran pintu menggaung-gema ke seluruh penjuru Mushalla. Riuh redamnya betul-betul mengganggu jalannya Shalat Maghrib berjamaah santri dengan Abah.

Selepas salam, dengan suara lembutnya, Abah berkata kepada santrinya yang ikut berjamaah, sembari menunjuk ke arah kamar mandi yang sangat bising itu,
“Iko lho elingke, nek aku sing ngelingke dak payah.” Itu (yang sedang pada mandi dan berisik) lho ingatkan. Kalau aku yang mengingatkan, bisa payah. Santri yang mendengar dhawuh Abah saat itu pun langsung Sami’na wa Atha’na. Seusai shalat berjamaah, teman-temannya yang tadi mandi di kamar mandi samping Mushalla itu langsung diingatkan dengan pesan Abah yang sangat mengagetkan itu.

Melihat kejadian itu, saya kemudian merenung, mengapa Abah mengutus santrinya untuk mengingatkan santrinya yang lain, supaya ketika ada orang sedang Shalat Berjamaah di Mushala, tidak ramai-bising di Kamar Mandi. Hal yang sama juga sering saya temui, dan saya pertanyakan lama dalam diri saya, ketika saya menjadi pengurus pondok. Ketika melihat pelanggaran santrinya, Abah tidak langsung menegur. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah saat beliau ngimami Shalat Subuh sementara sebagian santrinya masih tertidur pulas di Asrama Pondok.

Pada hari-hari biasa, di luar Ramadhan, Abah istiqamah mengimami jamaah Shalat Subuh di Mushalla. Biasanya, dari Ndalem beliau berangkat ke Mushalla, melintasi Asrama Pondok. Terkadang, saat beliau berangkat ke Musholla, santri-santri masih tertidur pulas di teras Asrama. Namanya juga pengurus teman sebaya, kadang ketika membangunkan temannya tidak dihiraukan, atau malah sama-sama masih tidurnya baik santri dan pengurusnya, sehingga tidak ikut Shalat Subuh berjamaah bersama Abah.

Dulu, saya pernah punya pertanyaan yang saya pendam dalam-dalam, mengapa Abah tidak membangunkan dan terkesan membiarkan para santri yang masih tertidur, saat beliau melintas di area Pondok untuk mengimami Shalat Subuh? Padahal santri-santri itu tidur di teras Asrama, juga teras Ndalem Mbah Dullah, yang selalu tampak jelas di depan mata saat Abah miyos setiap kali hendak ngimami Subuh?

Dulu, saya selalu menjawab dengan Husnudzdzon, bahwa Abah sedang melatih para pengurus Pondok, supaya menjadi pribadi-pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab, mau berkhidmah kepada Pondok secara sungguh-sungguh. Dan membangunkan para santri untuk berjamaah Subuh merupakan tugas yang harus dijalankan oleh Pengurus. Kedewasaan dan latihan tanggung jawab saat menjadi pengurus ini adalah modal penting bagi para santri saat mereka nanti harus kembali ke masyarakat.

Tetapi, pagi ini aku terhenyak. Saat sedang membaca Tafsir Mafatih al-Ghaibnya Imam Fakhruddin Ar-Razi, aku menemukan sebuah hadits yang dinukil Imam Ar-Razi dari Kitab Muwaththa’-nya Imam Malik, yang kejadiannya mirip persis dengan kejadian bagaimana Abah Nafi’ mentarbiyyah santri-santrinya:

رُوِيَ «أنَّهُ عَلَيْهِ السَّلامُ دَخَلَ المَسْجِدَ فَرَأى نائِمًا، فَقالَ: يا عَلِيُّ نَبِّهْهُ لِيَتَوَضَّأ، فَأيْقَظَهُ عَلِيٌّ، ثُمَّ قالَ عَلِيٌّ: يا رَسُولَ اللَّهِ إنَّكَ سَبّاقٌ إلى الخَيْراتِ، فَلِمَ لَمْ تُنَبِّهْهُ ؟ قالَ: لِأنَّ رَدَّهُ عَلَيْكَ لَيْسَ بِكُفْرٍ، فَفَعَلْتُ ذَلِكَ لِتَخِفَّ جِنايَتُهُ لَوْ أبى»

Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah masuk masjid lalu beliau melihat ada seseorang yang masih tidur (di masjid). Beliau lalu berkata, “Wahai Ali, bangunkanlah dia supaya ia lekas berwudhu”.

Sayyidina Ali pun lantas membangunkan orang itu. Kemudian Sayyidina Ali bertanya kepada Baginda Nabi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau adalah orang yang sangat cekatan untuk melakukan kebaikan-kebaikan, lalu mengapa engkau tidak membangunkannya?”

Nabi menjawab, “Karena sesungguhnya penolakannya terhadapmu (terhadap perintahmu agar ia bangun) itu tidak termasuk sebuah kekufuran. Maka kulakukan itu, agar supaya pelanggarannya ringan, andaikata ia menolak (untuk dibangunkan).”

Membaca ‘ibarat ini, aku benar-benar tersentak. Tiba-tiba rasa rindu Abah menusuk hati dan meruyak. Maturnuwun Bah.

Al-Fatihah.

“Pinta santrinya menjadi Imam,
Shalat Tarawih bermalam-malam,
Dalam Ramadhan sibuk berqiyam,
Kiai Nafi’ Abdillah Salam.”

(Salah satu petikan Ruba’iyyat, dalam “Ruba’iyyat Kerinduan untuk Kiai Nafi’ Abdillah Salam, yang pernah saya gubah selepas beliau wafat. Al-Fatihah, lagi).

Semoga artikel Ramadan Tak Terlupakan di Bawah Bimbingan KH Nafi Abdillah Salam Kajen ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak artikel terkait Ramadan Tak Terlupakan di Bawah Bimbingan KH Nafi di sini

kunjungi juga channel youtube kami di sini

Penulis: Sahal Jepara.

Editor: Muhammad

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *