Rahasia Tirakat Sang Ibu Lahirkan Karomah Mbah Abdul Karim Lirboyo

Rahasia Tirakat Sang Ibu Lahirkan Karomah Mbah Abdul Karim Lirboyo

Rahasia Tirakat Sang Ibu Lahirkan Karomah Mbah Abdul Karim Lirboyo.

Berikut ini adalah sepenggal kisah perjuangan ibunda almarhum almaghfurlah KH. Abdul Karim pendiri pondok pesantren Lirboyo Kediri.

(Transkrip sekaligus terjemah semampunya pidato almarhum almaghfurlah Mbah Yai Abdul Azis Manshur)

—-

Mbah Kyai Lirboyo, bisa menjadi seperti itu (Menjadi kyai luar biasa), sebab ibunya.

Jadi apa yang dilakukan ibu, menentukan sekali bagi anak.

Mbah Kyai Lirboyo itu di tinggal wafat ayahnya, masih umur enam tahun. Lalu, ibunya di nikah orang lain, bukan kyai, orang biasa, hanya bekerja saja, dan hidupnya selalu dalam kekurangan.

Ibunya, di ajak berjualan di pasar dengan ayahnya yang baru. Lha setiap ke pasar, berkali-kali melihat jarik (sejenis kebaya khas wanita jawa) yang batikan tulis, batikan tangan yang mahal harganya. Setiap melihat jarik apik itu hanya bisa mengelus-elus saja. “Oalah, kapan ya, aku bisa membeli jarik yang seperti ini”.

Tiga tahun, baru mendapatkan rizki sebab jualan laris, bisa membeli jarik itu. Tiga tahun mulai angan-angan, baru bisa membelinya!

Baru dipakai kira-kira selang sebulan dua bulan. Pas berjalan akan ke pasar. Lewat salah satu rumah. Didalamnya ada suara orang menangis. Beliau lalu memasukinya, kemudian bertanya: “Ada apa, Mbak. Kok menangis?”. Dan dijawab: “Aku ini baru melahirkan, Mbak. Tapi sarungku cuma satu. Setiap anakku kedinginan, tidak ada yang buat menyelimutinya. Setiap aku menyelimutinya, tidak ada sarung lain, dan ganti aku yang kedinginan.”

Beliau langsung pulang.

Jarik yang beliau inginkan selama tiga tahun itu, baru dipakai satu bulan, diambil! Di bawa diberikan orang itu. “Sudah, ini, Mbak. Ini sampeyan pakai saja. Yang masih baik pakailah, yang lama buat mopoki/menyelimuti anakmu.”

Lha orang yang melahirkan itu menangis. Berdoa, “Muga-muga, Anda dibahagiakan Gusti Allah lewat anak. Sebab aku susah karena anak, Sampeyan bahagiakan,”. Di doakan: “Muga-muga, Anda dibahagiakan Gusti Allah lewat anak. Sebab aku punya anak susah, Sampeyan bahagiakan.” Akhirnya apa? Beliau di anugrahi putra yang namanya Mbah Kyai Abdul Karim. Sebab doa itu tadi!

Makanya, diceritakan:

ليس العطاء من الفضول سماحة

Laysal athau minal fudhuli samahatan

Jadi, memberi barang turahan, memberi barang yang sudah tidak mau. O, bukan dinamakan orang yang dermawan. Kecuali kamu memberi apa yang kau sukai, kau berikan. Sehingga yang tertinggal dirumah tinggal sedikit. Kalau dalam al-Qur’an:

لن تنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون

Lan tanaalul-birra hatta tunfiquu mimma tuhibbuun.

Jadi yang masih suka, disedekahkan.

Lha itu betul-betul di doakan, manjur bener! Dan ini termasuk.

Monggo, para ibu, para bapak. Yang sering memberikan kebahagian apa kepada orang baik-baik. Anak yang kecil-kecil itu. Ya kadang-kadang. Yah, pokoknya terserahlah. Yang penting kita senang supaya anak kecil itu jadi baik. Insya Allah anak saya anda semua kelak oleh Gusti Allah akan dijadikan baik.

—-
Catatan pengetik: Alhamdulillah, tahaddutsan bin-ni’mah. Beliau almarhum almaghfurlah KH. Abdul Azis Manshur adalah mustahiq (Wali kelas) almarhum ayah. Selain beliau, yang menjadi wali kelas ayah adalah almukarram KH. Anwar Manshur Lirboyo, KH. Ilham Nadhir Jamsaren Kediri, dan KH. Sa’dullah Zain (KH. Tahrir Tawang Nganjuk).
Dan alhamdulillah, kami empat bersaudara, semuanya tamat belajar di Pondok agung Lirboyo.
Allahummanfa’na bibarkatihim wahdinal-khusna bihurmatihim.

Penulis: Robert Azmi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *