Rahasia Makna Kebaikan Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Oleh Edi AH Iyubenu, Wakil Ketua LTN PWNU DIY
Umpamakan Anda sedang berpuasa sunnah, lalu Anda bertamu ke seorang sahabat, dan ternyata di atas meja di hadapan Anda telah disiapkan sajian menu lengkap, plus buah-buahan segar, dan minuman-minuman lezat, apa gerangan yang akan Anda lakukan? Meneruskan puasa sunnah ataukah menyantap hidangan tuan rumah?
Berpuasa sunnah jelas adalah kebaikan. Memuliakan tuan rumah yang telah bersusah payah menyiapkan sajian besar kepada Anda, sebagai tamunya, juga adalah kebaikan. Di antara kedua kebaikan itu, Anda berposisi untuk memilih antara kebaikan pertama dan kebaikan kedua.
Syaikhuna Habib Umar Al-Hafidz suatu hari menghadapi situasi tersebut. Dan beliau memilih kebaikan yang kedua: membatalkan puasanya dan menyantap sajian dari tuan rumah. Tak ada raut sesal atau gundah apa pun di wajahnya.
Pertanyaan yang telah mengendap lama di hati saya malam ini pecah dan membuat saya ngungun pas berjumpa dengan tuturan Syekh Abdul Qadir al-Jailani qaddasahulLah dalam kitabnya, Adab al-Suluk wa al-Tawasshul Ila Manazil al-Muluk, di bagian “rahasia kebaikan”.
Beliau qaddasahulLah menukil surat al-Baqarah ayat 216: “Berperang diwajibkan kepada kamu padahal berperang itu adalah hal yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Dan Allah Swt lah yang mengetahui dan kamu tidak mengetahui.”
Kemudian beliau menasihatkan: “….mintalah kepadaNya keridhaan dengan ketentuan dan karuniaNya, perlindungan abadiNya bagi dirimu yang telah ditempatkanNya dari satu hal ke hal lain, sebab kau tak tahu di mana letak kebaikan –di balik kesulitan atau kemudahan. Dia Swt telah menyembunyikan pengetahuan tentang hal-hal tersebut darimu dan hanya Dia sendirilah Yang Maha Mengetahui yang baik dan yang buruk.”
Di antara dua pilihan tadi yang secara lahiriah sama-sama baik, kiranya langkah yang perlu kita ambil sebelum memutuskan ialah meminta tolong kepada Allah Swt. Perkara sejenis ini takkan kuasa diemban oleh akal pikiran semata. Maka, secara rohaniah, kembalikan saja hal-hal yang memungkinkan dijalani itu kepadaNya.
Lalu, bagaimana cara kita mengetahui bahwa pilihan kedua, misal, merupakan karunia dan kehendakNya kepada kita –dan artinya di dalamnya lah terkandung banyak kebaikan? Bukankah ia rawan betul sekadar kehendak kita yang diinfeksi oleh dorongan pikiran yang bercabang-cabang tak keruan, atau hawa nafsu, atau malah tipu daya setan, sehingga di dalamnya rawan keburukan yang kita sangka kebaikan?
Syekh Abdul Qadir al-Jailani memberikan kiat jernihnya kepada kita. Yakni: “Senantiasa bersikap demikian (mintalah kepadaNya keridhaan dengan ketentuan dan karuniaNya, dst.) sampai kehendakmu pupus dan nafsu dirimu hancur berkeping-keping…akan lenyaplah segala kehendakmu dan angan keinginanmu (ini karut-marut pikiran). Selanjutnya, hatimu diisi dengan kecintaan kepada Allah Swt dan keinginan untuk mencapaiNya pun menjadi tulus (pentingnya hati yang tulus). Setelah itu, kehendakmu (yang baru, setelah bermohon ridhaNya) akan dikembalikan lagi kepadamu melalui perintahNya (ilham) bersama dengan kecenderunganmu untuk menikmati dunia dan akhirat. Lalu, kau akan meminta hal-hal ini (terus, jadi kebiasaan, habitat) kepada Allah Swt dalam kepatuhan kepadaNya dan keselarasan denganNya.”
Terang sekali sekarang bahwa fase berikutnya dari mengembalikan kepada Allah Swt dua pilihan tersebut (dalam contoh di atas) dengan mengharap keridhaanNya semata akan membuat “kecenderungan kehendak pertama” (yang bersumber dari lalu-lalang pikiran, hawa nafsu, atau bujuk rayu setan) pudar dari diri kita. Atau, ia mesti ditekuri hingga pudarlah, luruhlah, di hati. Jika belum, teruskan, lanjutkan, dan begitu terus.
Kemudian, usai pudar, akan dihadirkanNya betikan ilham-ilham kepada diri kita, yang telah bersih dari amukan para pegganggu rohani itu, dan inilah yang dimaksudkan beliau qaddasahulLah sebagai “kehendakmu akan dikembalikan lagi kepadamu melalui perintahNya bersama dengan kecenderunganmu untuk menikmati dunia dan akhirat”.
Memang lalu hanya diri dan Allah Swt yang tahu bahwa kecenderungan kehendak kedua itu adalah “hal baru” yang dikaruniakanNya pada diri kita –walaupun bisa saja bentuk pilihannya sama dengan kecenderungan kehendak pertama tadi. Ihwal bentuk dan keadaan, bukanlah masalah sama sekali. Yang terpenting, secara batiniah, rohaniah, ia telah bersumber kepada Allah Swt semata –bukan lagi dorongan hawa nafsu dan sekaumnya.
Kehendak kedua ini mestilah kita terima dalam wadah hati yang tulus, jujur, dan lillahi ta’ala. Agar kemurniannya tetaplah terjaga, tak dibajak hawa nafsu dan tipu daya setan.
Beliau qaddasahulLah mengatakan: “Maka jika Dia Swt telah menganugerahimu suatu karunia, bersyukurlah. Dan jika Dia tak memberikannya, maka kau tak boleh gundah karenanya, jiwamu tidak boleh berubah, dan kau tidak boleh menyalahkanNya, sebab hal-hal seperti itu (gundah dan sejenisnya) hanyalah dorongan hawa nafsu dalam bentuk kehendakmu saja. Hatimu harus bersih dari hal-hal ini dan kau tak menghendaki hal-hal ini melainkan hanya mengikuti perintahNya melalui permohonanmu kepadaNya, maka kedamaian pun akan senantiasa teranugerahkan untukmu.”
Begitulah kiranya “mekanisme kerja” rohani yang tunduk kepada iradah Allah Swt dalam menghadapi dan menindaki apa pun. Mau bentuknya sesuai dengan kecenderungan kehendak pertama atau tidak, bukanlah masalah. Itu hanya meyakininya sebagai karuniaNya, ketetapanNya, kehendakNya, takdirNya, dan pastilah di dalamnya terkandung semata kebaikan-kebaikan yang diketahuiNya.
Bila derajat rohani demikian berhasil kita miliki –tentu ini membutuhkan latihan-latihan yang panjang dan pastinya pertolongan Allah Swt—maka kedamaian dan ketenangan serta ketentraman hidup insya Allah akan selau membersamai kita.
Semoga kita bisa menetapi cara hidup tersebut. Amin.
Wallahu a’lam bish shawab.
Jogja, 26 Agustus 2019
________________
Semoga artikel Rahasia Makna Kebaikan Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait Rahasia Makna Kebaikan Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani di sini
simak juga video terkait di sini