Rahasia Gus Dur, Nabi Khidir dan Hajinya Mbah Siddiq Jember

Rahasia Gus Dur, Nabi Khidir dan Hajinya Mbah Siddiq Jember

Rahasia Gus Dur, Nabi Khidir dan Hajinya Mbah Siddiq Jember.

Rabu, 5 Februari 2020, pukul 14.00 -16.30 WIB, Virdika Rizky Utama, penulis buku fenomenal “Menjerat Gus Dur”, hadir di Pondok Pesantren Al-Fattah, Talangsari, Jember. Saya diminta menjadi moderator sekaligus pembanding dalam bedah buku yang diinisiasi oleh pengurus IPNU dan IPPNU Cabang Jember ini. Menurut hemat saya, bedah buku ini istimewa. Bukan hanya karena bukunya yang sedang hangat dibicarakan di mana-mana, tapi juga karena lokasi acaranya. Sungguh, pesantren Al-Fattah adalah tempat yang sangat tepat untuk membedah buku Virdi ini di Jember.

Pesantren Al-Fattah terletak di tengah-tengah antara Pondok Pesantren Ash-Shiddiqi Putra (ASHTRA) di utara, dan Pondok Pesantren Ash-Shiddiqi Putri (ASHRI) di selatan. Didirikan oleh KH. Dzofir Salam, menantu KH. Muhammad Shiddiq, pada tahun 1960. Jadi, Kyai Dzofir ini adik ipar KH. Mahfudz Shiddiq (Ketua Umum NU tahun 1939-1944), dan kakak ipar KH. Achmad Shiddiq (Rais ‘Aam PBNU 1984-1991). Sebelum mendirikan Al-Fattah, Kyai Dzofir menjadi pengasuh PP. ASHTRA, menggantikan Mbah Shiddiq selama kurang lebih 30 tahun. Beliau mendirikan Al-Fattah setelah menyerahkan kepemimpinan di ASHTRA kepada Kyai Achmad Shiddiq yang baru pulang ke Jember.

Di dalam buku “Biografi Mbah Shiddiq” yang ditulis oleh Gus Afthon Ilman Huda, disebutkan beberapa hal menarik seputar kehidupan Kyai Dzofir dengan istri beliau, Nyai Zulaikho, putri Mbah Shiddiq. Nyai Zulaikho (lahir 1918) sudah berjumpa dengan Nabi Khidir sejak berumur 9 tahun. Waktu itu Nabi Khidir yang ingin bertamu kepada Mbah Shiddiq menyamar sebagai serdadu Belanda.

Peristiwa luar biasa lainnya terjadi saat di usia 12 tahun, Nyai Zulaikho menerima kantong-kantong berisi uang emas dan perak dari Nabi Khidir untuk ongkos Haji Mbah Shiddiq bersama 7 anggota keluarga beliau pada tahun 1930. Termasuk di antara rombongan itu adalah Nyai Zulaikho, Kyai Achmad Shiddiq (waktu itu baru berumur 4 tahun), dan Kyai Abdul Hamid Pasuruan (cucu Mbah Shiddiq, yang waktu itu masih bernama Abdul Mukti dan baru berumur 15 tahun).

Dalam perjalanan haji itu, Mbah Shiddiq memberi tugas khusus kepada Kyai Hamid muda untuk menjaga dan menemani Nyai Zulaikho. Setelah haji sudah ditunaikan dan rombongan berada dalam perjalanan pulang dengan kapal laut, istri Mbah Shiddiq sekaligus Ibunda Kyai Achmad Shiddiq, Nyai Maryam, wafat. Setelah dimandikan dan disholati, jenazah beliau lalu dimasukkan ke dalam peti dan ditenggelamkan ke dasar laut. Di saat itulah tiba-tiba Nyai Zulaikho ingin meloncat ke laut dan dan menyusul ibunya. Untung saja Kyai Hamid sigap memeganginya.

Sambil meronta, Nyai Zulaikho berkata, “Emak ditampani wong wedok ayu-ayu. Apik banget panggonane emak (Emak disongsong bidadari cantik-cantik. Bagus sekali tempat emak).” Sambila berbisik, Kyai Hamid berkata, “Sssst… Cuman Sampeyan Bik sing weroh (Sssst… Bik, cuma Sampeyan yang tahu)”.

Selain berbagai peristiwa ini, sepanjang hidupnya Nyai Zulaikho terkenal sebagai ahli ibadah yang Istiqomah. Beliau juga sangat telaten mendidik para santri perempuan yang kelak akan menjadi tokoh-tokoh penggerak di masyarakat mereka. Salah satu karomah beliau adalah sering didatangi oleh Rasulullah Muhammad shalla-Llahu ‘alaihi wasallam, baik dalam mimpi maupun jaga.

Sedangkan KH. Dzofir Salam terkenal sebagai Kyai yang sangat alim, terutama di bidang Fiqh. Beliau juga seorang pejuang kemerdekaan. Dan yang lebih terkenal lagi, Kyai Dzofir adalah tokoh pendidikan Islam di Jember. Semasa nyantri, beliau pernah berguru kepada KH. Cholil, KH. Ma’shum, KH. Baidlowi, dan Syekh Masduqi (Lasem), KH. Muhammad Shiddiq (Jember), KH. Cholil (Kasingan, Rembang), ulama-ulama di Mekkah, dan KH. Dimyati (Termas).

Selain mendirikan pondok pesantren Al-Fattah, Kyai Dzofir juga menjadi pendiri beberapa lembaga pendidikan di Jember dan sekitarnya. Antara lain: MIMA KH. Shiddiq, SMP Islam Jember, PGA (sekarang MAN II Jember), Sekolah Persiapan IAIN (sekarang MAN 1 Jember), SMA Islam Jember, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Jember (sekarang IAIN Jember), dan Universitas Islam Jember (UIJ). Melihat sekian banyaknya lembaga yang beliau dirikan, sungguh sangat pantas jika Kyai Dzofir dijuluki tokoh pendidikan Jember.

Yang juga tak kalah penting untuk dicatat, Kyai Dzofir juga sangat aktif berkhidmat di NU. Beliau mulai aktif di NU sejak dikader oleh KH. Mahfudz Shiddiq. Pengabdian ini terus berlanjut sampai beliau wafat pada 22 Juli 1987, saat itu beliau masih menjabat sebagai Rais Syuriah PCNU Jember.

Sejarah pendiri pesantren Al-Fattah inilah yang tadi saya ingatkan kepada semua yang hadir di dalam bedah buku “Menjerat Gus Dur”. Melalui buku itu, Virdi sudah menampilkan salah satu sisi sejarah “kekalahan” NU di dunia perpolitikan Indonesia. Bagaimana cita-cita reformasi dan penegakan demokrasi yang digagas Gus Dur dikandaskan oleh kekuatan-kekuatan lama dan baru yang merasa terancam olehnya. Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan? Buku itu tentu tidak bisa mengubah apapun yang sudah terjadi dalam perpolitikan bangsa ini. Tapi, paling tidak, buku ini menghadirkan keadilan sejarah bagi Gus Dur. Buku ini mengajak seluruh elemen bangsa untuk tidak melupakan momen kelam itu. Inilah pendidikan karakter bangsa.

Agenda-agenda dan kebijakan-kebijakan yang Gus Dur letakkan selama masa kepresidenan beliau yang pendek itu, merupakan kepanjangan tangan dari sejarah panjang gagasan-gagasan dan kerja-kerja kebangsaan dari para wali, ulama, kyai, dan rakyat Indonesia. Terus memperjuangkan idealisme di dalam demokrasi adalah wujud ta’dzim dan kesetiaan kita kepada cita-cita para pendahulu. Alih-alih ingin membalas dendam atas kedzaliman, kita mengingatkan diri kita sendiri akan masih jauhnya kita dari idealisme itu. Mungkin dengan demikian, kita bisa memposisikan diri secara tepat dan menghindari keculasan dan kesesatan pikir dan sikap. Di situlah pentingnya kita mengikuti jejak langkah para wali dan ulama’.

Wallahu a’lam bish-shawab

Penulis: Ahmad Badrus Sholihin, dosen IAIN Jember.

_________________

Semoga artikel Rahasia Gus Dur, Nabi Khidir dan Hajinya Mbah Siddiq Jember ini memberikan manfaat untuk kita semua, amiin..

simak artikel terkait Rahasia Gus Dur di sini

simak video terkait di sini

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *