Prof. Suryadi.
Saya mengenalnya, sebagai orang yang ramah, disiplin, ngayomi, dan teguh pendirian. Kepadanya, saya belajar langsung studi hadis, meski hanya satu semester saat kuliah S2, kalau tidak salah ingat, tahun 2009.
Pengalaman belajar studi hadis, juga pernah saat S1, kepada istri almarhum, Dr. Nurun Najwa (semoga ibu dan ketiga putrinya diberi kesabaran). Keduanya, memang pasangan suami istri yang sama-sama ahli bidang hadis.
Saya bersyukur, alhamdulillah, memperoleh limpahan ilmu dari mereka, walau sebentar, lantaran beda program studi (prodi). Tetapi di luar kelas, tentu, sering bertemu, terutama dengan almarhum, baik di dalam maupun luar kampus.
Setiap kali bertemu, berpapasan di jalan, ia selalu melempar senyum dan tanya kabar. Kalau bicara dan memberi nasehat tentang masa depan, tampak semangat dan optimistis.
Sering pula mengapresiasi kerja-kerja sosial yang dilakukan oleh anak-anak muda, apalagi diketahui motor penggeraknya orang-orang yang dulu pernah menjadi mahasiswa/i-nya. Almarhum bahkan sering cerita, bangga, dan tanpa sungkan memperkenalkan orang-orang yang dikaguminya itu di sebuah forum.
Pada diri almarhum, terpancar jiwa “kebapakan”, sehingga berada di dekatnya, terasa bukan semata-mata relasi guru dengan murid, tapi layaknya anak dengan orangtua kandung.
Bagi mereka yang memang sebagai mahasiswa/i S1, S2, S3 bidang Ilmu Hadis atau Ilmu Al-Qur’an Tafsir, pasti jauh lebih mengesankan daripada saya, yang tidak sepenuhnya intens berinteraksi langsung.
Kini, atas kuasa-Nya, seakan tak percaya, profesor bidang hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini berpulang ke Haribaan Sang Pencipta, mendahului murid, kolega, dan orang-orang terkasihnya. Padahal, kira-kira 2 minggu lalu, saya masih mengecup tangannya.
Selamat kembali ke asal Prof. Suryadi. Saya bersaksi, almarhum orang baik.
Lahul fatihah…
(Dr Kyai Ali Usman, dosen UIN Sunan Kalijaga dan STAI Sunan Pandanaran)