Prof Dr KH Ahmad Zahro, Kisah Unik Perjuangan Meraih Gelar “Profesor Intip Nasi”

prof ahmad zahro

PROFESOR INTIP NASI

Pada 29 Desember 2019 diadakan haul kakek-nenek kami, Mbah Bani Hasan Redjo dan Mbah Jinem di Tuko, Sugihwaras, Prambon Nganjuk.

Sebagai pembicara adalah Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro. Di antara yang disampaikan bermuatan penyemangat para generasi milenial dengan berangkat dari pengalaman pribadi.

Profesor Zahro berpesan agar anak-anak yang keluarganya kurang mampu agar tetap mau sekolah atau mondok. Kemiskinan tidak bisa menjadi alasan, apalagi saat ini banyak beasiswa.

Beliau berkisah bagaimana dahulu setamat PGA ketika hendak kuliah sarjana muda di IAIN Tulungagung dilalui penuh kesulitan. Hanya bermodal minta diizini orang tua saja, beliau bertekad kuliah dengan menjual sepeda onthelnya yang biasa dipakai sekolah ke PGA di Kediri seharga Rp. 26 ribu.

Sesampai di Tulungagung, beliau mondok di Mangunsari sambil menghafalkan Alquran.

Dalam kesehariannya yang dilakoni adalah puasa dengan berbuka air sumur pondok. Lalu sholat isya dan ngaji. Setelah para santri kembali ke kamar masing-masing, Prof Zahro beroperasi di dapur mencari intip (sisa makanan liwetan) dari para santri. Ritual gresek intip seperti itu dilakoni selama enam bulan. Setelah enam bulan mendapat beasiswa karena nilai bagus, maka makannya agak enak sedikit.

Tidak hanya makan, untuk membayar SPP pun penuh kesulitan. Agar dapat potongan atau penundaan pembayaran, Prof Zahro disuruh minta surat keterangan miskin. Surat keterangan miskinnya tidak hanya dari lurah, tapi juga dari camat. Orang yang berjasa mrmbantu mencarikan surat keterangan miskin adalah kakak tertua, yakni Kiai Muzayyin.

Prof Zahro melanjutkan ceritanya, setamat dari IAIN Tulungagung, beliau kuliah lagi di IAIN Malang untuk ambil gelar doktorandus.

Di Malang inipun dilalui penuh perjuangan. Seringkali untuk makan, beliau gresek bentoel di sawah. Setelah dapat, dikumpulkan di bawah pohon kelapa di dekat area sawah tersebut. Kenapa tidak langsung dibawa pulang? Karena malu atau gengsi. Kata Prof Zahro, “Masak aktivis mahasiswa makanannya gresekan bentoel.”

Untuk itu, biasanya kalau sudah mau maghrib, beliau pergi ke sawah untuk ambil ala kadarnya bentoel dan dimasak hanya dengan garam saja. Untuk berbuka dan sahur ya memakan bentoel tersebut.

Prof Zahro mengakhiri, “Bagi anak-anak tetap semangat mondok atau sekolahnya karena ilmu adalah bekal masa depan. Saya gak nyangka juga bila nanti menjadi profesor dengan bekal gresek intip, jadi ya profesor intip.”

Penulis: Ainur Rofiq Al Amin, Tambakberas Jombang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *