Pidato Tersingkat Wali yang Mengubah Sejarah NU.
Pidato sering dimaknai dengan orasi yang penuh warna. Tapi sosok wali kalau pidato tak pakai logika itu. Bahkan pidato tersingkat di sini justru mengubah jalan sejarah suatu masyarakat.
Sejarah NU yang dimaksudkan di sini adalah sejarah NU di Magelang dan sekitarnya. Fragmen sejarah ini sangat terkait dengan kisah Muktamar NU ke-14 di Magelang pada 15 – 21 Juli 1939. Dalam momentum Muktamar ini, seorang waliyullah masyhur dari Watucongol Muntilan, yakni KH Dalhar menjadi magnet tersendiri dalam mengubah wajah masyarakat menjadi NU pasca-muktamar.
Kisah ini bermula dari persiapan menjelang Muktamar di Magelang. KH Saifuddin Zuhri dalam salah satu bukunya berjudul “Berangkat dari Pesantren” yang menceritakan persiapan menuju suksesnya Muktamar Magelang. Saat itu, Kiai Saifuddin Zuhri menjabat sebagai Sekretaris Majelis Konsul NU Daerah Banyumas. Dalam bukunya itu, Kiai Saifuddin Zuhri menuliskan:
“Sehabis Muktamar ke-13 di Menes, Konsul R.H Mukhtar bekerja keras untuk “membabat hutan” serta meratakan jalan menuju ke muktamar Magelang, dengan didampingi oleh Sekretaris Majelis Konsul Kiai Ahmad Zuhdi, dibantu oleh Ketua NU cabang Purworejo KH Jamil dan Ketua Cabang Temanggung di Parakan, Mas Fandi. Konsul R.H. Mukhtar memasuki Kota Magelang yang baginya masih asing. Berhari-hari ia pelajari situasi dan kondisi Magelang dan sekitarnya, sesudah itu barulah direncanakan dari mana kerja harus dimulai. (hal. 178).
Panitia fokus dan sungguh-sungguh menyiapkan Muktamar dengan sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat. Para kiai, santri dan masyarakat akhirnya sangat antusias membantu suksesnya Muktamar. Yang sangat mengesankan adalah dukungan penuh ulama kharismatik Magelang, yakni KH Dalhar Watucongol Muntilan, KH Raden Alwi Tonoboyo, KH Moh. Siraj Wates Magelang, dan KH Khudlori Tegalrejo. Mereka adalah “empat pintu”, empat arah angin daerah Magelang dari keempat kiai tersebut. Masyarakat akhirnya berduyun-duyun membantu apa saja yang dimilikinya. Ada yang membawa ayam, beras, sayuran, kambing, dan lain sebagainya. Semua bantuan itu dipusatkan di Kantor NU Magelang yang berada di kantor Hoofd Committee Congres (HCC) NU di Hotel Semarang Pacinan Magelang. (hal. 180).
Dari itu semua, Muktamar akhirnya sukses dan dikenang sepanjang Muktamar, khususnya warga Magelang dan sekitarnya.
Terkait Pidato Tersingkat Wali yang Mengubah Sejarah NU, inilah foto yang menjadi saksi.
Pidato Tersingkat Wali yang Mengubah Sejarah NU.
Peristiwa sangat mengesankan saat Muktamar itu adalah pidato seorang waliyullah yang sangat kharismatik, yakni Mbah Dalhar Watucongol. Kisah ini diceritakan oleh KH Chalwani Nawawi Purworejo Jawa Tengah.
“Dua ulama besar Magelang ini masing-masing punya kelebihan. Kiai Siroj, belum ada orang berpidato, Kiai Siroj sudah berpidato kemana-mana. Sampai Purworejo, sampai Kudus, sampai Semarang. Dan kalau berpidato kemana-mana itu ayatnya cuma satu. Alif Lam Mim gitu aja. Tapi hadirinnya tenang semua. Kalau Kiai Dalhar itu cuma diam. Amat jarang bicara, tidak pernah pidato Kiai Dalhar itu,” kisah Kiai Chalwani yang juga alumni Pesantren Lirboyo Kediri.
Kiai Chalwani menjelaskan bahwa suatu saat ada salah seorang santri yang berkunjung (sowan) kepada Kiai Siroj, lalu bertanya.
“Kiai, kenapa kiai banyak bicara, suka pidato dimana-mana?”
“Kalau Kiai Dalhar kok diam saja, tidak pernah berpidato? Bagaimana sih perbedaannya?”
Maka Kiai Siroj dengan sangat takzim, hormat, memuji Kiai Dalhar. Walaupun Kiai Siroj punya kelebihan pandai berpidato, tidak menampakkan sedikitpun kekurangan Mbah Dalhar di bidang pidato. Memang Mbah Dalhar itu wali. Sama-sama wali.
Kiai Siroj lalu mengatakan: “Kuwe ojo wani-wani karo Kiai Dalhar yo (Kamu jangan berani-berani dengan Kiai Dalhar ya).”
“Kiai Dalhar itu mondok (ngaji) di Makkah di atas 22 tahun. Ilmu dari Makkah diboyong semua ke tanah Jawa. Ibarat tempat air (bejana), airnya penuh, tidak keluar suaranya (tidak koclak), itu Kiai Dalhar.”
Kata Kiai Siroj seperti itu. Jadi, Kiai Siroj sangat takzim dengan Kiai Dalhar. Walaupun Kiai Dalhar tidak pernah berpidato.
Ketika Muktamar NU di Magelang, para ulama, semuanya, termasuk Mbah Wahab, Mbah Bisri, mendaulat Kiai Dalhar untuk berpidato di depan muktamirin (peserta muktamar).
Akhirnya Kiai Dalhar tampil di podium. Semua heran mendengar Kiai Dalhar berpidato. Heran semua, karena tidak pernah pidato. Ternyata pidatonya ringkas sekali.
“Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh..”
“Somo wilujeng sedoyo? (pada selamat semuanya?)”
“Panjenengan lak NU to? (Anda semua NU kan?)”
“Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh…”
“Dengan sepenggal kata-kata seperti itu menjadikan motivasi yang sangat besar. Setelah itu, masyarakat di sekitar Magelang, Purworejo, Boyolali, Temanggung, Wonosobo, dan sebagainya berduyun-duyun masuk NU. Karena pidato Mbah Dalhar yang sangat ringkas ini,” kisah Kiai Chalwani.
“Itu karomah namanya. Kadang-kadang kita sekarang bicaranya 1 jam malah tidak taslim (menerima) dengan NU, kadang-kadang seperti itu. Mbah Dalhar tidak seperti itu. Ini karomah,” lanjut Kiai Chalwani.
Kiai Chalwani menutup penjelasannya terkait karomah dan mukjizat.
“Jadi, karomahnya para wali itu adalah bagian dari mukjizatnya para Nabi.
إنكار كرامة الأولياء يُؤَدِّي إلى إنكار معجزات الأنبياء
ingkar dengan keramatnya para wali menjadikan ingkar dengan mukjizatnya para nabi.
Kalau sudah ingkar dengan mukjizat para Nabi, kan sudah rusak imannya.”
Cerita Kiai Chalwani ini sangat inspiratif. Sosok wali berpidato dengan sangat singkat, tapi mampu merubah arah sejarah NU di Magelang dan sekitarnya.
Demikian kisah Pidato Tersingkat Wali yang Mengubah Sejarah NU, semoga bermanfaat.
(Abu Umar)