Percakapan Santri dalam Telpon dengan Kiai Sahal Mahfudh

kiai sahal kajen

“Aku Sahal, Sahal Kajen. Sekali lagi tentang kerendahan hati Kiai Sahal.”

Bagi keluargaku, Kiai Sahal adalah guru, ulama yang sangat-sangat dihormati. Hampir semua keluargaku santri beliau. Bapak Ibuku santri dan alumni Matholiul Falah.

Biasanya Kiai Sahal kalau nimbali saya lewat santri ndalem atau telepone lewat handphone langsung, tapi sore itu Kiai Sahal telephone melalui telepone rumah. Telepone yang menerima ibu yang juga santri dan murid beliau di Perguruan Islam Mathaliul Falah.

Dialognya kurang lebih begini :

Kyai : Assalamualaikum,Imron ono ?
ibu : Waalaikum salam, wonten. meniko saking sinten njih?Kyai : Aku Sahal
Ibu : Pak Sahal sinten
Kyai : Aku Sahal, Sahal Kajen
Ibu : Pangapunten Kyai, nyuwun pangpunten.

Bagaimana kagetnya ibuku, saat sekolah dulu aja tidak pernah bicara langsung dengan gurunya dan kyainya, sekarang didawuhi gurunya dari ujung telepone. Dan bagaimana rendah hatinya Kiai Sahal memperkenalkan dirinya dengan menyebut nama Sahal, aku Sahal, Sahal Kajen. Tanpa embel-embel Pak Sahal apalagi Kiai Sahal atau Gus Sahal yang biasa orang ngaturi.

Ibuku sampai tidak bisa bicara apa-apa.

Teladan itulah yang patut kita contoh, beliau Kiai Sahal tidak pernah mengagungkan predikat yang beliau sandang.

Dimana beliau selalu mengisi biodata: Sahal Mahfudh, pekerjaan Guru.

(Penulis: dr. Imron Rosyidi, dokter pribadi Kiai Sahal)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *