Perbedaan Antara Iblis dan Nabi Adam.
Oleh: Wasna Arif Mahmudi, Penikmat Kajian Keagamaan, tinggal di Bantul.
Iblis yang sombong berani menentang perintah Allah SWT untuk memberikan penghormatan kepada Nabi Adam As. Allah Murka dan memberikan hukuman yang dahsyat, sehingga Iblis dan seluruh keturunannya kelak di akhirat dikembalikan ke dalam tempat yang paling buruk, Neraka.
Lain halnya dengan Nabi Adam As, yang sempat melakukan pelanggaran dari aturan Allah SWT, supaya tidak mendekati pohon buah Khuld. Namun, di kemudian hari Nabi Adam tidak mendapatkan balasan sebagaimana balasan yang diterima oleh Iblis.
Mengapa demikian ?
Syaikh Al Marwaziy Ra., menjelaskan:
Ada lima hal yang dilakukan oleh Iblis setelah berani durhaka kepada Allah, sehingga Iblis benar-benar celaka beserta seluruh keturunannya:
1) Tidak merasa bersalah atas perbuatannya.
2) Tidak mau menyesali kedurhakaannya.
3) Tidak merendahkan / menghinakan diri di hadapan Allah SWT.
4) Tidak segera melakukan taubat kpd Allah SWT.
5) Putus asa dari rahmat Allah SWT.
Sedangkan Nabi Adam As, setelah melakukan kesalahan (maksiat) kpd Allah SWT, juga melakukan 5 hal yang berbeda dengan yang dilakukan Iblis, yaitu:
1) Mengakui kesalahannya.
2) Menyesali atas perbuatannya.
3) Menghinakan diri/ merendahkan diri di hadapan Allah SWT.
4) Segera melakukan taubat kepada Allah SWT.
5) Tidak putus asa dari rahmat Allah SWT.
Karena 5 hal ini, Nabi Adam As, bisa mendapatkan ampunan dari Allah SWT dan Nabi Adam As mendapatkan kebahagiaan.
Inilah perbedaan antara Nabi Adam As dan Iblis setelah keduanya melakukan maksiat / durhaka kepada Allah SWT.
___________________
Semoga artikel Perbedaan Antara Iblis dan Nabi Adam ini memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua, amiin..
BONUS ARTIKEL TAMABAHAN
Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Menjadi wali murid atau wali santri yang baik butuh kunci sukses tersendiri. Wali murid yang baik menjadi pintu utama lahirnya sosok murid/santri yang mudah menerima ilmu dari gurunya. Jangan sampai jadi wali murid yang malah menggangu atau menggagalkan proses belajar anaknya.
Di sini, kisah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani bisa menjadi pelajaran buat semuanya, khususnya yang sedang mempunyai anak sedang ngaji.
Saat itu, ada seorang yang busuk hatinya ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Orang itu lalu mencari jalan untuk menfitnahnya. Maka ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan mengintipnya.
Kebetulan, ketika ia mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya. Syekh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali ia makan ayam dan makanan yang lain, ia akan makan separuh saja. Sisa makanan tersebut kemudian diberikan kepada muridnya.
Maka, orang tadi pergi kepada bapak murid Syekh Abdul Qadir tadi.
“Apa bapak punya anak yang ngaji kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani?”
“Ya, ada,” jawab bapak itu.
“Apa bapak tahu kalau anak bapak itu diperlakukan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selayaknya seorang hamba dan kucing saja? Syekh Abdul Qadir itu memberi sisa makanannya pada anak bapak.”
Mendengar cerita itu, si bapak itu hatinya panas dan segera pergi ke rumah Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, saya mengantarkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau diperlakukan seperti kucing. Saya antarkan anak saya kepada tuan Syekh, supaya anak saya jadi orang alim.”
Mendengar perkataan si bapak ini, Syekh Abdul Qadir hanya menjawab secara ringkas saja.
“Kalau begitu, ambillah anakmu!”
Si bapak itu kemudian mengambil anaknya untuk diajak pulang. Ketika keluar dari rumah tuan Syekh menuju jalan pulang, bapak tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum dan ilmu hikmah. Ternyata semua persoalan itu dijawab dengan sangat lengkap. Maka, si bapak itu akhirnya berubah fikiran untuk mengembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, terimalah anak saya untuk belajar kembali dengan tuan Syekh. Didiklah anak saya, tuan Syekh. Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga tidak diperlakukan seperti kucing. Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa karena belajar denganmu.”
Mendengar pernyataan itu, maka Syekh Abdul Qadir kemudian menjawab.
“Bukan aku tidak mau menerimanya kembali. Tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu. Allah sudah menutup futuhnya (terbukanya) untuk mendapat ilmu. Ini disebabkan seorang ayah yang tidak beradab kepada guru.”
Inilah kisah sangat inspiratif kepada kita semua, khususnya para wali murid/santri. Kepada para guru/kyai, bukan saja santri yang wajib hormat, wali murid juga punya kewajiban yang sama. Santri dan wali santrinya itu sejatinya juga sama-sama murid dari sang guru. (Abu Umar/Bangkitmedia.com)
__________________
Semoga artikel Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak video terkait di sini
simak artikel terkait di sini