NU, Kiai As’ad dan Masyarakat NTB

Kisah Karomah Kiai As'ad Jelang Istrinya Akan Wafat

Oleh : Abdul Moqsith Ghazali, Pengurus Lembaga Bahtsul Masail PBNU

Kiai As’ad Syamsul Arifin (Pengasuh Pesantren Sukorejo Asembagus Situbondo) ikut terlibat dalam pendirian NU. Beliau yang mengantarkan tasbih dan tongkat Kiai Cholil Bangkalan ke KH Hasyim Asy’ari Jombang. Dua benda itu adalah simbol persetujuan Kiai Cholil atas keinginan sejumlah kiai pesantren yang hendak mendirikan organisasi keulamaan, Nahdhatul Ulama.

Bacaan Lainnya

Kiai Cholil Bangkalan wafat tahun 1925 dan NU berdiri tahun 1926 dengan Kiai Hasyim Asy’ari sebagai rais akbarnya. Sepeninggal Kiai Hasyim Asy’ari tahun 1947, NU terus berkembang dan pengaruhnya meluas ke semua pelosok negeri termasuk Nusa Tenggara Barat, wilayah tempat diselenggarakannya Munas Alim Ulama dan Konbes NU 23-25 November 2017 kemarin.

Kiai As’ad wafat tahun 1990. Tapi perannya dalam membesarkan NU di Nusa Tenggara Barat tak bisa dianggap terbatas. Ribuan santri Kiai As’ad kini menjadi penyangga utama pergerakan Nahdhatul Ulama di sana. Saya mendengar dari teman-teman alumni Pesantren Sukorejo Asembagus di NTB bahwa di setiap desa di seluruh provensi NTB minimal ada 10 santri Kiai As’ad. Di kaki gunung Rinjani saja ada santri beliau.

Ribuan santri alumni Pesantren Sukorejo itu bekerja dengan profesi yang berbeda-beda. Ada yang jadi pedagang, petani, dan buruh perusahaan. Tak sedikit juga yang jadi pegawai negeri sipil seperti hakim, panitera, dan penghulu bahkan polisi. Tapi yang paling banyak tampaknya berprofesi sebagai kiai-tuan guru, dosen dan ustadz.

Walau mengayuh beragam profesi, mereka tetap tegak berdiri di atas fondasi Islam Ahlus Sunnah Waljamaah al Nahdhiyah seperti dulu senantiasa diwasiatkan Kiai As’ad. “Santri saya yang tak mengikuti Imam Asy’ari dan Imam al Maturidi dalam beraqidah, tak mengikuti fikih salah satu dari empat imam madzhab, tak mengikuti tasawuf Imam al Junaid dan Imam Ghazali, maka saya tak bertanggung jawab di hadapan Allah”, tegas Kiai As’ad.

“Tarekat saya adalah tarekat NU. Santri saya harus ikut saya berjuang melalui NU”, kata Kiai As’ad suatu waktu. Karena itu, jika di NTB sekarang Nahdhatul Ulama mengakar hingga ke desa-desa, maka itu tak bisa dilepaskan salah satunya dari pengaruh Kiai As’ad Syamsul Arifin, Sang Pahlawan Nasional kita. Nafa’ana Allah bi ‘ulumihi wa afadha ‘alaina min barokatihi. Lahul fatihah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *