Shofwan muda baru saja pulang ke Tanah Air setelah beberapa tahun belajar di Makkah. Selain mulai mengajar, pemuda yang masih dzuriyah Kiai Maksum Lasem ini merintis usaha kecil-kecilan dengan membuka toko kitab/buku. Lokasinya berada di sebelah barat rumahnya (atau menghadap barat, saya lupa) di kawasan Surabaya Barat. Maka, santri Abuya Sayid Maliki itu pun sowan pada Almaghfurlah Kiai Hamid di Pasuruan untuk meminta doa & nasehat.
“NGULON (ke Barat)” Demikian nasehat singkat dari Kiai Hamid untuknya.
“Alhamdulillah. Cocok wes. Tokonya berada di sebelah barat, di kawasan Surabaya Barat,” gumamnya dalam hati dengan penuh semangat.
Beberapa waktu kemudian ternyata usahanya macet, hampir bangkrut. Waduh.
Setelah lama merenung & didasari keprihatinan pada para jamaah haji yang melaksanakan ibadah tanpa bimbingan baik, Kiai Shofwan mendapat “petunjuk” agar mendirikan KBIH Jabal Rahmah pada era pertengahan 1990-an. Salah satu KBIH pertama di Indonesia.
Alhamdulillah, KBIH yang kantornya berdekatan dengan Kantor PWNU Jatim & Masjid Al Akbar Surabaya ini terus berkembang. Sudah ribuan jamaah yang menerima layanan bimbingan ibadah haji & umroh. Sejak 1990-an sampe 2018 ini, Kiai Shofwan bisa berangkat haji & minimal 7 x berangkat umroh dalam setahun.
Berkat keberadaan KBIH itu pula, Kiai Shofwan bisa merintis Pondok Pesantren Daarul Muttaqien di Manukan Surabaya. Saat ini disana ada SD, SMP, TPQ & majelis taklim yang menjadi salah satu pusat dakwah & perekonomian masyarakat di Surabaya Barat.
“Terrnyata belakangan saya baru sadar, bahwa rahasia NGULON (ke barat) yang dimaksud Kiai Hamid ya ini. Dengan ini saya bisa amalkan ilmu & menebar manfaat melalui pendidikan, bimbingan ibadah, dakwah & pemberdayaan ekonomi umat,” cerita Kiai yang msh dzuriyah Mbah Maksum Lasem ini pada penulis.
(A Afif Amrullah, Ketua KPID Jawa Timur)