Nasehat Terakhir Guru Zuhdi di Masjid Jami’ Teluk Tiram Banjarmasin
Ini adalah nasehat terakhir KH. Ahmad Zuhdiannoor bin H. Muhammad (Abah Guru Zuhdi) dalam peringatan haul ke-31 KH. Abdussyukur bin H. Jamaluddin di Masjid Jami Teluk Tiram, Banjarmasin pada 27 Rajab 1441/ 22 Maret 2020.
Berikut ini ringkasan nasehat Abah Guru Zuhdi yang menggetarkan hati dan membuat langit menangis.
“Kembali sama-sama kita berusaha meningkatkan rasa syukur dan terima kasih kita kepada Allah atas nikmat yang sebenarnya selalu ada dan hadir menyertai kita. Terlebih di pagi ini yang kita dihadirkan di tempat ini, yang penuh berkah dan rahmat Allah ini.
Sholawat dan salam semoga selalu ditambah oleh Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, begitu juga kepada keluarga, sahabat dan pengikut beliau.
Apabila kita mendengar manaqib sholihin, maka semua itu ialah gambaran tentang Nabi Muhammad Saw. Karena ilmu yang mereka miliki ialah ilmu Rasulullah, akhlak yang mereka miliki ialah akhlak Rasulullah, amal yang mereka perbuat jua ialah amal Rasulullah.
Terlebih di kampung Teluk Tiram ini, kita syukuri karena dianugerahi seorang ulama yang ilmunya, yang akhlaknya serta amalnya bersambung kepada Nabi Muhammad Saw.
Karena itu, Guru kita mengajari kepada kita bahwa,
“Janganlah pernah merasa menjadi guru, karena menjadi murid pun diri ini belum sempurna.”
Inilah yang di ajarkan guru-guru kita, terlebih kita lihat akhlak almarhum selama hidupnya.
Ada orang yang datang untuk belajar kepada beliau, maka beliau mengajarkan kitab para ‘ulama terdahulu, setiap harinya kitab yang diajarkan beliau. Beliau senantiasa menghargai dan mengikut ‘ulama terdahulu dalam memaham Qur’an dan hadits.
Pedoman yang diajarkan mereka: jangankan menjadi guru, menjadi murid pun belum sempurna.
Seorang murid yang sempurna itu diumpamakan seperti mayyit yang sedang diurus oleh tukang mandi.
Guru kita mengingatkan pula, di saat mengajar hendaklah sampaikan pendapat dan perkataan ‘ulama, karena diri kita ini ialah bodoh dan banyak yang tak kita ketahui. Lebih baik mengaku bodoh, dibanding mengaku ‘alim, karena pengakuan bodohlah yang kan jadi semangat kita untuk terus menuntut ilmu agama.
Yang kita sampaikan bukanlah ilmu kita, yang kita ajarkan bukanlah ilmu kita, namun semua ialah ilmu ‘ulama terdahulu, inilah yang jadi pedoman guru-guru kita terdahulu.
Guru-guru kita pun senantiasa membimbing, teruslah menuntut ilmu, jangan pernah berhenti menuntut ilmu, serta jadikanlah ilmu sebagai jawaban hidup.
Ketika musibah datang, ilmu jualah yang jadi sebenar jawaban. Ketika ni’mat datang, ilmu jualah yang jadi sebenar jawaban.
Maka haruslah penuntut ilmu senantiasa memahami dan mengerti setiap pemberian Allah, yaitu dengan jalan meyakini bahwa setiap pemberian Allah pasti mengandung hikmat kebaikan.
Karena itu, telah lama kita jauh dari Allah, telah lama kita merasa hebat dan mulia, maka perbanyaklah dan jadikan istighfar sebagai wiridan kita, akui kekurangan diri, akui kehinaan diri.
Semua penyakit punya obat, dan obat pertama yang diajarkan oleh Rasulullah ialah istighfar (mengakui kesalahan diri), karena dengan berkat inilah kita kan selalu memperbaiki dan meminta ampun atas banyak dosa.
Di sini sarangnya masalah, orang hidup di dunia pasti punya masalah.
Di dunia dapat masalah ialah karena Tuhan ingin mengampuni dosa dan kesalahan, kita semua berdosa, punya kekurangan dan kesalahan, terus Allah hukum di dunia agar di akhirat hukuman kita dihapus, dna dosa serta kesalahan kita terhapus.”
Inilah nasehat Guru Zuhdi yang menggetarkan hati kita semua. Mudahan berkah dunia akhirat, minta rela kalau ada salah khilaf.
Senin, 4 Mei 2020.
*Catatan Rifha Fadillah, Jama’ah Majta.
Demikian Nasehat Terakhir Guru Zuhdi di Masjid Jami’ Teluk Tiram Banjarmasin. Semoga bermanfaat.