Mukernas Ulama’ Al-Qur’an dan Keputusan-keputusannya

ulama al-quran

Dr KH Abdul Ghofur Maimoen, Peserta Mukernas dan Katib Syuriah PBNU

Alhamdulillah, tanggal 25—27 September lalu saya berkesempatan ikut Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) Ulama Al-Quran di Bogor yang dihadiri oleh Ulama-ulama Nusantara dan luar negeri seperti Mesir, Yordania, dan Pakistan. Di antara yang hadir adalah KH. Ulil Albab dari Pesantren Yanbuul Quran Kudus, KH. Ahsin Sakho, KH. Sayid Aqiel Al-Munawwar dan KH. Abdul Hamid Abdul Qadir dari Kediri.

Dari Mesir, Kuliyatul Quran Universitas Al-Azhar mendelegasikan Prof. Dr. Abdul Karim Shalih, dari Yordania diwakili oleh Ketua Lajnah Ilmiyah Mushafnya, Dr. Samih Ahmad Atsaminah, dan dari Pakistan, Universitas Lahore mendelegasikan kepala departemen Qiraahnya yang juga adalah kepala pemeriksaan mushaf di Lahore Pakistan, Dr. Ahmad Mayyan Tahanawi.

Ada dua bidang kaji dalam MUKERNAS kali ini, yaitu memeriksa ulang tulisan rasm utsmani Mushaf Standar Indonesia dan memeriksa hasil kerja Tim Penerjemah Al-Quran KEMENAG. Saya masuk dalam Pokja kedua, akan tetapi pada sidang pleno kedua yang membahas tentang penulisan mushaf saya ditunjuk sebagai Rais al-Jalsah sehingga mengikuti beberapa saat jalannya persidangan bidang kaji Pokja pertama. Di antara yang berbicara di sidang pleno ini adalah Ketua Lajnah Pentashihan Mushaf, Dr. Muchlis Hanafi dan delegasi dari Universitas Al-Azhar, Dr. Samih.

Dalam Pleno ini, yang dibicarakan adalah sistematika penulisan Mushaf Standar Indonesia dan Kaidah-kaidah rasm mushaf Utsmani terhadap kalimat-kalimat Al-Quran. Benar-benar tidak masuk akal jika di kemudian hari ada pemberitaan tentang pergantian kalimat-kalimat Al-Quran itu sendiri. Tidak saja karena memang tidak dibahas, akan tetapi berniat membahas itu sendiri bisa mengarah kepada kemurtadan karena bisa berarti telah mempertanyakan otentisitas Al-Quran.

Khalifah ketiga, Utsman bin Affan RA., antara tahun 24 dan 25 H.—setahun setelah ia diangkat sebagai khalifah tahun 23—melakukan proyek besar, yakni mengumpulkan Al-Quran. Ia menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai Ketua Panitia. Sebelumnya Zaid juga adalah ketua panitia yang dibentuk Abu Bakar RA.

Panitia ini kelar menulis “mushaf umm” (mushaf pokok) yang dari mushaf ini disalin beberapa mushaf yang dikirim ke Madinah, Syam, Kufah dan Basrah. Masing-masing mushaf dikirim beserta muqri’nya. Mushaf-mushaf ini ditulis dengan rasm (bentuk dan kaidah penulisan) khusus yang kemudian dikenal dengan “rasm utsmani.”

Mushaf-mushat tersebut adalah mushaf-mushaf induk. Umat Islam segera berbondong-bondong menyalin mushaf-mushaf darinya. Baik mushaf induk maupun mushaf-mushaf salinan darinya ini lalu menjadi rujukan utama ulama-ulama generasi berikutnya dalam membukukan dan membakukan ilmu rasm.

Ada dua tokoh yang terkenal di bidang ini, yaitu Imam Abu Amr Ad-Dani (w. 444 H.) yang menulis buku “Al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum al-Mashahif” dan muridnya, Imam Abu Dawud Sulaiman bin Najah (w. 496 H.) yang menulis buku “Mukhtashar at-Tabyin li Hija` at-Tanzil”. Dua tokoh ini lazim disebut dengan “syaikhayn” dalam ilm rasm. Selain tokoh ini masih ada tokoh-tokoh lain seperti Asy-Syathibi dan Al-Balansi.

Setelah melalui serangkaian sidang dan mukernas, Ulama-ulama Al-Quran Indonesia menetapkan Mushaf Standar Indonesia pada tahun 1984. Mushaf standar ini banyak mengacu pada riwayat syaikhayn, akan tetapi tidak terlalu ketat. Ada bebarapa kalimat yang tidak mengacu kepada keduanya. Demikian pula jika dua syaikhayn berselisih tidak selamanya mentarjih pendapat Imam Ad-Dani. Namun demikian, secara umum mushaf standar tak keluar dari ketentuan rasm utsmani.

Mukernas di Bogor 25—27 September lalu memutuskan untuk mengacu kepada Syaikhayn, dan jika keduanya berselisih yang ditarjih adalah riwayat Imam Abu Amr ad-Dani. Dari sini lahirlah perubahan-perubahan penulisan (rasm) Al-Quran hingga mencapai 186 penulisan kalimat. Jadi yang diubah bukan kalimat-kalimatnya, akan tetapi penulisannya.

Perubahan tersebut seperti perubahan dalam Surah Al-Mu’minun berikut:

Kata (صلوتهم) diubah menjadi (صلاتهم) yang disepakati syaikhayn; kata (فاعلون) diubah menjadi (فعلون) yang disepakati syaikhayn; kata (العدون) diubah menjadi (العادون) yang disepakati syaikhayn; dan kata (الوارثون) yang diubah menjadi (الورثون) yang juga disepakati syaikhayn.

Perkembangan demikian tentu Indonesia tidak sendirian. Bahkan Saudi Arabia yang Mushafnya mendunia juga mengalami hal yang mirip-mirip demikian. Tentu saja semua dalam kerangka kerja manusia yang tak pernah lepas dari kekurangan, dan dalam upaya meraih kesempurnaan sehingga dapat diterima semua pihak dan dapat memudahkan pembacaan umat Islam.

Mari saling menasihati dengan baik dan menjaga umat ini agar tidak selalu gaduh.

Wallaahu A’lam bi ash-Shawab!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *