Menolak Bala dengan Istighfar, Dahsyat!
Adalah sikap guru hamba (Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani) Ali Al-Khawash ra, jika seseorang sedang didatangi bala, maka beliau bilang kepada orang itu: “perbanyaklah membaca istighfar di malam dan siang hari.”
Beliau juga bilang bahwa tiada doa yang paling cepat untuk mengangkat bala melainkan hanya istighfar saja. Allah taala berfirman:
“dan tidaklah Allah mengazab mereka sedangkan mereka selalu berkesinambungan dalam memohon ampunan (Al-Anfal: 33).”
Ini salah satu bacaan istighfar yang bisa dibaca:
اَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ اَلَّذِى لاَ اِلَهَ اِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّوْمُ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ
Astaghfirullâh alladzî lâ ilâha illâ huwa-l-hayyal qayyûma wa atûbu ilaihi
Artinya, “Aku memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang hidup kekal serta terus menerus mengurus (makhluk); dan aku bertobat kepada-Nya.”
Beliau pernah bilang bahwa sesedikitnya pembacaan istighfar yang dapat menolak bala pada umumnya itu, bagiku saat ini adalah seribu kali di pagi dan sore hari.
Hamba (Syekh Abdul Wahab al-Sya’rani) pernah mendengar beliau berkali-kali bilang bahwa barangsiapa siapa yang tertawa, atau menjima’ pasangannya, atau mengenakan pakaian gemerlap, atau berplesir ke tempat wisata di hari-hari turunnya bala atas kaum muslimin, maka ia dan binatang sama saja.
Sumber: Kitab Al-Minan Al-Kubra karya wali quthb Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani, hlm. 180
Penulis: Yaser Muhammad Arafat tinggal di Yogyakarta
___________
Semoga artikel Menolak Bala dengan Istighfar, Dahsyat! ini memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua, amiin.
simak artikel terkait di sini
simak video terkait di sini
BONUS ARTIKEL TAMBAHAN
Kisah Habib Luthfi Muda Terdiam Karna Sebutir Nasi
Dalam perjalanan mencari ilmu, Maulana Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan berjumpa dengan seorang kiai sepuh. Habib Luthfi terkagum menyaksikan akhlak kiai sepuh yang luar biasa. Yakni ketika dhahar (makan), ada butiran nasi yang terjatuh lalu dipungut dan dikembalikan ke piring untuk dimakan kembali.
“Kenapa harus diambil Yai, kan cuma sebutir Nasi?” Ujar Habib Luthfi Muda penasaran.
“Lho…jangan dilihat sebutir nasinya, Yik. Apa kamu bisa bikin nasi sebutir ini, bahkan seperti seribu menir saja?”Deg…. terdiamlah Habib Luthfi Muda.
Kiai Sepuh melanjutkan: “ketahuilah Yik, pada saat kita makan nasi, sesungguhnya Gusti Allah telah menyatukan banyak sekali peran. Nasi itu namanya Sego bin Beras bin Gabah Al Pari. Mulai dari mencangkul, Menggaru, Meluku, menanam benih, memupuk, menjaga hama, hingga memanen ada jasa banyak sekali orang. Kemudian mengolah gabah menjadi beras, dari beras menjadi nasi juga banyak sekali peran hamba Allah disana.”
“Ketika ada satu butir nasi, atau menir sekalipun yang jatuh ambillah. Jangan mentang-mentang kita masih punya banyak cadangan nasi. Itu bentuk dari takabbur, dan Gusti Allah tidak suka dengan manusia yang takabbur. Selama jatuh tidak kotor dan tidak membawa mudharat bagi kesehatan kita ambillah, satukanlah dengan nasi lainnya, sebagai bagian dari syukur kita.”
Habib Luthfi Muda pun menyimak lebih dalam: “Karena itulah ketika akan makan, diajarkan doa Allahumma bariklana (Yaa Allah Semoga Engkau memberkahi kami). Bukan Allahumma barikli (Yaa Allah Semoga Engkau memberkahiku) walaupun sedang makan sendirian.”
“maka dari itu maknanya untuk semuanya, mulai petani, pedagang, pengangkut, pemasak hingga penyaji semuanya termaktub dalam doa tersebut, merupakan ucapan syukur serta mendoakan semua orang yang berperan dalam kehadiran nasi yang kita makan.”
Nasi hanyalah washilah, sejatinya yang memberi rasa kenyang hanyalah Allah semata.
Demikian Kisah Habib Luthfi Muda Terdiam Karna Sebutir Nasi
10 juli 2020
Penulis: Ahmad Hasan Mashuri