Menjadi Waliyullah Seperti Gus Baha dan Mbah Liem

Menjadi Waliyullah Seperti Gus Baha dan Mbah Liem

Menjadi Waliyullah Seperti Gus Baha dan Mbah Liem.

Di banyak kesempatan dalam ceramah-ceramahnya, Gus Baha’ sering mengungkapkan keinginan dan cita-citanya untuk menjadi waliyullah. Bagi saya, hal ini cukup menarik.

Pertama, kebanyakan cita-cita berorientasi dunia. Semisal ingin menjadi dokter, pengusaha sukses, tentara, dll. Tapi Gus Baha’ menjadikan orientasi cita-citanya kepada akhirat dan dunia. Seorang waliyullah jelas adalah orang yang sukses baik di akhirat maupun di dunia.

Kedua, ‘mendesakralisasi’ waliyullah. Banyak, dan mungkin hampir semua dari kita, yang beranggapan bahwa waliyullah adalah seorang yang memiliki karomah-karomah tertentu, seperti mampu berada dalam beberapa tempat dalam waktu yang bersamaan, ucapan-ucapannya yang tidak rasional terbukti menjadi kenyataan, dst.

Oleh Gus Baha’, anggapan wali yang semacam itu seperti hendak didekonstruksi. Siapapun, dengan latar belakang dan profesi apapun, juga dapat menjadi wali. Karena wali adalah kekasih Allah. Dan semua orang, asalkan sungguh-sungguh, juga dapat menjadi wali atau kekasih Allah.

Ketiga, mendorong kita untuk bersemangat dalam menuntut ilmu. Karena jalan terdekat untuk menjadi kekasih Allah adalah dengan melalui ilmu. Sering sekali Gus Baha’ mengutip ungkapan, ” Kalau orang yang alim bukan waliyullah, lantas siapa lagi yang menjadi wali?”

***

Dulu, entah tahun berapa, Mbah Liem pernah membuat sebuah perkumpulan. Perkumpulan yang, secara dhahir, isinya hanya beliau seorang: sebagai ketua sekaligus anggota, tanpa ada anggota yang lain. Perkumpulan atau organisasi ini beliau namakan dengan Kesatuan Aksi Waliyullah Indonesia dan disingkat dengan KAWI.

Saya memandang apa yang dilakukan oleh Gus Baha’ sama dengan apa yang sudah pernah dilakukan oleh Mbah Liem. Bedanya Gus Baha’ mendesakralisasi waliyullah dengan penjelasan keilmuan, sedangkan Mbah Liem mendesakralisasinya dengan tindakannya yang khas dan unik.

Bagaimana nggak unik, Mbah Liem yang oleh banyak kalangan dianggap sebagai waliyullah dengan karomah-karomahnya, ternyata membuat KAWI, organisasi bagi para wali. Sebuah tindakan yang kelihatannya guyonan tapi sebenarya serius, atau sebaliknya, kelihatannya serius tapi sebenarnya guyonan.

Untuk para guru-guru kita, Al-Fatihah.

Penulis: KH Ahmad Karsono Kasani, Pengajar di Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Klaten, Jawa Tengah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *