Kehidupan manusia hakekatnya dinamis, tidak statis. Ada yang hidupnya tenang, ada yang gaduh. Ada yang hidupnya mudah, ada yang susah. Ada yang hidupnya mudah,ada yang sukar. Ada yang hidupnya bahagia, ada yang celaka. Ada yang hidupnya selamat, ada yang celaka.
Semua kondisi bisa silih berganti. Apapun kondisinya yang terbaik adalah bersikap sabar
Mengapa kita perlu bersikap sabar, karena kesabaran itu akan menolong segala pekerjaan (As shobru yu’ienu a’la kulli amalin). Pekerjaan yang sulit jika dilakukan dengan sabar, insya Allah akan berakhir dengan berhasil. Barang siapa yang bersabar, maka kitaolldia akan beruntung (Man shobaro dzhofiro).
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Sabar juga merupakan kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi segala sesuatu yang tidak disukai dan dibenci. Bahkan sabar juga dipandang sebagai sikap yang mempunyai nilai tinggi dan mencerminkan kekokohan jiwa orang yang memilikinya.
Rasulullah saw bersabda bahwa:
“Sabar itu ada tiga yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat. Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik atas apa yang menimpa dirinya (ia ridho atas bala’ yang diberikan-Nya), maka Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap-tiap derajat jaraknya antara langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti ‘Arasy dua kali“. (HR. Abu Dunya dan Abu Syaikh)
Adapun hikmah lain dari kesabaran dapat kita temukan pada berbagai ayat dalam Al Qur-an dan Hadits.
Pertama, Sabar sebagai penolong, (QS Al-Baqarah: 153) yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar“. Sabar dan sholat bagi memiliki kekuatan tersendiri dalam menolong hidup kita yang sulit.
Kedua, Sabar bisa memperkuat iman dan taqwa. QS. Al-Baqarah: 177 pada ujung ayatnya menyatakan yang artinya “Dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa“. Untuk membuktikan ada iman dan taqwa yang benar pada diri kita, maka kita harus sabar dalam menghadapi kesulitan, kesempitan dan peperangan.
Ketiga, Sabar dapat memperoleh pahala, QS. Az-Zumar: 10 menyatakan bahwa “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas“. Sungguh banyak pahala yang disediakan oleh Allah bagi yang bersabar.
Begitu banyak hikmah yang bisa dibetik dari kesabaran. Sebagai guru, sangatlah menyadari bahwa mendidik membutuhkan kesabaran baik menghadapi anak yang pintar sekali maupun anak yang lemah sekali. Terhadap siswa yang lemah, wajib sabar mendampinginya sehingga dapat teratasi dengan baik. Terhadap siswa yang pintar, guru juga harus sabar hadapi pertartanyaan yang liar dan nakal.
Sebaga orangtua, perlu sekali bersikap sabar terhadap anak-anaknya dengan segala ragamnya. Ada anak yang nakal, bahkan sampai berani melawan orangtua, ada juga anak yang baik sekali dan taat sekali dalam menyikapi kedua orang. Untuk menghadapi anak yang nakal, orang tua wajib tunjukkan sikap sabar yang tinggi, karena jika tidak demikian, orangtua bisa lepas kontrol dan mengucapkan pernyataan bisa merendahkan orangtua. Untuk menghadapi anak yang birrul walidaiin kita juga perlu sabar mengawalnya, sehingga anak itu terjaga akhlaknya, terjauhkan dari rasa perfeksionis yang bisa terjadi kepleset dengan perilaku yang tidak baik. Ingat, syaitan selalu menggoda manusia.
Sebagai pimpinan, kita harus tunjukkan sikap sabar. Pemimpin yang sabar adalah pemimpin yang paling efektif. Pemimpin sering kali menghadapi staf yang berbeda-beda. Ada yang tidak disiplin dan malas, tetapi ada yang rajin dan produktif. Terhadap staf yang tak disiplin dan malas, pemimpin tidak seyogyanya sering bahkan selalu memarahi, melainkan harus belajar memahami kondisi dan latar belakangnya sehingga perlakuannya menjadi lebih efektif. Terhadap staf yang rajin dan produktif, kita seharusnya berikan perhatian terus dengan memberikan apresiasi dan rekognisi, sehingga staf terus terjaga disiplin dan produktivitasnya.
Pemimpin yang sabar sangat memahami staf dan organisasinya, dan institusinya, sehinggappdapat menyelamatkan semua.
Akhirnya bahwa sikap sabar itu nikmat, yang nikmatnya tidak hanya untuk diri sendiri, yang kapasitasnya baik sebagai orangtua, pendidik, pimpinan atau lainnya, melainkan juga orang lain baik sebagai anak, siswa, staf atau lainnya. Sabar bisa menenangkan dan menyelamatkan. Sabar juga bisa menjadikan kita masuk golongan orang-orang beruntung, bukan merugi. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang sabar, terlebih-lebih dalam menghadapi musibah. Aamiin.
Prof Rochmat Wahab, Ketua PWNU DIY 2011-2016.