Prof. Dr KH Tolchah Hasan berpulang ke rahmatullah. Santri Kiai Hasyim Asy’ari ini meninggalkan jejak intelektualitas dan institusi yang dahsyat.
Karya dalam bentuk buku dan makalah tak terhitung jumlahnya. Institusi yang didirikan jumlahnya sangat banyak. Khususnya UNISMA (Universitas Islam Malang).
Beliau pernah berkhidmah di NU sebagai Wakil Rais Am Syuriyah PBNU. Sampai wafatnya beliau masih sebagai Mustasyar PBNU dan Dewan Pembina UNISMA.
Penulis pertama ketemu Prof. Tolchah Hasan saat mengikuti Seminar Pendidikan Satu Abad Pondok Pesantren Tabuireng tahun 1999.
Saat itu, Prof. Tolchah Hasan berduet dengan Dr. Zamakhsyari Dhofier dan Dr. Ali Haidar (saat itu Sekjen RMI Pusat).
Prof. Tolchah Hasan menekankan modernisasi pesantren supaya pesantren tidak terkena penyakit “gagal regenerasi”.
Prof. Tholchah saat itu mengatakan, bahwa dirinya tidak mau merintis pesantren karena jika gagal melakukan kaderisasi, khususnya dari keluarga sendiri, maka pesantren terancam bubar atau vakum.
Makanya beliau lebih suka merintis lembaga pendidikan modern (madrasah, sekolah, perguruan tinggi) supaya regenerasi berjalan lancar sesuai sistem yang dibangun.
Oleh sebab itu, Prof. Tolchah Hasan mengusulkan modernisasi sistem pendidikan pesantren supaya pesantren mampu mengikuti perkembangan zaman dan tidak ada problem soal regenerasi.
Perjumpaan selanjutnya dengan Prof. Tolchah saat membaca karya-karya beliau ketika di perpustakaan PBNU. Beliau menekankan paham Ahlussunnah Wal Jamaah yang toleran dan mampu berakulturasi dengan budaya masyarakat. Islamisasi budaya dalam arti memberikan nilai-nilai Islami dalam budaya masyarakat sebagaimana diinisiasi Walisongo dalam acara tahlilan, selametan, dan sejenisnya.
Semoga semangat pemikiran dan perjuangan Prof Tolchah Hasan mampu kita teruskan sepanjang masa, Amin.
الي روح شيخنا الحاج طلحة حسن الفاتحة … امين
Penulis: Jamal Ma’mur Asmani, Pati.