Menelusuri Pelajaran Berharga dari Malikussaleh

raja malikussaleh

Lhokseumawe, suatu kota di Aceh yang kuinjak pertama kali selama hidupku yang sudah berusia 62 tahun, untuk memenuhi undangan pimpinan IAIN Lhokseumawe, sebagai Pembicara Kuliah Umum pada Program Pascasarjana dengan Tema Pembelajaran PAI di Era Revolusi Industri 4.0 pada hari Sabtu, tanggal 13 Juli 2019.

Semoga kehadiran saya di IAIN Lhokseumawe bisa membersamai para pendiri, pimpinan dan seluruh civitas akademika serta Prof Dr Imam Suprayogo (Mantan Rektor UIN Malang) dan Prof KH Yudian Wahyudi Asmin, Ph.D (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) yang selama ini menjadi pembina IAIN Lhokseumawe.

Lhokseumawe adalah kota tempat Kerajaan Samudra Pase, Kerajaan Islam pertama di Indonesia dengan raja pertamanya Malikussaleh, yang nama aslinya Meurah Silu, berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M), yang memiliki kemampuan membaca Al Qur-an dengan baik. Yang selanjutnya berdakwah ke seluruh nusantara, Asia Tenggara, dan Cina. Saya bersyukur bisa kunjungi Lhokseumawe dan menyaksikan agama Islam yang diperjuangkan oleh Malikussaleh, menjadi agama yang pemeluknya terbesar di Indonesia.

Malikussaleh tidak hanya berjuang membangun Kerajaan Islam terbesar dengan pusat perdagangan internasional, melainkan juga menjadi titik perjuangan membangun peradaban dan pendidikan Islam. Suatu upaya yang mulia untuk menaikkan derajat ummat Islam. Yang akhirnya membuat Kerajaan Samudera Pase sebagai salah satu Kerajaan Islam terbesar di dunia, selain Kerajaan Turki Utsmani dan Kerajaan Maroko.

Kerajaan Samudera Pase sudah memakai mata uang emas berupa dinar sebagai alat tukar dan menjalin hubungan dagang yang erat dengan Cina. Hal itu terbukti dari keberadaan lonceng Cakra Donya yang merupakan hadiah dari Cina yang dibawa oleh Laksamana Cheng Ho.

Julukan Serambi Mekkah sejak lama sudah melekat pada Aceh, provinsi paling barat Indonesia. Salah satu alasannya karena Kerajaan Samudera Pase yang terletak di Desa Beuringen Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara merupakan Kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara.

Selain daripada itu Malikussaleh juga berkiprah di bidang politik, yang ditandai dengan menjadi Raja Samudra Pase. Di bidang ekonomi yang ditandai dengan upaya serius menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka. Juga di bidang budaya, yang ditandai di antaranya dikembangkan karya tulis, yang diawali dengan judul Hikayat Raja Pasai (HRP) sebagaimana dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara.

Sultan Malikussaleh kemudian mempersunting putri dari Kerajaan Pantai Tua, Ganggang Sari yang kemudian memeluk Islam dan berganti nama menjadi Putroe Meurah. Dia merupakan anak dari Raja Pantai Tua yaitu Alaidin Rihayat Syach. Kerajaan Hindu itu pun akhirnya memilih bergabung di bawah Kerajaan Samudera Pase. Akhirnya wilayah kekuasaan kerajaan Islam itu pun terbentang mulai dari Samalanga (Bireuen) hingga Toba (Sumatra Utara).

Pelajaran yang didapat kehidupan Malikussaleh, bahwa:

Pertama, untuk mengemban amanah sebagai Raja Samudra Pase, harus dimulai dengan penguasaan membaca Al Qur-an dan beberapa ilmu Agama yang diperlukan.

Kedua, beliau berhasil menjadikan Lhoksumawe sebagai basis dalam membangun dakwah Islam.

Ketiga, untuk menyebarkan agama Islam dari kerajaan Samudra Pase tidak hanya di orientasikan untuk wilayah nusantara, melainkan juga Asia Tenggara dan beberapa negara Asia.

Keempat, bahwa kerajaan dibangun untuk kepentingan politik semata, melainkan juga untuk hal-hal yang terkait dengan bidak ekonomi dan budaya.

Kelima, bahwa spirit Malikussaleh patut menjadi modal berharga untuk membangun kebangkitan Islam berbasis di Lhokseumawe khususnya, dan Aceh dan Indonesia pada umumnya untuk rahmatan lil ‘aalamiin.

Lhokseumawe, 13-07-2019

Penulis: Prof Rochmat Wahab, Ketua PWNU DIY 2011-2016.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *