Memahami Makna Perang Pada Surat Al-Baqarah Ayat 190-191

perang dalam islam

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ.

 وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ.

Bacaan Lainnya

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. ( Lihat QS. Al-Baqarah (2):190-191)”

Mari kita lihat tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab beliau menjelaskan pada ayat 190 surat al-Baqarah yaitu tentang perintah perang dijalan Allah, yakni untuk menegakkan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa serta kemerdekaan dan kebebasan yang sejalan dengan tuntunan agam (Lihat Quraish Sihab, Tafsir alMisbah, hal 506). Beliau juga menjelaskan pada tafsirnya kapan peperangan tersebut dimulai, yaitu ketika memang diketahui secara pasti bahwa ada orang yang memerangi, atau mempersiapkan rencana pepearangan atau bahkan sedang melakukan agresi.

Hal ini dipahami dari penggunaan bentuk kata kerja masa saat ini atau dalam kaidah nahwu (Mudhori’) pada penggalan kata yuqottilukum/mereka memerangi kamu (Lihat Quraish Sihab, Tafsir alMisbah, hal 507). Penggalan ayat selanjutnya yang berbicara tentang larangan melampaui batas, beliau menjelaskan peraturan-peraturan dalam berperang seperti tidak membunuh wanita, orangtua, anak-anak, sarana-sarana yang digunakan dalam berperang pun tidak boleh dirusak seperti rumah sakit, perumahan penduduk, pepohonan, dan lain-lain (Lihat Quraish Sihab, Tafsir alMisbah, hal 507).

Pada ayat selanjutnya yaitu ayat 191 beliau menjelaskan fitnah terhadap kaum muslimin yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang beliau maksud fitnah disini adalah penganiayaan seperti penyiksaan jasmani, perampasan harta dan pemisahan sanak keluarga, teror, serta pengusiran dari tanah tumpah darah dan pengusiran. Hal ini wajar jika dilabas oleh kamu muslimin sebagai bentuk pembelaan mempertahankan haknya, dan hal ini diizinkan Allah. Itu adalah hal yang wajar. Dibandingkan dari pada bentuk penolakan mereka terhadap keesaan Allah (Lihat Quraish Sihab, Tafsir alMisbah, hal 508).

Berdasarkan tafsir yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI ayat ini merupakan ayat madaniyah yang termasuk ayat-ayat pertama yang memerintahkan kaum muslim untuk memerangi orang-orang musyrik, apabila kaum muslimin mendapat serangan yang mendadak, meskipun pada bulan-bulan haram seperti Rajab, Muharram, Zulkaidah(Lihat alQur’an dan tafsirnya, Depertemen Agama RI, hal. 287) Karena dalam tradisi bangsa Arab tidak diperbolehkan berperang ketika bulan-bulan haram, akan tetapi Allah mengizinkan membalas serangan kaum kafir ketika orang mukmin diserang (Ayat 190) (Lihat alQur’an dan tafsirnya, Depertemen Agama RI, hal. 287)

Pada ayat selanjunya Departemen Agama RI menafsirkan bahwa ayat ini (al-Baqarah : 191)  menjelaskan bahwa orang mukmin diperintahkan memerangi orang musyrik yang memerangi mereka dimana saja, baik di tanah halal maupun di tanah haram (Mekkah dan sekitarnya). Selanjutnya dijelaskan pula peranan pembelaan terhadap hak-hak kaum muslim terhadap apa yang dilakukan kaum musyrik seperti mukmin diperintahkan pula mengusir musyrik dari sana, karena keberadaan kaum musyrik membahayakan muslimin disana.

Maksudnya disini adalah kaum musyrik melakukan penganiayaan terhadap kaum muslimin dengan pengusiran, penyiksaan, perampasan harta, serta merintangi pelaksanaan ibadah, dan lain sebagainya. Jika demikian maka orang mukmin diperintahkan untuk membalas hal yang setimpal dengannya atau dengan peperangan juga. Demikian balasan yang harus diberikan orang mukmin kepada orang musyrik. Namun. Jika orang musyrik menghentikan serangan dan akhirnya mukmin, maka mereka tidak boleh diganggu, dan dihormati haknya juga (Lihat alQur’an dan tafsirnya, Depertemen Agama RI, hal. 288).

Bagaimana Asbabun Nuzul Ayat tersebut?

Asbabun Nuzul ayat ini menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan perdamaian di Hudaibiyyah, yaitu ketika Rasulullah SAW. Kabilah Rasulullah dicegat oleh kaum Quraish untuk pergi kebaitullah melaksanakan umrah pada tahun berikutnya. Padahal pada tahun sebelumnya perjanjian ini diperbolehkan memasuki baitullah. Para sahabat khawatir kalau-kalau orang Qurasih tidak menepati janjinya, padahal kaum muslimin enggan berperang pada bulan haram. Maka turunlah ayat ini (Lihat K.H.Q. Shaleh, H. A. A. Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya al-Qur’an,hal. 194)

Bagaimana Hubungan Asbabun Nuzul Dengan Ayat?

Jika melihat konteks diatas, maka kita bisa tahu bahwa ayat ini turun berdasarkan keadaan lingkungan atau disebut asbabun nuzul makro yang berbicara konteks histori pada ranah lingkungan, artinya suatu kejadian pada zaman itu menyangkut kehidupan sosial masyarakat pada masa itu yang memungkinkan ayat ini turun (Lihat Sahiron Syamsudin, sababun Nuzul Dari Makro Hingga mikro, Pengantar Buku).

Adapun ayat ini sebabnya yang khusus. Artinya alQur’an turun pada saat perjanjian Hudaibiyah ini dikhianati, ayatnya tertuju pada Quraish pada saat itu. Namun, berlaku umum untuk saat ini, jika kondisi kaum muslimin pada saat ini terancam dan diharuskan membela haknya, maka ayat ini berbicara kewajiban perang untuk mempertahankan hak kaum muslim.

Kesimpulannya, dengan melihat konteks ayat dengan Asbabun Nuzulnya maka kita bisa ketahui bahwa perang fisabilillah sebenarnya bukan untuk merampas hak orang lain, bukan juga untuk memperbesar kekuasaan dan kejayaan. Melainkan untuk membela hak dan menegakkan keadilan. Kedua penafsiran di atas memiliki persamaan yaitu ketika terjadi peperangan maka kita tidak boleh malampaui batas, yaitu sebagaimana aturan berperang, sebagaimana mestinya dengan didasari sikap humanisme yang tinggi seperti menjaga hak wanita dan anak-anak.

Inilah salah satu bentuk toleransi agama Islam, hal ini yang dimaksud menebar benih perdamaian bagi semua alam. Bukan untuk kehancuran dan permusuhan, menafsiri al-Qur’an memang tidak semuda membalikan telapak tangan, maka tulisan ini merupakan analisi penulis berdasar sumber yang di baca, kebenaran mutlak hanya milik Allah semata. Wallahualam

Referensi Tulisan

  1. https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-190-191
  2. Quraish Sihab, Tafsir alMisbah
  3. alQur’an dan tafsirnya, Depertemen Agama RI, Jakarta: 2009
  4. H.Q. Shaleh, H. A. A. Dahlan, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya al-Qur’an, Diponegoro: 2000,
  5. PHIL. Sahiron Syamsudin, M.A, sababun Nuzul Dari Makro Hingga mikro, Yogyakarta : 2015, Kata Pengantar

*) Oleh : Muhamad Jamaludin

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *