Mbah Moen dan Kisah Orang Tertipu Ketika Masuk Madinah

” حُبٌّ ومدْحٌ مِنْ غير إطراءٍ “

Saat Syaikhuna Maimoen mengkaji kitab Ihya’, Beliau menyampaikan bahwa dulu Mbah Zubair masih “menangi” zaman dimana setiap rombongan dari Makkah menuju kota Madinah, binatang – binatang yang menjadi kendaraan mereka, seperti unta atau keledai berlari kencang tanpa kendali saat mulai melihat kubah hijau yang berada di atas makam Rosulullah, karena rasa “rindu” yang mendalam pada manusia yang paling agung dan mulia ini.

Fenomena yang luar biasa ini juga diceritakan oleh Imam Ibnu Daiba’ :

ألـم ترها وقد مدت خطاها
وسالت من مدامعها سحائب

Tidakkah engkau lihat unta itu semakin cepat langkahnya
Bercucuran deras dari matanya, air mata bagaikan awan.

فدع جذب الزمام ولا تسقها
فقائد شوقها للحي جاذب

Maka biarkanlah, jangan tarik tali kekang dan janganlah menggiringnya
Karena yang menariknya adalah kerinduan pada sang Nabi.

فهم طربا كمـاهامت والاَّ
فانَّكَ فِـى طريقِ الـحبِّ كاذب

Luapkanlah rasa cintamu sebagaimana yang dilakukan unta dan jika tidak,
Maka jalan cintamu pada nabi adalah dusta.

اَما هذا العقيق بدا وهذى
قِبابُ الحيِّ لاحتْ والـمضارب

Perhatikan, kota akiq telah nampak dan inilah..
Kubah nabi yang gemerlapan cahayanya menyilaukan.

وتلك القبة الخضراء فــيــــها
نبي نوره يجلو الغياهــب

Dan itulah qubah yg hijau dan Nabi bermakam di sana
Seorang nabi yang cahayanya menerangi kegelapan.

Mbah Moen juga menjelaskan bahwa sekarang banyak orang yang tertipu dengan amalnya (mungkin karena kebodohannya), saat mereka masuk kota Madinah bukan niat ziaroh Nabi Muhammad yang menjadi tujuan utama, namun hanya ingin melaksanakan sholat arba’in atau beribadah di Roudhoh.

Bahkan Mbah juga menyesalkan, karena saat itu ada seorang Kyai yang melaksanakan haji namun tidak menyempatkan diri untuk berziarah ke makam Rosulullah.

Mbah Moen dengan nada keras menuqil sebuah hadits :

من حج البيت ولم يزرني فقد جفاني

Dalam cuplikan tulisannya tentang Biografi Mbah Moen , Beliau KH. ZUHRUL ANAM HISYAM (menantu Mbah Moen) mengingatkan kepada kita, agar dalam memulyakan dan mencintai guru kita ( Syaikhuna Maimoen) kita tidak boleh terlalu berlebihan (ithro’) yang bertentangan dengan ajaran Rosulullah SAW.

Karena hal itu justru akan mencedarai makna ta’dhim kita, dan justru akan “mengurangi” derajat Beliau.

Rosulullah sendiri pernah melarang pada sahabatnya agar tidak berlebihan dalam memujinya dan memulyakannya, seperti yang dilakukan kaum Nasrani kepada Nabi Isa dengan mengangkat Nabi Isa sebagai Tuhan.

Seperti yang terdapat dalam hadits Bukhori,

Rosulullah bersabda:

لاَ تُطْرُونِي، كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ، وَرَسُولُهُ.

Semoga suatu saat, jika Allah memberi kesempatan kepada kita untuk dapat berkunjung ke Tanah harom, kita bisa “menata” niat yang sesuai dengan ajaran Rosulullah dan sesuai dengan ilmu yang diajarkan Syaikhuna Maimoen…

“Noto niat”, tujuan paling utama ziaroh ke makam Rosulullah, lalu berniat ziaroh ke makam guru kita, Syaikhuna Maimoen Zubair.

لا يؤمن احدكم حتى أكون احب اليه من ولده ووالده والناس اجمعين.

بالسفرِ اقْصدَنْ زيارةَ النبِي # فبعدَها زيارةَ المُرَبِّي
أنْ لا يكون حبُّك بالإطرا # مُشوِّها شرفَه في الاخرى

 

Penulis: Ustadz Ahmad Dawam Afandi, santri Sarang.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *