Kisah Rahasia KH Hasani Nawawie Sidogiri Selalu Menolak Jadi Orang Kaya

KH Hasani Nawawie Sidogiri

KH Hasani Nawawie Sidogiri memang sosok istimewa. Beliau tak mau dengan gemerlapnya dunia, walaupun dunia itu ada di depannya sekalipun. Beliau sosok yang lebih mementingkan urusan jangka panjang, yakni masa depan di akhirat nanti.

Karena senangnya dengan ngaji dan ibadah, Kiai Hasani tidak berkenan kepada para tamu yang bertujuan merdukun baik melariskan dagangan, pasien, sawah dan lainnya. Beliau akan sangat marah kepada tamu yang seperti itu. Alkisah, pada waktu itu, saya sedang menyapu teras di nDalem. Kemudian datanglah seseorang tamu (bukan alumni), berpakaian agak lusuh, bercelana dan tanpa songkok. Kemudian terjadilah dialog:

“Assalamu alaikum..”

“Wa’alaikum salam, Anda dari mana?,” jawab saya.

“Saya dari Bali, saya mau sowan ke Kyai.”

“Ada perlu apa, Pak?”

“Saya mau minta barokah do’a.”

“Apa itu saja?” (saya memang menyelidiki khawatir bertujuan merdukun kepada Kyai)

“Iya, itu saja.”

Akhirnya saya masuk ke ndalem dan matur kepada beliau bahwa di depan ada tamu yang minta barokah doa. Kemudian saya disuruh buka pintu ruang tamu. Kemudian Ibu nyai membuatkan wedang teh. Sedang Saya yang bertugas mengantarkan air teh tersebut ke ruang tamu.

Tak selang berapa lama, KH Hasani Nawawie kemudian masuk ke dapur sambil marah besar. Itu gara-gara saya membawa tamu yang ternyata tujuannya minta syarat-syarat karena beberapa pabrik dan harta bendanya yang ada di Bali bangkrut. Dia datang ingin merdukun kepada Kyai.

Inilah yang saya khawatirkan. Makanya saya tanyakan detail, jangan sampai keliru membawa tamu ke nDalem.

“Yok opo koen nggowo tamu koyok ngono (kamu kok bawa tahu seperti itu).”

Saya hanya bisa diam, tak berkutik di hadapan kiai.

“Aku iki duduk Dukun Abdul Barie (saya bukan dukun Abdul Barie). Kongkonen nang Kyai liyane sing nDukun (suruh ke kyai lain saja yang bisa ndukun).”

“Enggih, kyai.” saya menjawab pelan, antara takut dan merasa bersalah.

Beliau sangat marah sekali, namun akhirnya beliau menemui tamu itu lagi. Tidak lama kemudian tamu pulang dan saya mengambil gelas dan baki di depan. Kyai sambil menceritakan kalau tamu itu memaksa minta syarat-syarat agar bisa jaya lagi, namun kyai tidak kesokan (tidak berkenan).

“Ya sudah, mari kita membaca Fatihah satu kali bersama-sama semoga rezki sampean lancar.”

Selesai doa itu baru si tamu pergi.

Satu tahun kemudian……………

Ada yang memberi tahu saya, kalau ada tamu di depan, kemudian saya pun ke depan untuk melihatnya. Ternyata adalah tamu yang dari Bali dulu. Bedanya sekarang berpakain rapi serta memakai songkok, yang gara-gara tamu ini maka saya dimarahi oleh kyai. Setelah saya tanyakan secara teliti ternyata cuma untuk silaturrahmi. Tamu tersebut membawa sak plastik (saknya beras) berisi setengah dan saya pun menyangka paling isinya ketela, pohong atau pisang.

Akhirnya saya matur ke nDalem dan Ibu nyaimembuat teh.  Saya pun mengeluarkan teh tersebut kepada tamu. Tidak lama kemudian tamu tersebut pulang.

Kemudian Kiai Hasani bercerita bahwa tamu itu mau berterima kasih karena semua pabriknya kembali lagi dan jaya dan dengan membawa uang satu sak tersebut. Ternyata sak beras itu isi adalah uang.

Saya tidak menyangka. Akan tetapi Kyai tidak berkenandan ditolak mentah-mentah pemberian tersebut, karena beliau merasa tidak mengerjakan apapun. Dan memang pada dasarnya Kiai Hasani tidak membutuhkan pada uang aitu. Beliau selalu mementingkan keselamatan dan kekhusukan sholatnya, selamat di akhirat. Hisabannya di akhirat juga sekiranya ringan.

Kiai Hasani wafat sehari setelah peringatan Maulid Nabi Muhammad; tepatnya pada malam Selasa, 13 Rabiuts Tsani 1422, pukul 03.50 dini hari. Beliau wafat pada usia 77 tahun karena serangan darah tinggi yang sudah sejak lama dideritanya.

Penulis: Abdul Barie, santri Kiai Hasani Nawaie Sidogiri Pasuruan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *