Kisah Mimpi Sayyidah Aisyah RA, untuk Berterima Kasih

Kisah Mimpi Sayyidah Aisyah RA, untuk Berterima Kasih

Kisah Mimpi Sayyidah Aisyah RA, untuk Berterima Kasih.

Syekh Ramadhan Al-Buthi pernah bercerita:

“Aku telah menulis buku kecil tentang pembelaan terhadap Aisyah Ummul Mukminin dari tuduhan-tuduhan keji. Semua itu terjadi karena Allah telah menggerakkan penaku untuk menulis.”

“Aku memiliki seorang putri yang sekarang tinggal bersama suaminya di Riyadh dan tidak tahu-menahu tentang buku tersebut karena memang belum diterbitkan.”

“Ia menelponku dan bercerita; Ayah… aku telah bermimpi. Ada seseorang yang mengetuk pintu rumah kami, maka akupun bergegas ke sana untuk membukanya.”

“Lalu ada seorang perempuan yang masuk sambil berkata; aku adalah Aisyah Ummul Mukminin. Kedatanganku ke sini untuk menyampaikan rasa terimakasihku pada ayahmu.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Komentar saya:

– Ummul Mukminin Aisyah, meskipun dalam mimpi, “memilih” untuk tidak mendatangi Syekh Buthi langsung, tapi lewat putrinya. Itu adalah sebuah isyarat bahwa beliau adalah wanita yang sangat menjaga kehormatannya dan tudahan selingkuh yang dituduhkan pada beliau (haditsul-ifki) adalah dusta belaka…

– Syekh Buthi mengajarkan tata cara mengabarkan nikmat Allah (Tahadduts bin-Ni’mah), yaitu dengan menegaskan bahwa anugrah tersebut murni karena Allah telah menggerakkan penaku untuk menulis.

Penulis: Yusuf Al-Kaaf, tinggal di Mayong Jepara.

_______________

Semoga artikel Kisah Mimpi Sayyidah Aisyah RA, untuk Berterima Kasih ini memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua, amiin..

simak juga artikel selain Kisah Mimpi Sayyidah Aisyah RA, untuk Berterima Kasih di sini

BONUS ARTIKEL TAMBAHAN

Kisah Abu Nawas Mencari Neraka di Istana Harun Al-Rasyid.

KH Helmi Hidayat, dosen UIN Syarif Hidayatullah

Sejak usai salat zuhur sampai menjelang magrib tadi, Abu Nuwas keliling Baghdad sambil membawa lampu penerang.

Di setiap sudut rumah dia berhenti, celingak-celinguk kanan-kiri, sambil tangannya yang membawa lampu minyak digoyang-goyangkan. Setelah itu dia kembali berjalan dengan lampu tetap di tangan.

Tingkah Abu Nuwas ini tentu saja menggegerkan penghuni Baghdad. Bagaimana mungkin orang secerdas Abu Nuwas berjalan di siang hari ketika sinar matahari menyorot tajam sambil membawa lampu?

‘’Abu Nuwas mulai gila,’’ kata seorang warga Baghdad.

‘’Khalifah Harun Al-Rasyid pasti malu punya staf ahli gila,’’ celetuk yang lain.

Tapi Abu Nuwas tak peduli. Esok harinya lagi-lagi pujangga Baghdad itu keluar rumah, kali ini bahkan lebih pagi, sambil tetap membawa lampu minyak. Dia tak bersuara dan terus bekerja: celingak-celinguk kanan-kiri, sambil tangannya yang membawa lampu minyak digoyang-goyangkan.

Di hari kedua itu, beberapa orang masih menganggap Abu Nuwas waras. Makanya mereka bertanya apa yang dicari Abu Nuwas di siang hari dengan lampu di tangan. Abu Nuwas menjawab singkat:

‘’Saya sedang mencari neraka.’’

Ah, Abu Nuwas mulai gila, pikir mereka.

Maka, ketika di hari ketiga Abu Nuwas tetap melakukan hal yang sama: celingak-celinguk kanan-kiri di rumah orang, sambil tangannya yang membawa lampu minyak digoyang-goyangkan, orang-orang mulai tak sabar. Undang-undang Baghdad melarang orang gila berkeliaran. Berbahaya. Seseorang bisa membunuh orang lain dengan berpura-pura gila, atau mengintip orang mandi dengan pura-pura gila.

Karena itu cerita selanjutnya mudah ditebak: Abu Nuwas ditangkap lalu diserahkan ke istana. Sejumlah musuh politik Harun Al-Rasyid malah gembira, kegilaan Abu Nuwas bisa mereka ‘’goreng’’ untuk menyudutkan wibawa khalifah.

Benar saja, khalifah Harun malu bukan main lalu bertanya dengan nada keras:

‘’Abu Nuwas, apa yang kamu lakukan dengan lampu minyak itu siang-siang?’’

‘’Hamba mencari neraka, paduka yang mulia,’’ jelas Abu Nuwas lancar, tak ada tanda-tanda dia gila.

‘’Kamu gila, Abu Nuwas. Sohih, kamu gila!’’

‘’Tidak paduka, merekalah yang gila.’’

‘’Siapa mereka?’’

Abu Nuwas lalu meminta orang-orang yang tadi menangkap dan menggiring dirinya menuju istana dikumpulkan di depan istana. Jumlah mereka ribuan – ya siapa orangnya yang tak menuduh Abu Nuwas gila jika khalifah sendiri menduganya gila? Setelah mereka berkumpul di depan istana, Abu Nuwas didampingi khalifah Harun mendatangi mereka.

‘’Wahai kalian yang mengaku waras,’’ teriak Abu Nuwas kepada orang-orang di depannya, ‘’apakah kalian selama ini menganggap orang lain yang berbeda pikiran dan berbeda pilihan dengan kalian adalah munafik?’’

‘’Benaaaaar.’’

‘’Apakah kalian juga yang menyatakan para munafik itu sesat?’’

‘’Betuuuuuul. Dasar sesat!’’

‘’Jika mereka munafik dan sesat, apa konsekuensinya?’’

‘’Hai Abu Nuwas, kamu gila ya? Orang munafik pasti masuk neraka! Dasar munafik, kamu!’’

‘’Baik, jika saya munafik, sesat, dan masuk neraka, di mana neraka yang kalian maksud? Punya siapa neraka itu?’’ jawab Abu Nuwas dengan tenang, sambil kali ini lampu di tangannya diangkat tinggi-tinggi seolah dia mencari sesuatu.

Kali ini orang-orang di depan khalifah Harun mulai tak sabar. Mereka merasa diledek dengan mimik Abu Nuwas dan lampu di tangannya.

‘’Hai Abu Nuwas, tentu saja neraka ada di akhirat dan itu milik Allah. Kenapa kamu tanya?’’

‘’Paduka, mohon maaf,’’ kata Abu Nuwas kepada khalifah Harun. ‘’Tolong sampaikan pada mereka, jika neraka ada di akhirat dan yang punya neraka itu adalah Allah, kenapa mereka di dunia ini gemar sekali menentukan orang lain masuk neraka? Apakah mereka asisten Allah yang tahu bocoran catatan Allah? Atau jangan-jangan merekalah yang gila?’’

Ha-haaa-ha … Khalifah Harun Al-Rasyid tertawa kecil. Di matanya Abu Nuwas tetaplah lelaki jenaka. Dia lalu berkata sambil tertawa: ‘’Abu Nuwas, besok siang lanjutkan mencari neraka. Jika sudah ketemu, jebloskan orang-orang ini ke dalamnya … ‘’

_____________
“lucu kan? pastinya-ed”

Semoga artikel Abu Nawas Mencari Neraka di Istana Harun Al-Rasyid ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak juga artikel terkait di sini

simak juga video terkait di sini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *