Kisah Mbah Zabidi Marzuqi Giriloyo Mimpi Bertemu Kanjeng Nabi

kyai asyhari marzuqi dan kh ahmad zabidi marzuqi

Kisah Mbah Zabidi Marzuqi Giriloyo Mimpi Bertemu Kanjeng Nabi.

Salah satu penerus perjuangan KH Marzuqi Romli Giriloyo adalah putranya yang bernama KH Ahmad Zabidi Marzuqi. Selain mengasuh Pesantren Ar-Romli, Mbah Kiai Zabidi juga menjadi mursyid thariqoh Syathriyah. Mbah Zabidi terus keliling mengaji di berbagai tempat sebagaimana Mbah Marzuqi, juga terus keliling membimbing jama’ahnya yang ingin masuk thariqoh Syathoriyah.

Pada Rabu 12 Februari 2020, Mbah Zaidi membimbing jama’ahnya di Masjid Pesantren Ar-Romli. Ada ratusan jama’ah yang ikut acara itu. Saat itulah, Mbah Zabidi mengajak agar jama’ah meluruskan niatnya ketika masuk thoriqoh.

“Thoriqoh itu artinya jalan. Jalan apa? jalan agar kita bisa dekat dengan Allah SWT. Kalau kita selalu membiasakan kalimat tauhid, Insya Allah kita akan mati membaca kalimat tauhid, alias husnul khotimah,” tegas Mbah Zabidi.

Dalam momentum ini pula, Mbah Zabidi mengisahkan bahwa beberapa hari sebelumnya, setelah membimbing jama’ah niat masuk thoriqoh, malam harinya Mbah Zabidi mimpi bertemu Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

“Ini tahadduts bin nikmah. Saat itu, saya mimpi bertemu Rasulullah SAW. Masya Allah, setelah itu semua tubuh ini rasanya wangi, sangat harum, luar biasa, bahkan sampai tulang sumsum terasa wangi,” kisah Mbah Zabidi dengan penuh haru.

Kisah ini ditegaskan Mbah Zabidi agar jama’ah makin lekat dengan kalimat tauhid dan terus mengobarkan cinta kepada Nabi Muhammad SAW.

Acara bai’at akbar thoriqoh ini dalam rangka haul Mbah Marzuqi Giriloyo yang ke-29. (Yayan/Bangkitmedia.com)

______________

Semoga artikel Kisah Mbah Zabidi Marzuqi Giriloyo Mimpi Bertemu Kanjeng Nabi ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak artikel terkait di sini

simak video terkait di sini

BONUS ARTIKEL TAMBAHAN

Berkah Mimpi Bertemu Gus Dur, Bisa Hadiri Mukatamar NU

Kecuali di Situbondo padad 1984, saya selalu hadir dalam setiap Muktamar NU setelah itu. Dalam muktamar Yogyakarta tahun 1989 bahkan saya berhasil ‘meloloskan’ Kiai Sahal Mahfudz yang, karena tampaknya tidak kenal beliau, tertahan Banser di pintu masuk. Dengan modal kartu identitas peserta, saya menggandeng Kiai Sahal masuk ke dalam arena muktamar yang berlangsung di Krapyak itu.

Akan tetapi ketika muktamar NU akan dilaksanakan di Makassar, saya tidak berniat menghadirinya. Alasannya sederhana. Muktamar yang berlangsung di luar Jawa kurang ‘eksotik’. Dalam muktamar Kediri, sebelum di Solo, misalnya, kita masih membaca isi spanduk ‘eksotik’. Misalnya, “Jin Baghdad Mendukung Kiai Hasyim Muzadi.” Maka, dalam bayangan saya, muktamar NU di luar Jawa akan kering dalam hal-hal eksotik seperti itu. Inilah yang menjadi alasan mengapa saya tidak berniat menghadiri muktamar NU Makassar.

Namun demikian, ketika muktamar baru berlangsung, saya bermimpi bertemu Kiai Abdurrahman Wahid. Wajahnya sangat segar, muda dan putih seperti yang terlihat akhir 1970-an dan awal 1980-an di LP3ES. Dalam mimpi itu, Kiai Abdurrahman Wahid menyapa saya:

“Hai Fachry. Isterimu mana?”

Saya jawab: “Ada Cak Dur. Sedang ke sana.” (Telunjuk saya menunjuk ke suatu tempat).

Lalu Kiai Abdurrahman Wahid memeluk saya seraya mengucapkan: “Alhamdulilah.”

Esok harinya, saya ditelfon TV One. Stasiun tv ini meminta saya menjadi moderator perdebatan para calon Ketum PBNU di arena muktamar Makassar yang akan disiarkan secara langsung oleh TV One. Memperoleh telpon dan permintaan ini, saya teringat mimpi bertemu Kiai Abdurrahman Wahid malam sebelumnya.

“Apakah mimpi itu mengisyaratkan bahwa sang kiai menginginkan saya pergi ke medan muktamar?” Tanya saya dalam hati.

Ringkasnya, saya akhirnya terbang juga ke Makassar melalui media TV One. Di sana dengan siaran langsung, saya menjadi moderator perdebatan terbuka calon Ketum PBNU yang antara lain diikuti Ulil Abshar Abdala dan Slamet Effendy Yusuf. Pulang dari Makassar, saya telah ditunggu wartawan senior Aboeprijadi Santoso. Tokoh yang bermukim di Amsterdam, Belanda, ini ingin mewawancara saya tentang NU untuk radio Amsterdam.

Apakah ada hubungannya antara mimpi bertemu Kiai Abdurrahman Wahid dengan kepergian saya ke medan muktamar NU Makassar?

Bukankah, seperti saya tulis di atas, saya tak berniat menghadirinya?

Mungkin sains seperti yang kini ramai didiskusikan bisa menjelaskan hubungan ini.

Demikian Kisah Berkah Mimpi Bertemu Gus Dur, Bisa Hadiri Mukatamar NU. Semoga bermanfaat.

Penulis: Fachry Ali, Sahabat Gus Dur

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *